Halal Bi Halal; Penyempurna Pelebur Dosa – Ramadan dengan segala ritualnya menjanjikan peleburan dosa-dosa kita yang mau menjalankan puasa, qiyam al lail dan ritual-ritual lainnya.
Sebutlah hadits tentang fadhilah puasa, hadits yang tentu kita hafal semua, yaitu sabda Hadhrotur Rosul Muhammad صلى الله عليه وسلم:
[1] مَن صامَ رَمَضانَ إيمانًا واحْتِسابًا غُفِرَ له ما تَقَدَّمَ مِن ذَنْبِهِ
Artinya: “Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadan dengan didasari oleh keimanan dan mengharapkan pahala maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.”
Hal senada pula dijelaskan oleh Sulthon al Ulama’ Syeikh ‘Izz al Din bin Abd al Salam ketika menafsiri penutup ayat wajibnya puasa, beliau dawuh:
[2] معناه لعلكم تتقون النار بصومه فإن الصوم سبب لغفران الذنوب الموجبة للنار
Artinya: “Ma’nanya adalah puasa yang dijalani bisa dijadikan sebagai pelindung dari siksa neraka. Hal ini dikarenakan puasa adalah sebab diampuninya dosa-dosa yang bisa menggelincirkan pelakunya ke dalam neraka.”
Demikian pula qiyam al lail, amalan ini pun juga bisa meleburkan dosa-dosa pengamalnya. Sebutlah salah satu dawuh Hadhrotur Rosul Muhammad صلى الله عليه وسلم:
[3] عن أَبي هريرة – رضي الله عنه – أنَّ رسول الله – صلى الله عليه وسلم – قَالَ: «مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إيمانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ». متفقٌ عَلَيْهِ
Artinya: “Barangsiapa yang menjalankan qiyam al lail (salat sunnah di malam hari) di bulan Ramadan dengan didasari oleh keimanan dan mengharapkan pahala maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.”
Menarik untuk dipertajam, dosa apa saja yang diampuni dengan menjalankan ritual-ritual di atas?
Dalil al Falihin sebagai salah satu syarah kitab Riyadh al Sholihin menjelaskan bahwa dosa-dosa yang diampuni hanyalah dosa-dosa kecil yang berhubungan dengan Hak Allah سبحانه وتعالى. Berikut dawuhnya:
[4] والمغفور من الذنوب بالطاعات، الصغائر المتعلقة بحق الله سبحانه
Artinya: “Dosa-dosa yang diampuni dengan melakukan ketaatan adalah dosa-dosa kecil yang berhubungan dengan Hak Allah سبحانه وتعالى.”
Melihat ibarot ini maka dosa-dosa besar yang berhubungan dengan Hak Allah serta dosa-dosa yang berhubungan dengan sesama manusia tidak masuk dalam pengampunan dengan ibadah-ibadah terebut. So, taubat lah jalan menuju pembebasan dosa-dosa yang tidak di-cover oleh puasa dan qiyam al lail kita di bulan Ramadan.
Terkait dosa dengan sesama manusia, solusi yang diberikan hadis Nabi adalah meminta halal kepada orang yang pernah kita dholimi [4]. Dan meminta halal atas kedholiman yang pernah kita lakukan kepada orang lain ini, alhamdulillah tsumma alhamdulillah dengan manis terbingkai dalam tradisi umat muslim di negeri ini, yaitu Halal bi Halal.
Tugas kita selanjutnya adalah tulus dalam Halal bi Halal; tulus dalam meminta halal serta tulus dalam menghalalkan kesalahan orang lain. Semakin lapang dalam memberikan kebaikan tanpa pandang bulu, apakah orang itu berbuat baik atau tidak kepada kita semakin nyata kita sebagai al washil, yaitu orang yang menyambung tali persaudaraan.
Suatu saat Hadhrotur Rosul dawuh:
[5] عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: ليس الواصل بالمكافئ ولكن الواصل الذي إذا قطعت رحمُه وصلها
Artinya: “Penyambung tali persaudaraan itu bukanlah al mukafi’ (yang berlaku baik hanya kepada yang baik saja), tetapi dialah yang tetap menyambung ketika persaudaraan sudah diputus (tetap memperlakukan dengan baik sekalipun kebaikannya tidak dihargai dan dibalas dengan kebaikan).”
Semoga Halal bi Halal kita melebur dosa-dosa sesama manusia; menyempurnakan penyucian diri ini dari segala dosa.
Happy Ketupat, Pangapunten sedoyo Lepat.
Maroji’:
[1] Hadits ini disebutkan di dalam Shohih al Bukhori dan Shohih Muslim,
[2] Maqoshid al Shoum karya Sulthon al Ulama’ Syeikh ‘Izz al Din ‘Abd al ‘Aziz bin ‘Abd al Salam,
[3] Hadits ini disebutkan di dalam Shohih al Bukhori dan Shohih Muslim,
[4] Berikut Hadits Hadrotur Rosul yang memerintahkan untuk meminta halal atas kedholiman yang pernah kita lakukan:
مَن كَانَتْ له مَظْلِمَةٌ لأخِيهِ مِن عِرْضِهِ أَوْ شيءٍ، فَلْيَتَحَلَّلْهُ منه اليَومَ، قَبْلَ أَنْ لا يَكونَ دِينَارٌ وَلَا دِرْهَمٌ، إنْ كانَ له عَمَلٌ صَالِحٌ أُخِذَ منه بقَدْرِ مَظْلِمَتِهِ، وإنْ لَمْ تَكُنْ له حَسَنَاتٌ أُخِذَ مِن سَيِّئَاتِ صَاحِبِهِ فَحُمِلَ عليه.
Artinya: “Barangsiapa yang mendholimi saudaranya, baik mencederai hargadirinya atau kedholiman yang lain maka hendaknya ia meminta halal (kepada saudaranya yang telah didholimi) sebelum (datang suatu hari dimana) dinar dan dirham tiada lagi berlaku. (Jika di dunia belum terselesaikan, maka) amal baiknya -seberat kedholimannya- akan diberikan kepada orang yang didholiminya dan jika kebaikannya sudah habis maka dosa-dosa orang yang didholiminya akan dibebankan kepadanya.”
[5] Al Adab Al Mufrod karya Imam al Bukhori.
Baca Juga: Idul Fitri dan Maqasid Syariah yang Ternodai