tebuireng.co – Resolusi Jihad selain menjadi obor semangat ulama – santri, juga memiliki tujuan mendesak pemerintah supaya menentukan sikap melawan kekuatan asing yang ingin menggagalkan kemerdekaan. Banyak terjadi pertempuran-pertempuran yang melibatkan para kiai dan santri yang tergabung dalam Laskar Hizbullah dan Sabilillah. Kondisi negara saat itu belum efektif terutama jalan komandonya, pasukan kiai dan santri yang selalu sigap berada di garis terdepan untuk menghadapi berbagai ancaman terjadi.
Menurut kesaksian KH Saifuddin Zuhri, Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari berinisiatif untuk melakukan rapat konsul-konsul NU se-Jawa dan Madura untuk mengeluarkan fatwa ‘Resolusi Jihad’, yaitu tentang perjuangan Bangsa Indonesia yang menjadi ‘obor semangat’ ulama – santri untuk melawan penjajah Belanda anti kemerdekaan. Pengakuan peserta rapat KH Saifuddin Zuhri itu menyatakan bahwa “Aku baru saja tiba dari Ungaran Semarang ketika mendapat panggilan dari Ketua Besar NU agar datang ke Surabaya pada tanggal 21 Oktober 1945 untuk menghadiri rapat PBNU yang diperlengkapi dengan konsul-konsul seluruh Jawa dan Madura. Selama zaman Jepang hubungan dengan luar Jawa terutama Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Sunda Kecil kecuali Bali praktis terputus. Jawa dan Sumatera dikuasai oleh Angakatan Darat Jepang sisanya oleh Angkatan Laut. Setelah Jepang meneyerah, Jawa, Sumatera, dan Bali diduduki oleh Inggris dan kepulauan lain diduduki oleh Australia, keduanya atas nama Sekutu. Sebab itu, maka rapat PBNU yang dilengkapi dengan konsul-konsul hanya terbatas pada Jawa dan Madura.”

Baca Juga: Resolusi Jihad dalam Cerita KH Agus Sunyoto
Hasil rapat itu mengingplementasikan isi fatwa yang hanya dapat diketahui secara tertulis sebagaimana yang dinyatakan dalam Kedaulatan Rakjat, Yogyakarta, tanggal 26 Oktober 1945 tertulis ‘Toentoetan Nahdlatoel Oelama kepada Pemerintah Repoeblik Soepaja mengambil tindakan jang sepadan Resoloesi’. Kemudian, dalam perkembangannya fatwa itu dinyatakan pula di hadapan musyawarah ulama dengan pemerintah untuk merespon Resolusi Jihad. Kegiatan itu dinyatakan dalam Kedaulatan Rakjat, Yogyakarta, 20 Nopember 1945 bertajuk ‘Alim Oelama menentoekan Hoekoem Perdjoeangan’. Isi berita KR itu menyatakan adanya pertemuan 30 Kiai dipimpin oleh KH Fadhil dan KH Amir atas nama Pemerintah Republik Indonesia bagian Agama (Urusan Alim Ulama) di Langgar Notobradjan telah menentukan hukum:
I. Menyetoedjoei fatwa KH Hasyim Asjari Teboeireng Djombang jang ringkasanya sebagai beirikoet:
a). Hoekoemnja memerangi orang kafir jang merintangi kepada kemerdekaan kita sekarang ini adalah fardhoe ’ain bagi tiap2 orang Islam jang moengkin meskipoen bagi orang kafir.
b) Hoekoemnja bagi jang meninggal dalam peperangan melawan NICA serta komplotanja adalah mati sjahid.
c) Hoekoemnja orang jang memetjahkan persatoean kita sekarang ini wadjib diboenoeh.
Mengingat fatwa terseboet, maka pada Allah … selaloe siap sedia berdjoeang dengan sekoat tenaga oentoek membela Agama dan Kemerdekaan
II. Jang berhoeboeng amalan
a) Segenap Oemat Islam soepaja mengamalkan Solat-hajat jang bermaksoed memohon kepada Toehan Allah s.w.t keselamatan dan lansoengnja kemerdakaan Indonesia.
b) Memperbanjak sedekah teroetama oentoek memberi bekal kepada pradjoerit-pradjoerit kita jang sama bertempoer.
c) Memperbanjak poeasa. Ditengah mendjalankan poeasa (sebeloem boeka), memperbanjak amalan Istighfar (minta ampoen kepada Toehan) dan doa (Tanjakanlah kepada Alim Oelama tentang Istighfar dan doanja).
d) Memperbanjak membatja Alqur’an (teroetama Soerat Al Baqoroh ataoe Surat Alam-nasjrah dan Alam-tara).
(Kedaulatan Rakjat, 20 Nopember 1945)
(Disarikan dari buku Resolusi Jihad, “Perjuangan Ulama dari Menegakkan Agama Hingga Negara” Tim Sejarah Tebuireng, 2015 dan Masterpice Islam Nusantara Sanad dan Jejaring Ulama-Santri(1830-1945), Zainul Milal Bizawie, 2016.)