tebuireng.co– Konflik Rusia vs Ukraina semakin memanas sejak Presiden Rusia Vladimir Putin meluncurkan invasi skala penuh di Ukraina, Kamis (24/2/2022). Pernyataan tersebut dikeluarkan Putin sebagai tanggapan atas ancaman yang datang dari Ukraina.
Sehari sebelumnya, pemerintah Ukraina telah mengumumkan keadaan darurat nasional, Rabu (23/2/2022) waktu setempat di tengah meningkatnya ancaman invasi Rusia.
Sebenarnya apa penyebab konflik Rusia vs Ukraina yang berujung perang ini?
Sejarah Konflik Rusia Vs Ukraina
Dilansir dari Al Jazeera. Akar konflik Rusia vs Ukraina terjadi sejak sekitar 1.200 tahun lalu. Ukraina, Rusia, dan Belarusia lahir di tepi Sungai Dnieper di Kievan Rus, sebuah negara adidaya pada abad pertengahan yang mencakup sebagian besar Eropa Timur
Meski terlahir di wilayah yang sama, baik Rusia maupun Ukraina memiliki perbedaan yang jauh dari segi bahasa, sejarah, hingga kehidupan politiknya. Namun, Presiden Rusia Vladimir Putin berulang kali mengklaim bahwa keduanya adalah satu bagian dari peradaban Rusia. Klaim ini dibantah oleh Ukraina.
Dilansir dari National Geographic, pada tahun 988 M Vladimir I, pangeran Novgorod dan pangeran besar Kyiv menerima iman Kristen Ortodoks dan dibabtis di kota Chersonesus di Krimea. Sejak saat itu, pemimpin Rusia Vladimir Putin baru-baru ini menyatakan, “Rusia dan Ukraina adalah satu orang, satu kesatuan.”
Baca juga: Taliban, Amerika dan Perang Dunia
Rusia vs Ukraina Sudah Terlibat Konflik Tahun 1917
Dalam perjalanannya, Rusia vs Ukraina memang sudah terlibat konflik pada tahun 1917 saat terjadinya Revolusi Bolshevik. Dilansir dari National Geographic, Ukraina adalah salah satu dari banyak negara yang terlibat dalam perang saudara yang brutal sebelum sepenuhnya diambil oleh Uni Soviet pada tahun 1922.
Pada awal tahun 1930-an, untuk memaksa petani bergabung dengan pertanian kolektif, pemimpin Soviet Joseph Stalin mengatur sebuah kelaparan yang mengakibatkan kelaparan dan kematian jutaan orang Ukraina.
Setelah itu, Stalin mengimpor sejumlah besar orang Rusia dan warga negara Soviet lainnya. Banyak dari mereka yang tidak memiliki kemampuan berbahasa Ukraina dan hanya memiliki sedikit ikatan dengan wilayah tersebut untuk membantu mengisi kembali penduduk di timur.
Warisan sejarah ini menciptakan garis patahan yang bertahan lama. Karena Ukraina timur berada di bawah kekuasaan Rusia jauh lebih awal daripada Ukraina barat, orang-orang di timur memiliki ikatan yang lebih kuat dengan Rusia dan cenderung mendukung para pemimpin yang condong ke Rusia.
Sebaliknya, Ukraina barat menghabiskan waktu berabad-abad di bawah kendali pergeseran kekuatan Eropa seperti Polandia dan Kekaisaran Austro-Hungaria, salah satu alasan mengapa Ukraina di barat cenderung mendukung lebih banyak politisi yang condong ke Barat. Populasi timur cenderung lebih berbahasa Rusia dan Ortodoks, sementara bagian barat lebih berbahasa Ukraina dan Katolik.
Penolakan Perdagangan pada 2013
Ukraina memperoleh kemerdekaannya setelah lepas dari Uni Soviet pada 1991 lalu. Hubungan Rusia dan Ukraina mulai memanas pada 2013 yang disebabkan oleh kesepakatan politik dan perdagangan penting dengan Uni Eropa, dilansir dari BBC.
Demi hubungan yang lebih dekat dengan Moskow, Presiden Ukraina yang pro-Rusia, Viktor Yanukovych, menolak perjanjian asosiasi dengan Uni Eropa. Penolakan tersebut memicu protes massa hingga Viktor Yanukovych digulingkan dari jabatannya pada 2014. Penggulingan tersebut direspon Rusia dengan menganeksasi wilayah Krimea.
Masalah Pencaplokan Krimea pada 2014
Dilansir dari detikNews, pada Maret 2014, Rusia melakukan pencaplokan terhadap Krimea, sebuah semenanjung otonom di Ukraina selatan dengan loyalitas Rusia yang kuat. Pencaplokan ini dilakukan dengan dalih membela kepentingan warga negara yang berbahasa Rusia.
