Sunan Kalijaga adalah salah satu tokoh penting dalam sejarah Islam di Indonesia, terutama di pulau Jawa. Ia dikenal sebagai salah satu dari Walisongo yang berperan dalam menyebarkan ajaran Islam di wilayah ini. Nama aslinya adalah Raden Mas Said, dalam buku Babad Tanah Jawi disebut juga Jaka Said tetapi ia lebih dikenal dengan julukan Sunan Kalijaga.
Nama “Kalijaga” diambil dari kata “Kali” yang artinya sungai, dan “Jaga” yang artinya menjaga atau merawat, sehingga nama tersebut dapat diartikan sebagai “penjaga sungai”. Nama tersebut mencerminkan pemahamannya yang dalam terhadap hubungan manusia dengan alam dan lingkungannya.
Sunan Kalijaga lahir sekitar tahun 1450 M. Ia dilahirkan dari keluarga bangsawan Jawa yaitu putra Tumenggung Wilatikta di Tuban. Akan tetapi ia memilih untuk meninggalkan kehidupan istana dan memilih hidup sederhana sebagai seorang sufi dan tokoh agama. Ia dikenal sebagai sosok yang ramah, penuh kasih sayang, dan dekat dengan rakyat jelata. Pendekatan yang humanis dan inklusif inilah yang membuatnya berhasil mendekati masyarakat Jawa yang sangat terikat dengan budaya dan adat istiadat lokal.
Metode dakwahnya
Sunan Kalijaga adalah salah satu walisongo yang senang menggunakan kesenian dan kebudayaan. Samsul Munir mengatakan dalam buku Sejarah Peradaban Islam, Sunan Kalijaga menggunakan kesenian dalam rangka penyebaran Islam, antara lain dengan wayang, sastra dan berbagai kesenian lainnya. Pendekatan jalur kesenian dilakukan oleh para penyebar Islam seperti Walisongo untuk menarik perhatian di kalangan masyarakat.
Kesenian menggunakan alat musik sekaten yang dibawakan oleh sang Sunan mampu menarik perhatian mereka seperti acara karawitan yang diadakan menjelang peringatan hari maulid Nabi Muhammad saw. Kegiatan diadakan di masjid agung dengan memukul gamelan yang sangat unik dalam hal langgaman lagu maupun komposisi instrumental yang lazim pada waktu itu.
Sehingga dengan tanpa terasa mereka telah tertarik pada ajaran-ajaran Islam. Sekalipun pada awalnya mereka tertarik dikarenakan media kesenian itu. Selain menggunakan musik, Sunan Kalijaga juga menggunakan media wayang. la tidak pernah meminta para penonton untuk mengikutinya mengucapkan kalimat syahadat. Sebagian wayang masih dipetik dari cerita Mahabarata dan Ramayana, tetapi di dalam cerita itu disisipkan ajaran agama dan nama-nama pahlawan Islam.
Karya-karya Sunan Kalijaga
Setelah Syekh Siti Jenar kembali ke Hadirat-Nya maka tentu saja yang menjadi penghubung antara pandangan Islam dan Jawa adalah Sunan Kalijaga. Namun, tak banyak orang mengetahui ajarannya. Umumnya, orang mengenal ajarannya lewat kidung atau tembang. Di antaranya tembang “lir-ilir” yang biasa dinyanyikan anak-anak kecil di Jawa.
Mengutip perkataan Agus Sunyoto dalam buku Atlas Wali Songo, Sunan Kalijaga juga diketahui menyumbangkan banyak ide; seperti perancangan alat-alat pertanian di masyarakat, design corak pakaian, permainan-permainan tradisional untuk anak-anak, pendidikan politik dan sumbangsih bentuk ketatanegaraan yang baik di kalangan elit kerajaan pada masa itu.
Beberapa tembang dan suluk karya Sunan Kalijaga sebagai berikut:
- Tembang “lir Ilir”
- Tembang “ lingsir Wengi”
- Tembang “ Rumekso ing wengi”
- Tembang “ Turi -turi Putih”
Tembang Suluk yang diciptakan oleh Sunan Kalijaga ada tiga nama, yaitu Suluk Kidung Kawedar, Kidung Lingsir Wengi, Kidung Sariro Ayu. Kepada masyarakat yang sangat memercayai hal-hal gaib dan mistis, sang Sunan menciptakan Suluk Kidung Kawedar yang didendangkan dengan irama Dhandanggula bernuansa meditatif- kontemplatif. Dikemas dan diberi sugesti sebagai mantra sakti, guna mengatasi segala problem kehidupan masyarakat sehari-hari.
Jika dilihat dari berbagai kisah dan peninggalan sejarah, baik yang berupa manuskrip naskah (serat), tembang-tembang, gubahan puitis, falsafah, rancangan beserta lakon wayang kulit, formasi alat-alat gamelan, sampai tutur cerita lisan mengenai Sunan Kalijaga, sang Sunan dalam dakwahnya tidak sekaligus memperkenalkan Islam secara frontal, melainkan dengan memadukan istilah-istilah Islam dengan istilah- istilah dalam agama yang masih berlaku. Hasilnya, Islam diadopsi orang Jawa secara damai, tanpa kekerasan dan perang yang memakan korban jiwa dan harta benda serta trauma.
Penulis: Erik Lis Setiawan
Editor: Zainuddin Sugendal
Baca juga: Nama dan Lokasi Makam Wali Songo