Membaca buku ini seperti merevisi data sejarah politik yang ada dalam pikiran pembaca. Bagaimana cara melihat khulafa rasyidun beserta sejarah otentik politik Islam. Abu Bakar dan Umar bin Khattab adalah representasi Islam, pemimpin yang menjunjung tinggi moral Islam. Mengapa Usman dan Ali bin Abi Thalib tidak dibahas di sini?
Sedangkan Muawiyah adalah representasi dari kerajaan. Pemimpin yang bersikap keras dan berhati kasar terhadap orang lain serta dengan mudah mengalirkan darah demi kekuasaan. Bani Abbasiyah melegitimasi kepemimpinannya dengan memesan sejarah kepada Ibnu Hisyam.
Penulis sejarah nabi paling awal, Muhammad bin Ishak, ditenggelamkan karyanya karena tidak berpihak kepada para penguasa. Malik bin Anas, guru besar fikih mendiskriminasi Muhammad bin Ishak. Ini terjadi karena Anas dikritisi atas tindakannya terhadap perempuan yang menurut masyarakat Madinah waktu itu bukan miliknya. Juga Hisyam bin Urwah yang iri kepada Ibn Ishak karena telah meriwayatkan hadis dan informasi dari istri Hisyam. Akhirnya mereka menuduh Muhammad bin Ishak sebagai Syiah (oposisi) ataupun Muktazilah (sesat).
Buku Al Ahkam as Sulthaniyah disinyalir lebih berpihak kepada kesultanan Buwaihi daripada Islam. Karya Al Mawardi ini banyak diposisikan sebagai buku terbaik yang membahas pemerintahan Islam. Namun isinya tidak ada empati terhadap Islam atau kesadaran akan hakikat Islam sedikit pun. (hal. 52)
Penguasa diperkenankan untuk tidak berpihak kepada rakyat dan rakyat tetap harus mematuhinya. Pendapat ini tidak bisa diterima akal. Al Mawardi sendiri tidak disukai oleh ahli fikih dan ulama pada zamannya. Mereka mencela keamanahan dan ilmunya.
Baca Juga: Melawan Melalui Lelucon
Ibnu Khaldun menolak gaya kepemimpinan Mulk yang tidak memiliki aturan/perundang-undangan. Hal ini mengakibatkan munculnya kesewenang-wenangan, tirani, dan penindasan terhadap rakyat. Undang-undang yang dibuat oleh cendekiawan, negarawan, dan orang bijak adalah siyasah diniyah. Sedangkan hukum yang dibuat oleh Allah yang bermanfaat di dunia maupun akhirat, dinamakan siyasah syar’iyah.
Bentuk pemerintahan terbaik menurut Ibnu Khaldun adalah khilafah. Kekhalifahan adalah penguasa yang menerapkan hukum-hukum syara’. Ibnu Khaldun adalah seorang ahli fikih. Semua keputusan khalifah menganut pada ahli fikih. Selama keputusan yang ada mendukung mereka maka itu diterima, walaupun penguasa tersebut fasik, pembunuh, dan suka mengalirkan darah.
Politik Islam adalah akhlak. Umat Islam tidak akan pernah berhasil secara politis, jika akhlak mereka belum baik. Rasulullah tidak mendirikan negara, namun membangun umat. Jalan yang digariskan adalah Islami, syura’ (musyawarah), serta kemerdekaan dan nurani. Nurani dalam Islam adalah senantiasa bangkit, sadar, dan beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Sama saja sarana pemerintahan disebut khilafah, kerajaan, kepresidenan, kesultanan, ataupun yang lainnya, selama berjalan di jalan petunjuk Islam yang terus berusaha mewujudkan idealisme naungan petunjuk Nabi Saw. yang terang benderang.
Data Buku:
Judul : Sejarah Otentik Politik Nabi Muhammad Saw: Dari Dakwah Mekah Hingga Piagam Madinah
Judul Asli : Dustur Umat Islam: Dirasat fi Ushul al-Hukm wa Thabi’atihi wa Ghayatihi ‘Indal Muslimin
Penulis : Dr. Husain Mu’nis
Penerjemah : Abdurrohman Jufri
Penerbit : Imania
Tebal : 294 halaman
Cetakan : I, Agustus 2019
Pengulat : M. Masnun