Jika di Banten ada Kiai Munfasir, di Nganjuk ada Kiai Muzajjad atau dipanggil Mbah Jad. Ia adalah pengasuh Pesantren Tirakat. Kabupaten Nganjuk seperti tak pernah absen melahirkan orang-orang alim di setiap zaman. Mahaguru ulama tanah Jawa yang masyhur, Kiai Zainudin Mojosari Nganjuk, seakan terlahir di setiap era.
Kiai Muzajjad yang usianya diperkirakan 70 tahunan tidak menikah atau istilah santrinya ‘uzubah. Beliau istiqomah berpuasa dan mengkonsumsi nasi jagung dan lauk tak bernyawa. Santri Jawa menyebutnya ngrowot.
Selain riwayat pendidikannya, saya tidak banyak tahu asal-usul Mbah Jad. Namun, pengakuan dari dzuriyah KH Abdul Karim dan keunikan pribadinya membuat saya harus berkunjung ke pesantrennya.
Pesantren Tirakat Mbah Jad berupa kamar-kamar kecil, terbuat dari kayu dan bambu. Gotakan-gotakan kecil itu dihuni oleh 30 santri.
Rekruitmennya cukup sulit. Sarat masuk menjadi penghuni Pesantren Tirakat ini harus puasa ngrowot 40 hari, 1 tahun, 2 tahun sampai 3,5 tahun. Setiap santri baru diberi masa puasa berbeda. Setelah lulus dilanjutkan puasa dawud.
Perbedaannya dengan Kiai Munfasir Banten, santri di Kiai Muzajjad diajari 12 disiplin ilmu secara lengkap, tauhid, fikih, tafsir, nahwu, sharaf, mantiq, badi’, bayan, ma’ani, ‘arud, qawafi, dst. Di Kiai Munfasir tak selengkap itu.
Baca Juga: Sosok Seorang Guru Hadratussyaikh KH M Hasyim Asy’ari
Perbedaan lain, di Kiai Munfasir sarat masuk menjadi santri, pola makan harian dan disiplin dzikir lebih ekstrim. Sedangkan kesamaan paling menonjol adalah kebersihan.
Mbah Jad adalah sisi lain wajah Nahdlatul Ulama (NU). Ormas Islam yang saya sebut sebagai penangkaran ajaran-ajaran Nabi Muhammad yang sangat kaya.
Ada sosok seperti Sayidina Abu Bakar yang menjadi soko guru yang kebapakan, ada seperti Sayidina Ali intelektual yang gagah perkasa, ada Sayidina Umar negarawan yang menjadi arsitek imperium besar Islam, ada seperti Sayidina Utsman konglomerat dengan banyak kolega, ada Abu Dzar yang miskin tapi revolusioner. Singkatnya 124 ribu sahabat sepeninggal Nabi adalah cetakan hidup atas ajaran Nabi. Nabi tak membuat 124 ribu itu dalam satu cetakan dan ukuran tunggal dan NU yang melestarikannya
Di NU, jama’ahnya bisa memilih model mana yang cocok dengan kepribadian dan passion masing-masing dalam berislam (A Tsauri)
Teruntuk Mbah Jad, lahul fatihah