Penjelasan hadist mengenai keistimewaan puasa di bulan Rajab penting untuk diketahui. Hal ini karena tidak sedikit yang mengira bahwa hadist-hadist yang menjelaskan tentang hal tersebut adalah maudu’ (palsu).
Bulan Rajab yang merupakan bulan ketujuh dalam kelender hijriah diyakini sebagai bulan penuh berkah. Hal ini karena banyaknya keutamaan mengenai bulan Rajab sehingga banyak pula amalan sunnah yang dianjurkan untuk dilaksanakan pada bulan tersebut. Salah satunya adalah puasa.
Puasa sunnah di bulan Rajab memiliki keistimewaan tersendiri. Sebagaimana dijelaskan oleh Habib Ahmed Bafagih bahwa diantara hadis yang menjelaskan keistimewaan puasa di bulan Rajab adalah seperti hadis riwayat Imam At-Thabrani
من صام من رجب يوما كان كصيام شهر، ومن صام منه سبعة أيام غلقت عنه أبواب الجحيم السبعة، ومن صام منه ثمانية أيام فتحت له أبواب الجنة الثمانية، ومن صام منه عشرة أيام بدلت سيئاته حسنات
“Siapa saja yang berpuasa satu hari di bulan Rajab, maka seperti berpuasa satu bulan. Dan siapa yang berpuasa tujuh hari, maka Allah akan menutup untuknya tujuh pintu neraka. Dan siapa yang berpusa delapan hari, maka Allah akan membukakan untuknya delapan pintu surga. Dan siapa yang berpuasa sepuluh hari, maka Allah akan mengganti semua kesalahan menjadi kebaikan.”
Keistimewaan lainnya juga disebutkan dalam hadist riwayat Al-Baihaqi yakni sebagai berikut :
إن في الجنة نهرا يقال له : رجب أَشَدُّ بَيَاضًا من اللبن وأحلى من العسل، من صام يوما من رجب سقاه الله من ذلك النهر
“Sesungguhnya di surga ada suatu sungai bernama ‘Rajab’, warnanya lebih putih dari susu dan rasanya lebih manis dari madu. Barang siapa yang berpuasa sehari dalam bulan Rajab, maka akan diberi minum oleh Allah dari sungai tersebut.”
Meski hadis tersebut tergolong dhoif dengan beberapa alasan, namun Habib Ahmed Bafagih menjelaskan bahwa doif disini bukan berarti palsu sehingga tidak masalah apabila digunakan dalam fadhoilul a’mal.
Seperti yang disebutkan dalam kitab Al-Hawii Lil Fatawii bahwa ketika Al-Imam Jalaluddin Asy-Suyuthi ditanya mengenai hadis tersebut, maka Imam Asy-Suyuthi menjawab
ليست هذه الأحاديث بموضوعة بل هي من قسم الضعيف الذي تجوز روايته في الفضائل. أما الحديث الأول فأخرجه أبو الشيخ ابن حيان في كتاب الصيام والأصبهاني. وابن شاهين كلاهما في الترغيب والبيهقي وغيرهم
“Hadits ini bukan maudhu’ (palsu), namun ia termasuk hadits dho’if (lemah) yang boleh diriwayatkan atau digunakan untuk fadhoilul a’mal (penambah semangat beribadah). Sebagaimana hadits tersebut diriwayatkan oleh Imam Ibn Hayyan dalam kitab shiyam, Imam Al- Ashbahani, Imam Ibnu Syahin, keduanya dalam kitab At-Targhib, Imam Al-Baihaqi, dan lain-lain.”
Dalam literatur lain dijelaskan bahwa kelemahan dalam hadist tersebut hanyalah pada sanad atau jalur periwayatannya saja. Yang mana kelemahan dari arah sanad tidak lantas membuat matan atau redaksi hadis tersebut juga lemah. Sebagaimana dalam diskursus ilmu Musthalahul Hadist yang menjelaskan bahwa kekuatan redaksi hadist tersebut tidak terpengaruh karena bisa jadi terdapat jalur lain yang lebih kuat. Selain itu, banyaknya jalur hadist tersebut bisa menjadi penguat satu sama lain. Wallahua’lam bisshowab.