Pencaplokan di Semenanjung Krimea ini mendorong pecahnya pemberontakan separatis pro-Rusia di wilayah Donetsk dan Luhansk, tempat pendeklarasian kemerdekaan dari Ukraina. Pemberontakan ini memicu pertempuran sengit berbulan-bulan. Tercatat, lebih dari 14.000 orang tewas akibat konflik tersebut.
Perjanjian Damai yang Gagal pada 2015
Pada 2015, Rusia dan Ukraina melakukan perjanjian damai untuk mengakhiri pertempuran skala besar dengan ditengahi oleh Prancis dan Jerman. Namun, upaya tersebut gagal mencapai penyelesaian politik. Gencatan senjata berulang kali dilanggar.
Masalah Keinginan Ukraina Gabung NATO
Konflik Rusia vs Ukraina juga disebabkan oleh keinginan Ukraina untuk bergabung dengan North Atlantic Treaty Organization (NATO). Hal tersebut memicu ketegangan Rusia yang seakan melarang Ukraina untuk bergabung dengan NATO.
NATO sendiri didirikan pada tahun 1949 dan telah berkembang ke 30 negara, termasuk bekas-bekas republik Soviet, yakni Lituania, Estonia dan Latvia.
Baca juga: Perang Yaman dan Puluhan Ribu Korbannya
Alasan Rusia Serang Ukraina: Timeline Kejadian Terkini
Dilansir Al Jazeera, berikut timeline terjadinya konflik Ukraina-Rusia hingga kini:
November 2021: Citra satelit memperlihatkan penumpukan pasukan baru Rusia di perbatasan dengan Ukraina. Ukraina menyebut Rusia telah memobilisasi 100.000 tentara bersama dengan tank dan perangkat keras militer lainnya.
7 Desember 2021: Presiden AS Joe Biden memperingatkan Rusia tentang sanksi ekonomi dari Barat jika menyerang Ukraina.
17 Desember 2021: Rusia mengajukan tuntutan keamanan yang terperinci kepada Barat, termasuk bahwa NATO menghentikan semua aktivitas militer di Eropa timur dan Ukraina. Rusia juga meminta NATO untuk tidak pernah menerima Ukraina atau negara-negara bekas Soviet lainnya sebagai anggota.
3 Januari 2022: Biden meyakinkan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy bahwa AS akan “menanggapi dengan tegas” jika Rusia menginvasi Ukraina.
10 Januari 2022: Pejabat AS dan Rusia bertemu di Jenewa untuk pembicaraan diplomatik namun gagal. Rusia mengulangi tuntutan keamanan yang menurut AS tidak dapat diterima.
24 Januari 2022: NATO menempatkan pasukan dalam keadaan siaga dan memperkuat kehadiran militernya di Eropa Timur dengan lebih banyak kapal dan jet tempur. Beberapa negara Barat mulai mengevakuasi staf kedutaan dari Kyiv. AS menempatkan 8.500 tentara dalam siaga.
26 Januari 2022: Washington memberikan tanggapan tertulis terhadap tuntutan keamanan Rusia, mengulangi komitmen terhadap kebijakan “pintu terbuka” NATO sambil menawarkan “evaluasi yang berprinsip dan pragmatis” atas keprihatinan Moskow.
27 Januari 2022: Biden memperingatkan kemungkinan invasi Rusia pada Februari.
28 Januari 2022: Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan tuntutan keamanan utama Rusia belum ditanggapi tetapi Moskow siap untuk terus berbicara. Presiden Ukraina Zelenkskyy memperingatkan Barat untuk menghindari menciptakan “kepanikan” yang akan berdampak negatif terhadap perekonomian negaranya.
31 Januari 2022: AS dan Rusia berdebat tentang krisis Ukraina pada sesi tertutup khusus Dewan Keamanan PBB. Duta Besar AS untuk PBB Linda Thomas-Greenfield mengatakan kepada dewan bahwa invasi Rusia ke Ukraina akan mengancam keamanan global. Utusan Rusia untuk PBB Vasily Nebenzya menuduh Washington dan sekutunya mengobarkan ancaman perang, di mana Rusia terus menyangkal tudingan rencana invasi.
“Diskusi tentang ancaman perang sangat provokatif. Anda hampir menyerukan ini. Anda ingin itu terjadi,” kata Nebenzya.
23 Februari 2022: Pemerintah Ukraina telah mengumumkan keadaan darurat nasional akan ancaman invasi Rusia.
24 Februari 2022: Presiden Rusia Vladimir Putin meluncurkan invasi skala penuh di Ukraina.
Sumber utama: detiknews