tebuireng.co – Pengasuh Pesantren Tebuireng (2006-2020) KH Shalahuddin Wahid (Gus Sholah) mengatakan bahwa Mahbub Djunaidi adalah seorang jurnalis yang memiliki kecerdasan analisis yang hebat.
Hal ini ia sampaikan kepada salah satu vlogger video saat hendak melakukan perjalanan di Bandar Udara Adi Sutjipto.
Biografi Mahbub Djunaidi secara ringkas, ia adalah ketua umum pertama Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII). Ia lahir di Jakarta pada 22 Juli 1933. Sebelum menjadi aktivis PMII, Mahbub Djunaidi adalah Pengurus Besar (PB) Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).
“Yang bisa dipelajari dari sosok Mahbub, beliau memiliki kemampuan menulis, kemampuan analisis dan keberaniannya,” kata Gus Sholah seperti dikutip dari akun youtube Mang Djana, Selasa (31/5/2022).
Gus Sholah menambahkan bahwa dengan modal keberaniannya, Mahbub Junaidi berani tampil sebagai orang yang berprinsip dan tidak oportunis. Dalam menghadapi segala sesuatu, ia berpegang teguh pada sikap idealisnya.
“Sekarang mencari orang berprinsip sangat sulit,” tambahnya.
Dikatakan, sosok humoris, cerdas, serta karakter tulisannya yang mampu memadukan antara satire dan humor menjadi nilai lebih tersendiri bagi Gus Sholah. Tak salah, bila Mahbub sendiri disemati julukan sebagai Pendekar Pena.
Sejak 23 November 1986 sampai 8 Oktober 1995, ia menulis rutin setiap minggu untuk rubrik Asal Usul di koran harian Kompas.
Rubrik ini mensyaratkan tulisan yang amat ketat. Tulisan-tulisannya di rubrik ini disinggung dan dipaparkan secara ringan dan lebih menekankan pada sisi humornya.
Baca Juga: Gus Sholah Sosok yang Komplit
Rintangan tulisan yang penuh syarat ini mampu dipenuhi Mahbub. Esai Mahbub Djunaidi banyak ditunggu-tunggu masyarakat. Selama 9 tahun menulis di rubrik ini, ia telah menulis 236 buah tulisan.
“Menulisnya dengan gaya yang saya pikir, tidak ada yang nyamain,” tutur Gus Sholah.
Gus Sholah berharap, pikiran dan kebaikan yang pernah dilakukan Mahbub Junaidi untuk selalu dilanjutkan. Setidaknya mencontoh esai Mahbub Djunaidi yang enak dibaca.
Mahbub mengemukakan pendapatnya bahwa Pancasila mempunyai kedudukan lebih sublim dibanding Declaration of Independence susunan Thomas Jefferson yang menjadi pernyataan kemerdekaan Amerika Serikat tanggal 4 Juli 1776, maupun dengan Manifesto Komunis yang disusun oleh Karl Marx dan Friedrich Engels tahun 1847.
Tulisan Mahbub Djunaidi itu dibaca Bung Karno, dan karena tulisan Mahbub Djunaidi ini pula yang membuat Bung Karno takjub kepadanya dan tulisan-tulisannya.
Mahbub meninggal dunia pada 1 Oktober 1995. Indonesia mesti bersyukur karena dalam sejarah republik ini, pernah hadir tokoh luar biasa dan multi talenta, yang sampai saat ini nyaris belum dijumpai tokoh sekaliber Mahbub.
“Karakter seperti Mahbub itu, tidak mudah mencarinya,” pungkasnya.
Terkait biografi Mahbub Djunaidi dan pemikirannya bisa dibaca di beberapa karyanya:
- Dari Hari Ke Hari (1975)
- Lakulah Sebuah Hotel (1978)
- Politik Tingkat Tinggi Kampus (1978)
- Di Kaki Langit Gunung Sinai (karya Mohamed Heikal, 1979)
- Seratus Tokoh Paling Berpengaruh dalam Sejarah (karya Michael H. Hart, 1982)
- Binatangisme (karya George Orwell, 1983)
- Cakar-Cakar Irving (karya Art Buchwald, 1982)
- Lawrence dari Arabia (karya Philiph Knightly, 1982)
- 80 Hari Berkeliling Dunia (karya Jules Verne, 1983)
- Angin Musim (1985)
- Kolom Demi Kolom (1986)
- Humor Jurnalistik (1986)
- Mahbub Djunaidi Asal Usul (1996)
Oleh: A Fikri