tebuireng.co- Manusia adalah makhluk teristimewa ciptaan Allah SWT. Hal ini ditegaskan sendiri oleh Sang Khaliq; Pencipta kita semua, yaitu Allah SWT. Bahkan sebelum menyatakan ini, Allah bersumpah sebagai penguat akan keistimewaan ciptaanNya ini, manusia. Dalam surah At-Tiin kita bisa menyaksikan pujian hebat Allah ini kepada manusia:
وَالتِّينِ وَالزَّيْتُونِ ● وَطُورِ سِينِينَ ● وَهَٰذَا الْبَلَدِ الْأَمِينِ ● لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ ● [التين : ٤-١]
Grand Syeikh Al Azhar Sayyid Muhammad At-Thonthowi dalam Tafsir Al-Wasithnya mengatakan bahwa:
لقد خلقنا – بقدرتنا وحكمتنا- جنس الإنسان في أكمل صورة، وأحكم عقل.
Sungguh Kami menciptakan manusia -atas qudroh dan hikmah- dalam bentuk yang paling sempurna lagi bijaksana.
Subhanallah. Manusia dengan segala keunggulan yang diberikan kepadanya tetaplah manusia, atas sunnatullah lah ia adalah makhluk sosial, yaitu tidak bisa memenuhi segala kebutuhannya sendiri, melainkan harus bekerjasama; bahu-membahu dengan yang lain.
Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari menangkap fenomena ini, lalu beliau tuangkan dalam Muqaddimah Qanun Asasi Nahdhatul Ulama’ sebagai landasan Nahdlatul Ulama’. Diantara isi Muqoddimah Qanun Asasi adalah ungkapan syiir berikut:
إنما الأمة الوحيدة كالجس ● م وأفرادها كالأعضاء
كل عضو له وظيفة صنع ● لا ترى الجسم عنه في استغناء
Umat yang bersatu layaknya sebagai satu tubuh yang utuh ● Sedangkan setiap individu laksana anggota tubuhnya.
Setiap anggota tubuh memiliki peranan masing-masing ● Tidaklah engkau menyaksikan melainkan setiap tubuh selalu membutuhkan anggotanya.
Melihat ini, maka nyata bagi kita untuk bersama-sama memerankan peran kita masing-masing dalam mewujudkan kehidupan yang kita idam-idamkan bersama. Menyatukan peran inilah yang kita bahasakan dalam tolong-menolong. Dalam bahasa Al-Quran kita mengenalnya dengan istilah Ta’awun, yaitu dalam Firman Allah SWT:
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ [المائدة : ٢]
Saling menolonglah kalian semua dalam hal kebaikan dan taqwa [Al Maidah: 2]
Ta’awun yang diperintahkan oleh Allah dibatasi pada dua hal, yaitu Bir dan Taqwa. Bir yang biasa kita terjemahkan kebaikan dalam Tafsir al-Wasith didefinisikan sebagai:
التوسع في فعل الخير، وإسداء المعروف إلى الناس.
Memperbanyak dan memberikan kebaikan kepada manusia.
Sedangkan taqwa diartikan sebagai:
تصفية النفس وتطهيرها وإبعادها عن كل ما نهى الله عنه.
Menyucikan dan menjauhkan diri dari segala larangan Allah SWT.
Dari penggalan tafsir di atas kita bisa memahami secara global bahwa perintah tolong-menolong ini terbatas pada memberi kebaikan kepada sesama manusia dan bahu-membahu dalam menata hati serta laku kita agar tidak menerjang larangan Allah SWT.
Menyandingkan kata Bir dan Taqwa ini, dalam pandangan Imam Mawardi sebagaimana yang dikutip oleh Imam Al Qurthubi sebagai kolaborasi yang sempurna, yaitu dengan menggapai Bir maka manusia akan ridho, dan dengan menggapai taqwa maka Allah akan ridho. Jika Allah dan manusia sudah ridho maka sempurnalah kebahagiaan kita.
قال القرطبي: قال الماوردي: ندب الله- تعالى- إلى التعاون بالبر، وقرنه بالتقوى له، لأن في التقوى رضا الله، وفي البر رضا الناس. ومن جمع بين رضا الله ورضا الناس فقد تمت سعادته وعمت نعمته.
Yakinlah, dengan saling menolong dalam kebaikan serta ketaqwaan, ialah letak kebahagiaan dan kesuksesan kita semua. Bahkan dalam pertolongan yang kita berikan kepada yang lain, disanalah Allah menjanjikan pertolonganNya kepada kita. Hadlratur Rosul Muhammad صلى الله عليه وسلم bersabda:
وَاللَّهُ في عَوْنِ العَبْدِ ما كانَ العَبْدُ في عَوْنِ أَخِيهِ
Allah memberikan pertolonganNya kepada seorang hamba selama ia (mau) menolong kepada sesama.
Semoga bermanfaat.
Oleh: KH Achmad Roziqi, Lc., M.H.I., santri Tebuireng.