Syariat kurban dan hukumnya, penting diketahui setiap muslim. Mendekati Hari Raya Idul Adha 1445 H, banyak muslim yang bersiap diri melaksanakan ibadah kurban. Kurban dalam al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah disebutkan sebagai sesuatu yang dipersembahkan oleh hamba kepada Tuhan untuk mendekat diri pada-Nya. Ini redaksinya:
لْقُرْبَانُ : مَا يَتَقَرَّبُ بِهِ الْعَبْدُ إِلَى رَبِّهِ ، سَوَاءُ أَكَانَ مِنَ الذَّبَائِحِ أَمْ مِنْ غَيْرِهَا
وَالْعَلَاقَةُ الْعَامَّةُ بَيْنَ الْأُضْحِيَّةِ وَسَائِرِ الْقَرَابِيْنِ أَنَّهَا كُلَّهَا يُتَقَرَّبُ بِهَا إِلَى اللهِ تَعَالَى ، فَإِنْ كَانَتْ الْقَرَابِيْنُ مِنَ الذَّبَائِحِ كَانَتْ عَلَاقَةُ الْأُضْحِيَّةِ بِهَا أَشَدَّ ، لِأَنَّهَا يَجْمَعُهَا كَوْنُهَا ذَبَائِحَ يُتَقَرَّبُ بِهَا إِلَيْهِ سُبْحَانَهُ ، فَالْقُرْبَانُ أَعَمُّ مِنَ الْأُضْحِيَّةِ
Qurban yaitu segala sesuatu yang dipersembahkan oleh seorang hamba kepada Tuhannya, baik dari hewan kurban maupun bukan kurban. Hubungan umum antara kurban dan sembelihan lainnya adalah bahwa semuanya dipersembahkan kepada Allah ta’ālā, dan jika sembelihan itu berupa kurban, maka hubungan kurban dengan sembelihan itu lebih kuat, karena keduanya dipersatukan melalui adanya sembelihan yang dipersembahkan kepada Allah ta’ālā, maka (pengertian) kurban lebih umum daripada sembelihan itu sendiri.
Dari keterangan ini, kurban mempunyai arti lebih umum daripada sembelihan (udhiyyah). Sedangkan dalam kitab Fathul Wahab dalam bab udhiyyah dijelaskan bahwa:
وَهِيَ مَا يُذْبَحُ مِنْ النَّعَمِ تَقَرُّبًا إلَى اللَّهِ تَعَالَى مِنْ يَوْمِ عِيدِ النَّحْرِ إلَى آخِرِ أَيَّامِ التَّشْرِيقِ كَمَا سَيَأْتِي وَهِيَ مَأْخُوذَةٌ مِنْ الضَّحْوَةِ سُمِّيَتْ بِأَوَّلِ زَمَانِ فِعْلِهَا وَهُوَ الضُّحَى
Udhiyyah yaitu hewan yang disembelih dari binatang ternak yang digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah mulai dari hari ‘id nahri (hari raya nahr/ idul adha) sampai akhir hari tasyriq, seperti keterangan yang akan datang. Udhiyyah diambil dari kata Dhahwah. Udhiyyah dinamakan dengan awal waktu pelaksanaannya, yaitu waktu Dhuha.
Landasan Syariat Kurban
Jelas bahwa ibadah kurban yang kita kenal, dalam istilah fikih lebih spesifik masuk ke dalam pengertian udhiyyah. Selain itu, syariat kurban ini sebenarnya sudah termaktub dalam al-Quran dan hadis.
قال تعالى: ﴿فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ﴾ [الكوثر: 2]. فمن تفسيرها: صلِّ العيد وانحر الأضاحي: البُدن وغيرها
Allah Ta’ala berfirman, “Maka, laksanakanlah salat karena Tuhanmu dan berkurbanlah!” (QS. Al-Kautsar: 2). Sebagian dari tafsirnya: Shalat Idul Adha dan sembelihlah hewan kurban: hewan kurban dan lainnya.
Dalam hadis juga disebutkan bahwa Nabi pernah menyembelih domba:
عن أنس رضي الله عنه قال: “ضَحَّى النَّبِيُّ صلى الله عليه وآله وسلم بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ أَقْرَنَيْنِ، ذَبَحَهُمَا بِيَدِهِ، وَسَمَّى وَكَبَّرَ، وَوَضَعَ رِجْلَهُ عَلَى صِفَاحِهِمَا” أخرجه مسلم
Dari Anas -raḍiyallāhu ‘anhu-, ia berkata, “Nabi -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- pernah berkurban dengan dua ekor domba jantan bertanduk putih, yang beliau sembelih dengan tangannya sendiri, lalu beliau menyebut namanya dan bersyukur, serta meletakkan kakinya di atas kedua paha domba tersebut.” (HR. Muslim).
Di riwayat lain juga disebutkan:
عن أبي هريرة رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم قال: «مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ وَلَمْ يُضَحِّ فَلا يَقْرَبَنَّ مُصَلانَا» أخرجه ابن ماجه والحاكم وصححه
Dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu ‘anhu-, dari Rasulullah -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam-, beliau bersabda “Barangsiapa yang memilik kelimpahan dan tidak berkurban, maka janganlah ia mendekati shalat kami.” (HR. Ibnu Majah dan Hakim)
Hukum Melaksanakan Kurban
Jumhur ulama berpendapat, hukum kurban adalah sunnah muakkad. Boleh tidak melaksanakan, tetapi bagi seorang muslim akan kehilangan kebaikan yang besar jika mampu tetapi meninggalkannya. Sebagaimana keterangan hadis dari riwayat Sayyidah Aisyah r.a.:
عن عائشة رضي الله عنها أن النبي صلى الله عليه وآله وسلم قال: «مَا عَمِلَ آدَمِيٌّ مِنْ عَمَلٍ يَوْمَ النَّحْرِ أَحَبَّ إِلَى اللهِ مِنْ إِهْرَاقِ الدَّمِ، إِنَّهَا لَتَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِقُرُونِهَا وَأَشْعَارِهَا وَأَظْلافِهَا، وَإِنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنَ اللهِ بِمَكَانٍ قَبْلَ أَنْ يَقَعَ مِنَ الأرْضِ، فَطِيبُوا بِهَا نَفْسًا» رواه ابن ماجه
Dari Aisyah -raḍiyallāhu ‘anhā-, ia berkata, Rasulullah -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- bersabda, “Tidak ada satu amalan pun yang dilakukan oleh seorang hamba di hari raya qurban yang lebih dicintai oleh Allah daripada mengalirkan darah, karena sesungguhnya ia akan datang pada hari kiamat dengan tanduk-tanduknya, rambut-rambutnya, dan kuku-kukunya, dan darah itu akan turun dari sisi Allah ke suatu tempat sebelum jatuh ke tanah. Maka jadikanlah ia sebagai penyembelihan yang baik.” (HR. Ibnu Majah).
Demikian keterangan mengenai syariat dan hukum kurban dalam Islam. Kurban mempunyai spirit ibadah sosial, karena itu, ibadah kurban menjadi ibadah yang dicintai oleh Allah. Semoga bermanfaat.
Oleh: Muh Sutan Alambudi
Editor: Zainuddin Sugendal