tebuireng.co– Ada dua kisah wali yang menunjukkan kepada kita semua, betapa tinggi derajat seseorang yang bisa sabar menghadapi istri, yang pertama adalah kisah Syekh Abdurrahman Bajalhaban dan yang kedua adalah kisah dari al-Imam al-Quthb Ahmad ar-Rifa’i
Kisah Pertama
Pada zaman dahulu di sebuah desa bernama Bajalhaban di negeri Hadhramaut, Yaman. Tersebutlah seorang shalih yang dikenal dengan nama Syekh Abdurrahman Bajalhaban, beliau adalah seorang wali yang memiliki derajat yang tinggi di sisi Allah, namun beliau tidak mengetahui dirinya memiliki keistimewaan seperti itu.
Beliau dikaruniai oleh Allah Swt seorang istri yang cerewet. Setiap hari kerjaannya hanya marah-marah dan ngomel-ngomel. Sedangkan Syekh Abdurrahman Bajalhaban adalah orang yang sabar, beliau selalu menghadapi istrinya dengan kesabaran. Tidak pernah beliau membalas keburukan dengan keburukan, omelan dengan omelan. Seandainya beliau menghadapi sifat keras istrinya dengan kekerasan pula, maka rumah tangga itu akan menjadi neraka.
Suatu saat beliau mempunyai keinginan berkholawat (menyepi) untuk beribadah mendekatkan diri kepada Allah SWT di sebuah tempat bersama orang-orang yang beribadah. Beliau merasa lebih baik beribadah dari pada terus-terusan bersama istri yang kerjaannya selalu ngomel melulu.
Beliau pun berpamit kepada istrinya dan seperti biasa jawabannya adalah omelan dan omelan. Setelahnya, beliau naik ke gunung terdekat dari kotanya dan di situ beliau menemukan dua orang yang sedang beribadah.
Singkat cerita, beliau dapat bergabung bersama mereka dengan syarat harus mau piket mencari makan untuk mereka, sebagaimana adat mereka untuk mencari makan secara bergantian setiap harinya.
Kemudian pada saat ketiga orang ini butuh makanan, maka dua orang ini berdo’a pada Allah sambil tawassul pada wali Allah, dan saat itu juga Allah memberi tiga roti.
Dan tibalah giliran pada Syekh Abdurrahman untuk berdo’a, beliau sempat bingung do’a apa dan tawassul pada siapa dua temannya itu saat berdo’a.
Ketika pada suatu saat beliau kena giliran piket, beliau bingung harus mencari makanan di mana. “Lebih baik aku meminta kepada Allah,” gumam beliau.
“Tetapi dengan siapakah aku harus bertawassul? Ah, lebih baik aku bertawassul dengan wali yang ditawassuli oleh teman-temanku itu, meskipun aku tidak tahu siapakah yang mereka tawassuli,” kata beliau dalam hati.
Maka beliau pun duduk di tempat sepi mengangkat tangan seraya berdo’a, “Ya Allah berkat kemulyaan wali yang ditawassuli oleh teman-temanku itu, maka turunkanlah untukku dan teman-temanku makanan yang lezat.”
Seketika turunlah makanan-makanan yang lezat dan jumlahnya lebih banyak dari pada kedua temannya. Beliau pun kaget serta kagum, betapa tinggi kedudukan wali yang ditawassuli oleh teman-temannya sehingga sekali tawassul do’a langsung terkabul.
Teman-teman beliau juga kaget ketika beliau datang dengan membawa makanan yang demikian lezat dan banyak, mereka bertanya, “Bagaimana kamu bisa mendapatkannya?” Beliau pun menceritakan semua kejadian yang beliau alami, kemudian beliau bertanya, “Siapakah orang yang kalian tawassuli itu? Demi Allah, kalau bukan karena bertawassul dengan beliau, belum tentu do’aku akan terkabul dengan spontan seperti yang kalian lihat.”
Mereka pun bercerita, “Ketahuilah di desa Bajalhaban, dekat pegunungan ini, ada orang yang shalih dan sabar. Beliau memiliki istri yang cerewet, namun biar pun begitu, beliau sangat sabar terhadap istrinya dan tidak pernah membalas keburukan istrinya dengan keburukan serupa. Karena kesabarannya inilah Allah mengangkat derajat beliau setinggi-tingginya. Beliau dikenal dengan sebutan Syekh Abdurrahman Bajalhaban dan kami selalu bertawassul kepada Allah dengan kemulyaan beliau.”
Mendengar cerita ini Syekh Abdurrahman Bajalhaban kaget, setinggi inikah nilai kesabaran dirinya di sisi Allah Swt? Maka beliau pun berpamit pulang ke desanya tanpa mengemukakan alasan yang jelas. Karena beliau menganggap hidup bersabar bersama istri cerewet ternyata memiliki nilai lebih besar dari pada berkholwat (menyepi) untuk beribadah.
Dan teman-temannya mempersilahkan beliau pulang tanpa mengetahui apa alasan beliau dan siapakah beliau sebenarnya, karena memang beliau tidak pernah memperkenalkan nama beliau kepada mereka.
Ini adalah cerita nyata yang menggambarkan betapa besar beban orang yang memiliki istri cerewet, sehingga Allah Swt membalas kesabaran itu dengan derajat yang tinggi di sisi-Nya. Kalau orang sekelas Syekh Abdurrahman Bajalhaban memang dapat bersabar menghadapi istrinya, tetapi kalau kita yang menempati tempat beliau, belum tentu kita dapat bersabar menghadapi istri seperti itu.
Sehingga impian untuk menjadikan rumah tangganya sebagai “Baiti Jannati” (Rumahku Surgaku) terasa semakin jauh tercapai. Oleh karena itu berhati-hatilah dalam memilih wanita pendamping. Dan jika kita memang ditakdirkan memiliki istri seperti yang dimiliki Syekh Abdurrahman Bajalhaban, maka mari kita tiru sifat beliau, dengan bersabar dan ridho dengan takdir Allah.
Kisah Kedua
Dikisahkan tentang Syekh Ahmad ar-Rifa’i. Beliau adalah seorang wali Allah yang memiliki kedudukan sangat tinggi, bahkan beliau mengatakan, “Saya tidak pernah tidur, kecuali bertemu dengan 2 orang, yaitu Rasulullah Saw dan Nabi Khidir.”
Suatu hari, salah seorang murid beliau bermimpi, bahwa gurunya diberikan sebuah istana dengan berbagai kenikmatannya di dalam surga. Paginya, si murid ingin mengabarkan hal tersebut kepada gurunya. Akan tetapi, dilihat gurunya saat itu sedang dipukuli dan dimarahi oleh istrinya. Melihat hal tersebut, si murid merasa kasihan dan tidak tega, segera ia mendekap Syekh Ahmad ar-Rifa’i sambil berkata kepada istri gurunya: “wahai istri guruku, tolong hentikan hal ini, jika engkau ingin memukul, tolong pukul saja aku.”
Mendengar hal tersebut, Syekh Ahmad ar-Rifa’i membisiki muridnya, “Jangan! Biarkan saja istriku ini, sungguh istana dan segala kenikmatan di surga yang kau lihat di mimpimu itu, aku dapatkan karena rasa sabarku menghadapi hal seperti ini.”
Baca juga: Karomah Mbah Thohir Bungkuk, Guru Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari
Kisah wali yg dari Yaman itu sadar di kitab apa Gus…soalnya itu memberi pencerahan bahwa wali tidak menyadari dirinya wali