Bulan Safar yang menjadi urutan bulan kedua dalam kalender hijriah memiliki sejarah dan keistimewaan tersendiri. Hal ini ditandai dengan adanya beberapa peristiwa penting yang terjadi di dalamnya.
Diantaranya adalah pernikahan Rasulullah dengan Sayyidah Khadijah yang berlangsung pada bulan Safar. Selain itu, Rasulullah juga menikahkan putrinya yakni Sayyidah Fatimah Az-Zahrah dengan Ali bin Abi Thalib pada bulan Safar.
Hal tersebut dilakukan Rasulullah sebagai upaya menggugurkan stigma negatif orang-orang pada masa Jahiliyah terhadap bulan Safar yang menganggap bulan Safar sebagai bulan sial. Sehingga, apabila sudah memasuki bulan Safar mereka enggan berdagang karena khawatir rugi bahkan enggan melangsungkan pernikahan karena khawatir nantinya akan menimbulkan banyak masalah dan membuat usia pernikahan tidak bertahan lama.
Anggapan sial terhadap bulan Safar juga dibantah oleh Rasulullah melalui hadisnya. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari
حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ قَالَ سَمِعْتُ قَتَادَةَ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا عَدْوَى وَلَا طِيَرَةَ
Telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Basyar telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja’far telah menceritakan kepada kami Syu’bah dia berkata, saya mendengar Qatadah dari Anas bin Malik radliallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda: “Tidak ada ‘adwa (keyakinan adanya penularan penyakit) dan tidak pula thiyarah (menganggap sial pada sesuatu sehingga tidak jadi beramal)
Peristiwa lain yang terjadi pada bulan Safar adalah awal mula berangkatnya Rasulullah bersama Abu Bakar dalam momen hijrah menuju Madinah. Dalam kisahnya, perjalanan hijrah Rasulullah yang dimulai pada bulan Safar nantinya tiba di Madinah pada bulan Rabiul Awal. Hal ini juga berkaitan dengan sejarah penamaan bulan Safar.
Seperti yang dijelaskan oleh Syaikh Ibn Mandzhur dalam kitab Lisanul ‘Arab yang menerangkan bahwa di antara sebab penamaan bulan Safar adalah kata safar diambil dari “صفر ” (sufara) yang artinya “kuning”, karena ketika orang Arab hendak menamakan bulan, saat itu cuacanya sangat dingin sehingga permukaan bumi nampak kuning karena rumput yang mati dan daun kering yang berjatuhan maka dinamakanlah bulan tersebut bulan Safar disusul dengan bulan rabi’ yang artinya semi (tumbuhan mulai tumbuh).
Momen hijrah Rasulullah juga bisa menjadi bantahan terhadap anggapan sial bulan Safar. Sebab seperti yang diketahui bahwa Hijrah Rasulullah yang dimulai pada bulan Safar merupakan awal mula suksesnya dakwahnya Rasulullah dengan lahirnya peradaban Islam di Madinah.
Selain itu, peristiwa penting yang terjadi pada bulan Safar adalah terjadinya perang Abwa atau yang juga disebut perang Waddan yang merupakan perang pertama dalam sejarah Islam pada tahun kedua setelah Rasulullah hijrah ke Madinah. Dalam Al-Qur’an disebutkan
أُذِنَ لِلَّذِينَ يُقَاتَلُونَ بِأَنَّهُمْ ظُلِمُوا وَإِنَّ اللَّهَ عَلَى نَصْرِهِمْ لَقَدِيرٌ
Artinya, “Diizinkan (berperang) kepada orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka dizalimi. Dan sungguh, Allah Mahakuasa menolong mereka itu.” (QS Al-Hajj: 39)
Dalam tafsirnya, Syekh Dr. Wahbah Zuhaili menjelaskan bahwa ayat ini merupakan ayat pertama yang memberi izin kepada umat Islam untuk melakukan perang. Tepatnya pada tahun kedua setelah hijrahnya Rasulullah ke Madinah. Latar belakang turunnya ayat ini tidak lain disebabkan banyaknya hinaan dan cacian sekaligus ancaman yang kerap diluncurkan oleh orang kafir dan musyrik kepada umat Islam saat itu.
Demikian beberapa peristiwa yang terjadi di bulan Safar. Wallahua’lambisshowab
Penulis: Thowiroh
Editor: Zainuddin Sugendal
Baca juga: Tradisi Rebo Wekasan di Bulan Safar