teburieng.co – Meneroka samudera hikmah Gus Sholah adalah wujud lain dari kecintaan kepada Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng KH Salahuddin Wahid (2006-2020).
Lautan hikmah Gus Sholah tidak akan cukup dituliskan dalam buku sebanyak apa pun, karena ia adalah keteladanan seluruhnya. Ke mana ia pergi, memberikan atsar positif bagi yang disinggahinya.
Ia memandang jauh ke depan, sembari menyiapkan infrastruktur sistem untuk mewujudkan visinya. Sikapnya lurus, tidak mencla-mencle terkadang disalahartikan oleh kebanyakan orang, kritiknya selalu bernas tanpa menjatuhkan, karena bebas kepentingan.
Karismanya lahir bukan kebetulan, tapi dibentuk dengan perjuangan. Laksana pakaian yang beliau tenun dengan benang kesabaran, kesederhanaan, ketenangan, ketawaduan, dan ketakwaan.
Tutur katanya halus, logika berpikirnya runut, laku dan katanya selalu berjalan berdampingan tak pernah berparak.Kepemimpinan beliau di Pesantren Tebuireng selama 14 tahun telah mentransformasi pesantren menjadi besar dan berwibawa.
Meneroka samudera hikmah dari Gus Sholah bisa dimulai dari berdirinya Madrasah Muallimin, Ma’had Aly, Trensains dan puluhan cabang Tebuireng di seluruh Indonesia adalah warisan terindah bagi Tebuireng. Karyanya bisa kita lihat hari ini.
Tutur katanya tidak banyak tapi melekat dalam hati pendengarnya, karena kata yang berpangkal dari hati selalu bermuara abadi di hati. Gus Sholah memiliki posisi spesial di hati santrinya, tentu yang saya sampaikan subjektif, tapi kisah ini mutawatir.
Kepandaian Gus Sholah menghargai orang lain sudah menjadi konsensus bagi para santri. Tak terbantahkan ketinggian akhlaknya, semua orang yang pernah bersentuhan langsung dengan Gus Sholah merasa dekat dan dihargai.
Gus Sholah bisa menempatkan diri dengan siapa ia bertutur, semuanya merasa menjadi bagian penting dalam diri Gus Sholah. Seorang pengajar di Tebuireng pernah bercerita kepada penulis, “Di kampung saya, orang-orang menganggap saya adalah tangan kanan juga kinasihnya Gus Sholah.
Karena, setiap saya mengadakan acara di rumah, Gus Sholah selalu menyempatkan untuk hadir jika memang tidak ada agenda yang bersamaan. Saya merasa bukan siapa-siapa, tetapi Gus Sholah memperlakukan saya seperti itu, dan akan selalu seperti itu, menghargai siapa pun.”
Kemampuan menghormati orang lain sampai mereka merasa diwongke adalah bukti keluhuran budi dan kedalaman spiritualitasnya. Gus Sholah sangat egaliter, ini yang membuatnya memiliki posisi spesial di hati para santrinya.
Baca Juga: Tafsir Pemikiran Politik Gus Sholah
Meneroka samudera hikmah dari Gus Sholah membuat kita diingatkan oleh perangai Nabi, semua sahabat merasa dekat dan memiliki posisi spesial di hati Rasulullah Saw. Gus Sholah mengamalkan akhlak Nabi Saw. kepada orang di sekitarnya.
Pemikiran kebangsaan Gus Sholah bisa dilihat dari didirikannya Pusat Kajian Pemikiran Hasyim Asy’ari dan mengembangkan Universitas Hasyim Asy’ari. Ia salah satu tokoh nasional pembawa moderasi Islam yang konsisten mengampanyekan keislaman dan keindonesiaan agar tidak pernah dipisahkan.
Sisa umurnya ingin dibaktikan untuk umat dan bangsa. Gus Sholah tidak hanya jauhari berwacana tapi juga piawai dalam mengeksekusinya. Di awal tahun 2013, Gus Sholah berkeinginan mendirikan lembaga thing tank, menjadi cikal bakal Pusat Kajian Pemikiran Hasyim Asy’ari.
Saat itu, ia menjelaskan gagasan ini kepada seluruh Tim Tebuireng Media Grup. Akhirnya kami awali dengan kajian pemikiran Imam Al-Ghazali, diampu oleh Prof Abdul Kadir Riyadi, dan saya sebagai koordinator kajiannya.
Gus Sholah membuka dan mengikuti kajian ini dari awal sampai akhir, kegembiraan dan keseriusan dalam mengikuti diskusi terpancar dari wajahnya.
Di akhir acara Gus Sholah berpesan, “Tolong saya diingatkan dan dikabari selalu untuk mengikuti kajian ini, kalau sedang di Tebuireng, saya akan meluangkan waktu untuk ikut diskusi.”
Gus Sholah memberikan teladan kepada santri agar menjadi pembelajar sejati, tidak sungkan untuk duduk satu kelas dengan para santrinya, tidak enggan berdiskusi, dan tidak otoriter dalam berpendapat.
Gus Sholah juga seorang humanis, ulama cum aktivis pejuang penegakan Hak Asasi Manusia. Aktivitasnya bisa kita lihat dalam membela minoritas. Ia sangat peduli diskriminasi terhadap minoritas.
Dalam kasus pengusiran syiah di Sampang, Jawa Timur dan Puger, Jember, Jawa Timur, Gus Sholah mengirim tim untuk melakukan penelitian dan memberikan advokasi terhadap korban kekerasan, saya menjadi bagian dalam tim tersebut.
