tebuireng.co – Yenny Wahid alias Zannuba Ariffah Chafsoh Rahman Wahid adalah putri dari mantan Presiden RI keempat, Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan Sinta Nuriyah.
Pewaris Gus Dur di bidang Politik ini dilahirkan di Jombang, 29 Oktober 1974, ia adalah anak kedua dari pasangan Abdurrahman Wahid dan Sinta Nuriyah. Ia mempunyai seorang kakak, Alisa Wahid dan dua orang adik, Anita Wahid dan Inayah Wahid.
Ketika ayahnya menjabat, Yenny adalah Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Politik. Tak hanya di masa ayahnya, di masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, Yenny juga sempat masuk ke jajaran kepresidenan sebagai staf khusus bidang Komunikasi Politik lagi.
Sebelum jadi Staf Presiden, pewaris Gus Dur di bidang politik ini dulunya adalah seorang wartawan. Yenny sering ikut perjalanan dinas ayahnya. Setelah ayahnya tidak menjabat Yenny dikenal sebagai aktivis. Dia mengelola Wahid Institute.
Pola pikir dari anak pasangan Abdurrahman Wahid dan Sinta Nuriyah ini tidak jauh dengan ayahnya, yang lebih dianggap Islam yang moderat, menghargai pluralisme dan pembawa damai. Seperti halnya, Yenny terlahir dalam lingkungan keluarga Nahdatul Ulama (NU).
Selepas mendapat gelar sarjana desain dan komunikasi visual dari Universitas Trisakti, Yenny memutuskan untuk menjadi wartawan.
Selama menjadi wartawan, Yenny bertugas sebagai reporter di Timor-Timur dan Aceh. Ia menjadi koresponden koran terbitan Australia, The Sydney Morning Herald dan The Age (Melbourne) antara tahun 1997 dan 1999.
Meski banyak reporter memilih keluar dari Timor Timur, Yenny memilih tetap bertahan dan meliput berita. Ia sempat kembali ke Jakarta setelah mendapat perlakuan kasar dari milisi. Seminggu kemudian ia kembali ke sana. Liputannya mengenai Timor Timur pasca referendum mendapatkan anugrah Walkley Award.
Yenny sempat kuliah Psikologi di Universitas Indonesia. Atas saran ayahnya, Yenny sebelum memutuskan keluar. Dia lalu menekuni studi Jurusan Visual di Universitas Trisakti.
Setelah Gus Dur tidak lagi menjabat sebagai presiden, Yenny kuliah dan memperoleh gelar Master’s in Public Administration dari Universitas Harvard, AS, di bawah beasiswa Mason.
Yenny menikah dengan Dhohir Farisi pada 15 Oktober 2009. Dikutip dari Kompas.com, akad nikah berlangsung di Masjid Al Munawaroh, di depan kediaman Gus Dur di Jalan Warung Silah, Jagakarsa, Jakarta Selatan. Pasangan ini dikaruniai dua anak.
Bertindak sebagai saksi yaitu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Wapres Jusuf Kalla. Sementara, resepsi pernikahan Yenny Wahid-Dhohir Farisi digelar di Gedung Sampoerna Jalan Sudirman, Jakarta, pada 18 Oktober 2009. Dhohir beri Maskawin 40 Ekor Sapi.
Ucapan yang sangat fenomenal dari Yenny terkait asmaranya yaitu pengakuan jomblonya sebelum menikah kepada wartawan,
“Sampai saat ini saya masih sendiri. Tidak ada waktu untuk pacaran. Bayangkan, dari pagi sampai malam saya melayani Bapak. Kalau ada yang menanyakan tentang pacar, tolong katakan saja bahwa hanya ada satu laki-laki dalam hidup saya. Yaitu KH Abdurrahman Wahid. Bagaimana saya bisa pacaran, saya sesibuk ini. Saya tidak punya kehidupan pribadi.”
Ia terjun di dunia politik praktis layaknya ayahnya. Kisah konflik mewarnai perjalanan politiknya, dimulai saat ia menjadi Sekjen Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) periode 2005-2010. Namun, di tengah perjalanan, pada tahun 2008, Yenny Wahid dipecat oleh Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar.
Sejak itu, ‘pewaris Gus Dur’ ini mendirikan partai politik sendiri dengan nama Partai Kedaulatan Bangsa (PKB). Yenny langsung sebagai ketua umumnya.
Pada tahun 2012, dua partai PKB dan Partai Indonesia Baru (PIB) pimpinan Kartini Sjahrir melebur dengan nama Partai Kedaulatan Bangsa Indonesia Baru (PKBIB) dan Yenny ditunjuk sebagai ketua umum partai baru tersebut.
Semua ini ia lakoni di tengah-tengah ayahnya lengser jadi presiden RI ke-4 pada tahun 2001. Ia hadapi dengan kekuatan penuh dan keyakinan. Ini semua berkat didikan keluarga kepada dirinya.
Selain menjadi mata dan telinga bagi Gus Dur, Yenny juga sering memberikan berbagai masukan tentang isu yang sedang hangat terjadi baik di dalam maupun luar negeri.
Ia mengakui bahwa mendampingi ayahnya tidaklah mudah. Perlu banyak kesabaran, pengertian dan cinta. Selain menemani Gus Dur, Yenny juga membacakan isi surat kabar untuk ayahnya meski terkadang beritanya termasuk berita buruk.
Yenny Wahid lebih aktif di The Wahid Institute. Visi The Wahid ini sejalan dengan visi Gus Dur, yaitu membangun pemikiran Islam moderat, yang mendorong terciptanya demokrasi, pluralisme agama-agama, multikulturalisme dan toleransi di kalangan kaum Muslim Indonesia.
Tujuan besar ini disampaikan Yenny dalam acara peresmian The Wahid Institute yang diselenggarakan di ballroom Hotel Four Seasons (dahulu Regent), Jakarta, Selasa (7/9/2004).
Salah satu program The Wahid Institute, tambah Yenny, antara lain mengkampanyekan pemikiran Islam yang menghargai pluralitas dan demokrasi.Selain itu melalui program pendidikan, kita akan mendidik kiai-kiai muda yang ada di desa berdasarkan visi Gus Dur.
Gus Dur Ikhlas jujur bertanggung jawab bekerja keras toleransi.
Semoga Gus Dur bisa menginspirasi