Memasuki abad ke-2 Nahdlatul Ulama (NU), peran dan pengaruh NU semakin meluas dan bisa dirasakan hingga ke tingkat global.
Hal ini sebagaimana disampaikan oleh H Muhammad Cholil, COO Center for Shared Civilizational Values, North Caroline, USA dalam acara halaqah nasional dengan tema yang bertajuk “Strategi Peradaban Nahdlatul Ulama” di Pondok Pesantren Al-Munawwir, Krapyak, Yogyakarta pada senin, (29/01/24).
Ia mengungkapkan bahwa selama lebih dari satu abad, NU telah berperan sebagai penun juk arah, membantu dan membimbing masyarakat nusantara melewati pergulatan dan arus se jarah sehingga bisa menemukan pelabuhan yang aman dalam kebenaran agama. Dengan perjalanan yang cukup panjang, pengaruh NU akhirnya juga turut dirasakan oleh masyarakat di tingkat internasional seperti masyarakat barat yang meliputi Amerika dan Afrika.
Hal ini terjadi setelah negara barat mengalami proses sekularisasi pada 300 tahun terakhir. Sekularisasi yang terjadi akibat adanya pertikaian internal agama antara protestan dan katolik menyebabkan banyak masyarakat disana menganggap bahwa agama adalah sumber masalah dan tidak bisa dijadikan solusi. Proses sekularisasi tersebut akhirnya melemahkan nilai-nilai agama sehingga mengancam kekokohan masyarakat barat itu sendiri.
Hilangnya kepercayaan terhadap agama di negara barat juga di iringi dengan perpecahan dalam keluarga serta hilangnya rasa hormat terhadap tradisi dan norma-norma yang berlaku sehingga membuat masyarakat disana terkatung-katung tanpa landasan moral dan spiritual.
Sementara itu, apa yang dianggap kebenaran yang jelas dan universal di Indonesia seperti keberadaan Tuhan, kesakralan pernikahan dan perbedaan biologis antara laki-laki dan perempuan seperti yang telah menjadi ajaran NU, dalam banyak kasus justru menjadi kontribusi besar di barat untuk membuat masyarakat disana sedikit demi sedikit bergerak menuju kebaikan dan kebenaran.
H Muhammad Cholil mengungkapkan bahwa dalam hal ini, secara tidak langsung masyarakat barat mencerminkan dirinya sebagai makhluk Tuhan yang tetap memiliki hati nurani. Ia mengatakan bahwa setiap manusia memiliki jiwa yang diciptakan oleh Tuhan yang mana setebal apapun kegelapan menghalangi mereka dari kebenaran, jiwa mereka tetap memiliki kecenderungan untuk tetap merindukan cahaya Tuhan.
Hal inilah yang kemudian membuat masyarakat di dunia mudah menerima organisasi seperti NU karena dianggap dapat menjadi pedoman dan acuan untuk mengingatkan masyarakat akan asal usulnya sebagai manusia.
Ia menyampaikan bahwa para penganut agama di negara lain termasuk mereka yang berbeda agama sangat terinspirasi ketika mengetahui misi NU yang terangkum dalam motto merawat jagat, membangun peradaban.
COO Center for Shared Civilizational Values, North Caroline, USA tersebut berharap kebangkitan NU di tingkat global akan terus membawa islam yang rahmatan lil alamin kepada seluruh umat manusia dengan menjadi jalan keluar dari berbagai kesulitan dan krisis yang menghadang peradaban modern.
Baca juga: Gus Yahya Jelaskan Tantangan NU Memasuki Abad ke-2