Setiap kali saya sowan, Gus Sholah selalu bertanya tentang perkembangan akademik, seperti mengajar di mana sekarang, lanjut kuliah atau tidak. Beberapa kali mendorong saya untuk melanjutkan sekolah.
Berkat rekomendasi Gus Sholah, saya mendapatkan dua beasiswa, dari Afrika Selatan dan LPDP Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Suatu hari saya mengirim pesan untuk meminta rekomendasi dari Gus Sholah untuk kepentingan beasiswa, saat itu bersamaan dengan jadwal kunjungan resmi pejabat penting berpengaruh dari Jakarta .
Maksud saya hanya untuk memberi kabar, dan apabila tidak bisa, saya bisa menunda sowan di lain waktu. Tanpa diduga, Gus Sholah memberi waktu dan meminta saya untuk ke Ndalem sebelum tamu dari Jakarta datang.
Untuk urusan pendidikan dan kaderisasi sosok Gus Sholah selalu merespons dengan baik, tidak setengah-setengah dan seakan tidak mau menundanya. Ia selalu all out mendorong dan mendoakan santrinya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Ia selalu berharap santrinya mengamalkan ilmu sesuai kompetensi intinya.
Kecintaan Gus Sholah ke Nahdlatul Ulama (NU)
Meneroka samudera hikmah dari Gus Sholah tidak lengkap rasanya jika tidak melihat dari sisi kecintaannya pada NU, organisasi yang didirikan kakeknya, tidak diragukan. Kritiknya selalu tajam, nothing to lose, ciri orang yang tidak punya kepentingan.
Ini yang sering disalahpahami banyak orang. Ia hanya ingin melihat NU sesuai dengan cita-cita para pendirinya. Gus Sholah sudah selesai dengan dirinya, tidak menginginkan jabatan apa pun, apalagi hanya ketua PBNU.
Bagi sebagian orang yang melihat dari luar, kritik Gus Sholah pada NU seolah hanya keinginan mendapatkan jabatan. Pada Muktamar NU 2015 di Jombang misalnya, Gus Sholah dituduh menggembosi muktamar.
Baca Juga: Pesan Gus Sholah untuk Muktamar NU
Saat itu saya menjadi panitia, dan tahu bagaimana suasana berlangsung, lebih mirip kongres partai politik daripada organisasi keislaman.
Ini yang ingin Gus Sholah luruskan, berjuang mengembalikan NU ke khittahnya, sebagai ormas bukan partai politik, juga bukan organisasi yang bisa dimanfaatkan secara oportunis bagi para politikus untuk merebut kekuasaan, ini adalah organisasi para ulama untuk mengayomi umat.
Sayang, pesan ini tidak terlalu sampai kepada khalayak ramai. Ia membukakan jalan bagi para santri untuk setia pada aturan dan mengamalkan nilai meritokrasi.
Keteladanan yang Menggerakkan
Salah satu yang membuat dawuh Gus Sholah berbobot karena ada kesesuaian antara tindakan dan perkataan. Perubahan besar di Tebuireng, bisa terjadi karena teladan tersebut.
Keindahan dan kebersihan pondok terjaga karena teladan dan nasihatnya, tuturnya menggerakkan. Dalam hal lain juga demikian, dalam mendorong santri untuk menulis, Gus Sholah juga aktif menulis.
Saya pernah diminta Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Ma’had Aly Tebuireng mengundang Gus Sholah untuk berkenan menjadi pembicara di acara ospek sekaligus menutupnya.
Saat itu ia menyanggupi dan minta dijemput, meskipun hujan lebat. Sebelum jam 2 saya sudah bersiap di depan Ndalem Kasepuhan. Seperti biasa, sosok cucu Kiai Hasyim ini sangat disiplin, sudah siap sebelum jam 2 dan sudah menunggu jemputan saya.
Soal menghadiri undangan, selalu tepat waktu. Jarak dari Ndalam ke lokasi acara, di Gedung Yusuf Hasyim cukup dekat, sekitar 100 meter, kami berjalan beriringan, satu payung bersama.
Ketika di depan gedung, ada sampah bungkus permen di depan kami. Saat itu, saya kira sampah kecil tidak masalah dan akan dibersihkan oleh petugasnya kelak. Jadi, saya tidak berniat mengambilnya, cuek saja.
Di luar dugaan, ternyata Gus Sholah berhenti dan memungut sampah “kecil” tersebut. Dalam hati, kenapa saya tidak mengambilnya? Saat itu saya seperti ditampar, malu bukan kepalang.
Benar kata Gus Sholah, karakter itu dari pembiasaan yang terus dilakukan berulang-ulang. Karena biasanya cuek dengan sampah, di depan Gus Sholah juga demikian.
Sejak saat itu, sudah tidak berani lagi buang sampah sembarangan, mendiamkan sampah yang di depan saja rasanya risih, apalagi kalau lihat orang yang buang sampah sembarangan.
Tindakan yang tampaknya sederhana ini telah menggerakkan dan mengubah cara pandangku. Ini yang disebut dengan keteladanan.
Gus Sholah sudah meninggalkan dunia yang fana dengan lautan keteladanan, ia tenang berlayar menuju negeri keabadian.
Pribadi yang sederhana dalam berbusana, jujur dalam bertutur, ikhlas tak harap balas, mendidik dengan contoh terbaik, komitmen pada setiap statement, dan mengayomi setiap santri.
Sebagai santri, kewajiban kita mendoakan kepulangannya, yang terpenting adalah melanjutkan api obor perjuangan yang Gus Sholah nyalakan.
Oleh: Achmad Fathurrohman Rustandi