tebuireng.co – Sihir bukanlah kosa kata baru dalam Islam. Praktik keji ini bahkan telah terdengar sejak ribuan tahun lamanya. Beberapa Nabi Allah diriwayatkan pernah terdampak.
Sihir umumnya dimainkan oleh jin dan kerjasama dengan manusia. Kerjasama dengan jin tentu cukup bahaya. Apalagi bagi orang biasa. Nabi Sulaiman saja pernah dikhianati oleh jin yang ditaklukannya.
Setiap kali ke kamar kecil, Nabi Sulaiman selalu menitipkan cincin yang dikenakannya kepada sang istri. Singkat cerita, istri Nabi Sulaiman memberikan cincin tersebut kepada jin yang ditaklukkan Nabi Sulaiman.
Dengan cincin itu, jin mengubah dirinya merupai Nabi Sulaiman, lalu menduduki singgasana Nabi Sulaiman. Tak ada yang berubah saat jin itu menguasai kerajaan Nabi Sulaiman. Semuanya pun patuh terhadap jin yang menyerupai Nabi Sulaiman.
Sedangkan Nabi Sulaiman yang asli tak diakui oleh umatnya dan disebut sebagai orang gila. Pada akhirnya Nabi Sulaiman menangis, berdoa, dan bertaubat. Maka Nabi Sulaiman kembali memimpin kerajaannya. Namun, menurut Gus Baha itu hadisnya tidak sahih.
Tidak hanya itu, ketika Nabi Sulaiman meninggal dunia, setan menyebarkan isu bahwa Nabi Sulaiman bisa menaklukkan berbagai makhluk karena memiliki buku panduan.
Maka orang-orang membongkar dan menemukan buku tersebut. Itu sebabnya, Nabi Sulaiman disebut sebagai tukang sihir. Lantaran rekayasa buku sihir yang seakan-akan karya Nabi Sulaiman.
Bertahun-tahun setelah munculnya keyakinan bahwa Nabi Sulaiman adalah tukang sihir, maka Nabi Muhammad SAW meluruskan itu semua. Rasulullah SAW menyampaikan kekeliruan yang terjadi dan menceritakan tipu daya setan.
Hal ini terekam di Surah Al-Baqarah ayat 102, misalnya, ayat ini menjelaskan bahwa sihirawalnya berasal dari dua malaikat, Harut dan Marut, yang mana Allah menurunkan keduanya sebagai ujian bagi manusia.
Quraisy Shihab melalui bukunya, Kumpulan Tanya Jawab Mistik, Seks, dan Ibadah, menjawab pertanyaan ihwal Harut dan Marut.
Ia menjelaskan, menurut sementara ulama, Harut dan Marut merupakan dua orang manusia yang begitu taat kepada Allah sampai-sampai keduanya dinamai malaikat. Berbeda dengan itu, kalangan ulama lainnya berpendapat, keduanya memang malaikat.
Hal yang sama juga pernah terjadi di masa Nabi Musa. Ketika Musa mengajak Fir’aun menyembah Allah, ia menolak dan menantang Musa. Fir’aun memanggil tukang sihirnya lalu diadu dengan Nabi Musa.
Dalam konteks Nabi Muhammad SAW, seorang Yahudi, Labid bin A’sham, pernah berupaya menyihir untuk mencelakakan Rasulullah. Sihir menyerang nabi.
Kisah ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim, suatu hari Rasulullah SAW merasakan badan yang kurang enak. Setelah ditelusuri ternyata ada yang mengirim sihir dengan menggunakan rambut Rasulullah yang kemudian dimasukkan ke sumur Dzarwan. Peristiwa ini pula yang menjadi asbabunnuzul dari Surat Mua’awwidzatain (Al-Falaq dan An-Nas).
Namun, Allah memperlihatkan dan menyelamatkan Rasulullah dari sihir tersebut. Kisah ini disarikan Ibnu Katsir dari Shahih Bukhari dan Shahih Muslim. Terkait Nabi Muhammad terkena sihir ini, ada beberapa pendapat yang membenarkan dan menolak.
Dalam kitabnya Zaad Al-Ma’ad, Ibnu Al-Qayyim mengatakan, sihir yang menimpa Nabi SAW adalah bentuk dari sakit-sakit pada umumnya yang Allah sembuhkan, tidak mengurangi dan membuat cacat kemuliaannya.
Pada dasarnya sakit boleh saja menimpa para nabi termasuk pingsan, Nabi SAW pernah pingsan ketika sakit.
