Undangan resepsi pernikahan adalah ungkapan syukur dan pemberitahuan ke khalayak umum jika seseorang sudah sah menjadi pasangan suami istri. Pernikahan seringkali disebut hari bahagia, sehingga dihari tersebut kedua mempelai dan keluarganya mengundang sejumlah kenalan.
Dalam tradisi masyarkat Indonesia, khususnya Jawa, resepsi pernikahan dilakukan di bulan-bulan tertentu yang dianggap baik. Sehingga dalam satu keluarga mendapatkan begitu banyak undangan resepsi pernikahan.
Hanya saja resepsi pernikahan sering dijadikan acara balas jasa. Seseorang yang datang dan menyumbang dalam acara resepsi pernikahan lalu dicatat di buku khusus.
Ketika suatu hari nanti, jika ada undangan yang datang, pemilik rumah akan melihat apakah nama yang mengundang tersebut dulu hadir dalam undangannya pernikahan anaknya atau tidak.
Baca juga: Pertanyaan yang sensitif?
Apa bila tidak hadir, maka undangan yang datang tersebut tidak diprioritaskan untuk didatangi. Tentu ini bukan sikap yang diajarkan Nabi Muhammad SAW. Resepsi pernikahan juga ajang untuk mendoakan pasangan pengantin.
Seperti hadis yang diriwayatkan oleh sahabat Ibnu Umar RA, Rasulullah SAW bersabda:
إِذَا دُعِيَ أَحَدُكُمْ إِلَى الْوَلِيْمَةِ فَلْيَأْتِهَا
“Jika salah satu dari kalian diundang dalam acara walimah, maka hendaklah mendatanginya.” (Muttafaq ‘Alaih).
Bahkan ketika seseorang berpuasa sunah, ia tetap dianjurkan mendatangi undangan. Di lokasi undangan, seseorang bisa memilih untuk tetap puasa atau membatalkannya. Sesuai hadis Rasulullah SAW:
ذَا دُعِيَ أَحَدُكُمْ إِلَى طَعَامٍ فَلْيُجِبْ، فَإِنْ كَانَ مُفْطِرًا فَلْيَطْعَمْ، وَإِنْ كَانَ صَائِمًا فَلْيُصَلِّ
“Apabila seseorang dari kalian diundang makan, maka penuhilah undangan itu. Apabila ia tidak berpuasa, maka makanlah (hidangannya). Tetapi jika ia sedang berpuasa, maka hendaklah ia mendoakan (orang yang mengundangnya).”
Dari hadis ini tidak dijelaskan adanya keharusan memberikan sumbangan dan membalas sumbangan sebelumnya. Pemberian sumbangan berupa uang dan sembako lebih kepada budaya baik yang layak dilakukan.
Budaya ini menjadi tidak baik ketika memberatkan orang yang diundang. Apalagi sampai dibahas secara umum ketika seseorang tidak datang dalam undangan resepsi pernikahan atau sumbangannya terlalu kecil.
Akan tetapi, kewajiban ataupun kesunahan untuk menghadiri undangan resepsi pernikahan yang menumpuk terikat dengan beberapa syarat:
Pertama, mendapatkan undangan secara khusus dari pemilik acara. Baik melalui ucapan lisan ataupun undangan media tulisan. Sehingga apabila undangan bersifat umum atau tidak tertentu pada orang yang dituju secara khusus, maka tidak memiliki keharusan untuk menghadirinya.
Kedua, tidak terdapat kemungkaran. Apabila di tempat acara pernikahan terdapat kemungkaran yang tidak mungkin untuk dihindari, misalkan percampuran antara laki-laki dan perempuan, pertunjukan hiburan yang diharamkan maka hukum menghadirinya tidaklah wajib.
Ketiga, tidak ada halangan. Apabila seseorang yang diundang terdapat halangan atau udzur yang dapat mencegah dirinya untuk menghadiri acara pernikahan, maka diperbolehkan baginya untuk tidak menghadirinya. Salah satu contoh udzur tersebut ialah sakit.