tebuireng.co – Muktamar Nahdlatul Ulama (NU) akan segera diselenggarakan dalam waktu dekat. Hal ini setelah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) memutuskan akan menyelenggarakan Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama dan Konferensi Besar (Konbes) NU, pada 25-26 September 2021 mendatang.
Putusan itu ditetapkan PBNU dalam rapat pengurus harian syuriyah dan tanfidziyah di Prigen, Pasuruan, Jawa Timur, Selasa 7 September 2021.
Salah satu agenda penting yang akan dibahas pada Munas dan Konbes NU 2021 mendatang adalah keputusan penyelenggaraan Muktamar ke-34 NU. Pada forum itu, diharapkan tanggal definitif pelaksanaan muktamar bisa diputuskan dan disepakati.
Sebelum Muktamar ke-34 NU diselenggarakan, ada baiknya panitia acara dan warga nahdliyin belajar dari peristiwa dua muktamar sebelumnya, agar hal yang memalukan tidak terjadi kembali seperti politik uang.
Dalam hal ini, mengingat kembali pesan almarhum KH Salahudin Wahid (Gus Sholah) terkait muktamar dirasa perlu dan urgen.
Gus Sholah memiliki pesan agar Muktamar NU tetap berwibawa, maka ia meminta para pelaku yang dulu Muktamar ke-32 dan ke-33 main politik uang untuk tidak mencalonkan diri lagi sebagai ketua umum dalam Muktamar NU selanjutnya.
[Tweet “Gus Sholah minta tidak ada politik uang di Muktamar NU”]
Gus Sholah berkata demikian karena cucu pendiri NU KH Hasyim Asy’ari ini mendapatkan informasi cukup banyak terkait siapa yang bermain uang dalam pergelaran Muktamar NU di Makasar dan Jombang. Namun Gus Sholah enggan menyebut orang yang dimaksud.
Pemikiran Gus Sholah ini diakui juga oleh budayawan Indonesia Emha Ainun Najib (Cak Nun) yang menceritakan terkait keinginan Gus Sholah sebelum tutup usia.
Cak Nun mengatakan Gus Sholah menginginkan Mukatamar Nahdlatul Ulama (NU) terhindar dari politik uang. Muktamar NU yang berlangsung bersih sebagaimana khitahnya dulu
Cerita ini disampaikan Cak Nun saat berkunjung ke Jalan Bangka Raya Nomor 2, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, Senin 3 Februari 2020 setelah Gus Sholah wafat sehari sebelumnya.
Pesan Gus Sholah selanjutnya terkait Muktamar NU yaitu melarang intervensi partai politik. Baginya, partai politik tidak boleh ikut campur di Muktamar NU. Adik kandung Gus Dur ini melihat fakta dalam beberapa muktamar terakhir, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) terlalu jauh masuk dalam internal NU. Beberapa partai yang lain juga begitu.
Ia melihat peran PKB begitu besar dalam dugaan adanya iming-iming (money politics) untuk memuluskan sistem Ahlul Halli Wal Aqdi (AHWA) dalam proses pemilihan rais am dan ketua umum tanfidziyah (pelaksana) PBNU.
Jika model money politics tetap dipergunakan, maka pelan-pelan NU akan kehilangan roh jihadnya dan akan mendorong semangat pragmatisme. Bagi Gus Sholah, NU adalah jam’iyah diniyah islamiah bukan parpol.
Secara tegas Gus Sholah juga menyampaikan ketidaksepakatannya jika pemilihan rais am menggunakan sistem AHWA. Sebab, aturan dalam organisasi ditentukan oleh AD/ART yang di dalamnya bahwa pemilihan rais am dan ketua umum tanfidziyah ditentukan oleh muktamirin, bukan AHWA.
Gus Sholah setuju AHWA diterapkan jika aturan itu sesuai AD/ART. Pada tahun 2015 ini jadi perdebatan karena di AD/ART tidak disebutkan AHWA, tapi dipaksakan pada Muktamar ke-33 NU.
Gus Sholah melakukan hal ini semua karena kecintaan pada NU. Kecintaan pada NU ini tampak ketika di akhir usianya, Gus Sholah masih memikirkan NU.
Putra KH Salahudin Wahid atau Gus Sholah, Irfan Asy’ari Sudirman Wahid menceritakan bahwa ayahnya sebelum wafat selalu mengajak bicara ihwal pondok pesantren, film, kebangsaan, dan muktamar Nahdalatul Ulama (NU).
Pesan-pesan Gus Sholah adalah pengingat dari keturunan pendiri NU KH Hasyim Asy’ari tentang pentingnya menjaga jati diri NU, terutama dalam pergelaran muktamar. Semoga muktamar ke depannya lebih baik