Dalam rangka memperingati haul ke-15 KH Abdurrahaman Wahid, Pesantren Tebuireng menggelar bahtsul masail nasional yang diselenggarakan pada tanggal 19-20 Desember 2024.
Mudir Bidang Pembinaan Pondok Pesantren Tebuireng, H Lukman Hakim jelaskan pentingnya bahtsul masail untuk terus dilestarikan. Baginya, bahtsul masail adalah ruh pesantren untuk membantu memecahkan permasalahan dan keresahan umat.
“Pesantren itu ruhnya adalah mudzakarah atau bahtsul masail. Jika bahtsul masail tidak ada maka keberadaan pesantren hanya seperti orang yang sudah meninggal. maujuduhu kaadamihi, ada tapi tidak ada, ” ungkapnya dalam acara pembukaan bahtsul masail nasional yang dilaksanakan di Masjid Ulul Albab Pesantren Tebuireng pada Kamis (19/12/24)
Acara ini merupakan salah satu rangkaian acara haul ke -15 KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan Masyayikh Tebuireng sebagai salah satu upaya untuk menjaga ciri khas strategi pesantren dalam memecahkan permasalahan umat dengan mudzkarah.
Peserta yang hadir dalam acara tersebut berjumlah 100 orang dari 50 pondok pesantren di seluruh Indonesia. Selain untuk ikut meramaikan panggung diskusi kedatangan para peserta juga menjadi ajang silaturahmi antar santri.
Acara bahtsul masail nasional tersebut dilaksanakan dalam dua jalsah (sesi). Jalsah pertama membahas bullying sebagai isu hangat dan marak terjadi. Sementara jalsah kedua membahas stunting dan problematika dalam proposal acara.
Dalam acara ini terdapat 2 ulama sebagai mushahih dan 3 sebagai perumus. 2 ulama sebagai mushahih yakni KH Muhlis Dimyathi, dari Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (LBM PWNU) Jawa Timur dan Rois Syuriah PBNU, KH Muhibbul Aman Aly dari Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdatul Ulama (LBM PBNU)
Sementara, 3 ulama perumus dalam acara ini yakni Kiai Mahfuz Aly Amari Sya’rani dari Jombang, Kiai Shofiyul Muhibbin dari Pasuruan dan Gus Arif Ridlwan Akbar dari Kediri.
Pengasuh Pesantren Tebuireng, KH Abdul Hakim Mahfudz (Gus Kikin) menekankan pentingnya acara bahtsul masail bukan hanya sebagai tradisi untuk merawat keilmuan, pemahaman dan kecakapan santri, namun juga untuk memperluas kontribusi pesantren dalam peradaban dunia.
“Semoga setiap pemikiran, perdebatan, dan hasil dari diskusi ini kelak dapat menjadi jejak amal yang tidak hanya bermanfaat bagi kita di dunia, tetapi juga di akhirat kelak,” harap Gus Kikin.
Penulis: Thowiroh
Baca juga: Bahtsul Masail Nasional di Pesantren Tebuireng Bahas 5 Topik Permasalahan Modern