Istana Merdeka dan Presiden Keempat RI Gus Dur punya cerita unik. Presiden ke-4 RI KH Abdurrahman Wahid mulai naik setelah dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) hasil pemilu 1999 Masa kepresidenan Abdurrahman Wahid dimulai pada 20 Oktober 1999 dan berakhir pada Sidang Istimewa MPR pada tahun 2001. Tepat 23 Juli 2001, kepemimpinannya digantikan oleh Megawati Soekarnoputri.
Greg Barton dalam buku Biografi Abdurrahman Wahid, Gus Dur ditulis berniat tinggal di Istana Merdeka, yang dulunya kediaman gubernur jenderal Belanda. Sebelumnya, Soekarno juga menjadi Istana Merdeka sebagai kediaman resmi. Sementara Suharto jarang tinggal di Istana Merdeka.
Kata Barton, ada cerita unik, ketika Gus Dur sekeluarga pindah ke Istana, mereka dihentikan di pintu masuk dan diberitahu bahwa mereka harus bernegosiasi dengan roh halus penjaga Istana. Istana Merdeka di bawah kepemimpinan Suharto praktis tidak terpakai.
Banyak yang percaya Istana ini ada hantunya, terutama sebuah kamar di ujung ruang utama. Ruang itu dibuka setahun sekali sebagai tempat penyimpanan bendera pusaka. Tempat itu juga jarang dibersihkan dan disambangi penjaga istana.
Begitu Gus Dur datang, mendadak semua orang menjadi berani. Para penjaga istana juga menjadi tidak takut dengan hantu-hantu di Istana. Gus Dur memang dikenal sebagai tokoh besar dari pesantren. Dunia pesantren terbiasa dengan hal mistis.
Cerita lain terkait Gus Dur dan Istana Negara yaitu saat Idul Fitri. Merujuk buku “Presiden Gus Dur: The Untold Story”, karya Priyo Sambadha Wirowijoyo, halaman 82-88 diceritakan pada tahun Idul Fitri 2000, Presiden Gus Dur ingin open house di Istana Merdeka.
Gus Dur ingin menerima rakyat, siapapun dan dari manapun, dalam suasana Idul Fitri. Gus Dur ingin istana kepresidenan menjadi benar-benar istana rakyat. Sebuah keputusan yang berani dan tidak biasa.
Bagian kerumahtanggaan istana menyarankan agar presiden menerima rakyat di teras istana saja. Apa daya, Gus Dur malah bersikeras ingin agar Open House digelar di ruang utama (credential room), tempat presiden menerima presiden negara lain, duta besar, dan tamu kehormatan negara lain.
Masalahnya, karpet di ruang utama masih kinyis-kinyis, masih baru.
“Lha karpet itu kan rakyat juga yang beli….” jawab Gus Dur dengan santai.
Maka, jadilah momentum Idul Fitri tahun 2000 itu Lebaran Rakyat. Ribuan rakyat antri mengular ingin menikmati Istana Merdeka dari dekat. Ada yang bersepatu dan berpakaian rapi, ada yang bersarung, bahkan ada yang bercelana kumal bersandal jepit karet yang talinya disambung rafia karena putus. Yang terakhir ini berasal dari Lamongan, demikian pengakuan pria ini kepada wartawan. Ia berangkat khusus demi momentum ini.
Rombongan tuna netra juga hadir, tukang kebon dan pasukan kuning di Tugu Monas malah hadir dengan baju kebesaran berwarna oranye dan aroma yang khas sampah. Anak-anak jalanan juga datang diiringi orangtuanya. Semua diterima oleh Presiden Gus Dur.
Lucunya, Menteri Pertahanan saat itu Mahfud MD bersama istri yang datang telat memilih ikut antri, meski sebagai anggota kabinet ia bisa melewati jalur khusus. Pak Mahfud malah senyum-senyum meladeni rakyat yang ingin berjabat tangan dengannya.
Hari itu, istana megah benar-benar dikukuhkan Gus Dur sebagai istana rakyat dan mereka dijamu dengan spesial. Karpet istana yang mahal dan mewah, yang dibeli memakai uang rakyat, benar-benar dinikmati rakyat.
Karpet berwarna biru tua dengan kembang-kembang kuning keemasan di sepanjang tepiannya itu telah kumal terinjak oleh kaki rakyat yang sebelumnya menjejak gerimis di tanah. Hari itu, Istana Merdeka benar benar menjadi istana rakyat.
Baca Juga: