tebuireng.co– Sebagai seorang kiai yang juga motivator kelas wahid, Kiai Syansuri Badawi selalu memunculkan ungkapan-ungkapan bernas yang memiliki daya dorong dan menjadikan pelecut semangat para santri. Itulah sebabnya, Kiai Syansuri tak mungkin terhapus dari memori santri. Selalu tertanam dalam kenangan manis dan seolah masih tengah berkomunikasi.
Baca juga: Kiai Ishaq, Sosok Santri yang Mewakafkan Dirinya untuk Tebuireng
Keseriusan, humor, dan lontaran-lontaran untaian yang bijak dan penuh motivasi hampir tak pernah jeda dan senantiasa meluncur deras keluar dari lisan Kiai Syansuri Badawi. Kapan mesti tampil serius dan kapan penuh canda, beliau mampu menempatkannya secara seimbang dan tepat takarannya. Di antara kata-kata yang diingat betul oleh para santri beliau adalah “belajar itu kuncinya niteni”
Niteni berarti memperhatikan atau mencermati. Ini bermakna, santri mencermati secara sungguh-sungguh apa yang dingendikakke (diucapkan) para guru. Para santri tak bergeming terhadap gangguan dan godaan dari luar. Serta fokus atas apa yang dilakukan dan membuang jauh-jauh kemalasan.
Niteni di sini tidak sekedar mencermati dan meresapi apa yang diajarkan oleh para guru, tetapi yang tidak kalah pentingnya adalah bahwa niteni memiliki makna mencermati teknis dan proses keberhasilan guru-guru. Dengan kata lain, yang perlu di-titeni adalah apa kunci keberhasilan, kesuksesan dan kealiman dari guru-guru mereka.
Baca juga: KH. Adlan Aly, Sarjana Fathul Qarib
Niteti itu juga terhadap penak-pernik hingga hal yang kecil yang menyangga ketercapaian seorang guru. Benarkah keberhasilan secara personal, sekedar belajar dalam pengertian yang sempit, mereguk ilmu sebanyaknya dalam makna transfer of knowledge semata, sehingga bisa disimpulkan kealiman individual itu teraih melulu lewat menderas, muthala’ah, dan membaca materi keilmuan?
Tidak termasukkah di dalamnya ikhtiar ruhaniyah yang dalam khazanah pesantren disebut riyadlah? Bagaimana dengan laku batin dan usaha spiritual seperti puasa, qiyam al–lail (bangun malam untuk beribadah), dawam al-wudhu’ (menjaga wudhu), dan seterusnya?
Niteni, suatu upaya yang bidimensional (berdimensi ganda). Mestinya belajar itu menyertakan dua hal yang sama pentingnya. Di satu sisi mencerminkan intensitas melakukan proses pembelajaran dan di sisi lain menempuh pula dengan upaya laku batin atau riyadlah.
Oleh: Cholidi Ibhar, alumni Tebuireng. Tulisan ini dikutip dari buku Mengais Keteladanan dari Kiai Syansuri Badawi terbitan Pustaka Tebuireng.