Pendapat kedua, sihir hanya mengenai fisik Nabi Muhammad dan anggota tubuh. Jadi yang dikenai tidak sampai pada hati, keyakinan dan pikirannya. Pendapat ini dikemukakan oleh Hakim Ayyad, dan Ibnu Hajar Al-Haytami.
Pendapat ketiga, menyatakan bahwa riwayat yang menyebutkan Nabi Muhammad SAW terkena sihir adalah tidak benar. Pendapat ini di antaranya dipegang oleh kaum Muktazilah. Dasarnya adalah firman Allah SWT dalam surat Thaha ayat 69.
قال بل ألقوا فإذا حبالهم وعصيهم يخيل إليه من سحرهم أنها تسعى
“Dia (Musa) berkata, ‘Silakan kamu melemparkan!’ Maka tiba-tiba tali-tali dan tongkat-tongkat mereka terbayang olehnya (Musa) seakan-akan ia merayap cepat, karena sihir mereka”
Dari beberapa peristiwa ini, sihir sebagai sebuah ilmu tidak lepas dari hasrat manusia untuk terus berkuasa, dengki, dan kebencian dalam catatan sejarah peradaban manusia.
Buku Ensiklopedia Islam untuk Pelajar mengungkapkan, ada 30 ayat Al-Quran yang berkenaan tentang sihir. Mungkin sebagian manusia, khususnya Muslim bertanya, bagaimana persepsi Islam tentang sihir? Apakah benar adanya?
Mayoritas ulama berpendapat bahwa sihir adalah nyata dan bisa berdampak kepada orang lain, baik berupa sakit, hilang akal, bahkan meninggal.
Ayat Al-Qur’an pada Surat Al-Baqarah ayat 102 merupakan salah satu dalil yang dimbil oleh mayoritas ulama.
Imam Abu Muhammad Al-Husain Al-Baghawi dalam menafsirkan ayat di atas, menuqil pendapat Imam As-Syafi’i yang menyatakan bahwa sihir dapat menjadikan seseorang berkhayal melakukan sesuatu, dapat menyakiti, bahkan membunuh.
Dengan demikian, seperti halnya diberlakukan qishas dalam Islam. Maka diberlakukan pula hal yang sama bagi orang yang dengan sengaja menggunakan sihir untuk membunuh seseorang.
Hanya saja, dalam hukum yang diberlaku di Indonesia, sihir sulit dibawa ke ranah hukum. Karena konstitusi yang ada menuntut barang bukti nyata. Ini sulit ditemui dalam praktiknya.
Jika sihir yang dimilikinya diketahui dapat mematikan dengan pengakuannya sendiri atau dua saksi yang adil, maka ia wajib diqishos.
Namun, bila sebaliknya, dalam artian sesuatu tersebut tidak mematikan atau jarang mematikan, maka tidak wajib qishos akan tetapi harus bayar diyat/denda, karena pembunuhan itu termasuk Syibhul ‘Amdi (serupa dengan pembunuhan yang diseganja).
Begitu pula jika terdapat kesalahan seperti bermaksud pada orang lain, lalu mengenai orang tersebut, maka termasuk Al-Khatha (pembunuhan salah sasaran) juga wajib baginya membayar denda.
Golongan Mu’tazilah berpendapat bahwa sihir hanyalah sebuah tipuan yang tidak benar-benar ada. Mereka mengungkapkan bahwa seandainya seorang ahli sihir mampu berjalan di atas air, terbang di udara, atau mengubah debu menjadi emas secara nyata. Maka hal tersebut dapat membatalkan pembenaran terhadap mu’jizat para Nabi dan mengakibatkan kerancuan antara yang haq dan yang batil.
Dari pendapat di atas, Imam Muhammad Ali As-Shobuni menjelaskan bahwa dalil yang digunakan mayoritas ulama lebih kuat, dikarenakan adanya dampak kebencian di antara suami istri yang terkena sihir sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an tidak lain kecuali menetapkan bahwa sihir dapat berdampak bagi manusia dengan izin Allah.
Sedangkan mengenai pendapat Mu’tazilah yang menyatakan akan ada kerancuan antara sihir dengan mukjizat jika sihir dinyatakan ada, jelas tidak dapat diterima karena mukjizat diberikan Allah khusus sebagai tanda kenabian yang tidak bisa dimiliki atau dijarkan orang lain, sedangkan sihir bisa didapat bila dipelajari dan dapat pula diajarkan kepada orang lain.
Himmayatul Husna/Abdurrahman