• Tebuireng
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Kolom Pakar
  • Politik
Tebuireng Initiatives
  • Home
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Politik
No Result
View All Result
  • Home
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Politik
No Result
View All Result
Tebuireng Initiatives
No Result
View All Result
  • Home
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Politik
Tebuireng Initiatives

Waktu Imsak di Indonesia salah?

Syarif Abdurrahman by Syarif Abdurrahman
2021-07-26
in Fiqih, Pendidikan, Pesantren
0
Santri Tebuireng (Ist)
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Menjelang Ramadhan 1442 H, ada oknum ustad di media sosial yang menyalahkan adat orang Indonesia terkait waktu imsak. Dalam video yang beredar luas di kalangan masyarakat terlihat sang ustad mengomentari bahwa waktu imsak di Indonesia itu bukanlah waktu imsak yang sebenarnya.

Ucapan dari sang ustad memancing perdebatan panjang di masyarakat Indonesia terutama di media sosial. Kubu pro dan kontra sama-sama mengeluarkan dalil masing-masing. Sebenarnya perdebatan ini bukan hal yang perlu diributkan, di Indonesia sudah saling paham. Nanti umat bingung.

Jika menjelaskan makna imsak silahkan tapi jangan bilang salah kaprah. Itu kasar sekali. Karena sejak kecil masyarakat Islam Indonesia diajari imsak itu lampu kuning dan subuh adalah lampu merah untuk puasa. Kita perlu hormati juga ijtihad para guru.

Bisa dikatakan istilah imsak yang berlaku di Indonesia itu adalah bentuk kehati-hatian saja. Bukan memiliki arti batasan awal berpuasa. Hal ini dikarenakan mayoritas masyarakat Indonesia sudah tahu bahwa batas diperbolehkan untuk makan adalah masuknya waktu subuh. Keterangan ini juga diajarkan di pelajaran fikih sejak kecil.

Logika mudahnya, berhenti makan beberapa menit sebelum salat subuh hanya sebagai bentuk persiapan dan sebuah saran agar lebih baik berhenti makan. Kalau misalnya telat juga tidak apa-apa, tetap makan sampai masuk waktu subuh. Pemberian istilah imsak agar memudahkan orang awam, tapi pada dasarnya mereka juga paham kalau imsak belum masuk waktu sebenarnya untuk mulai puasa.

Hemat penulis, melihat alasan di atas maka tidak perlu saling menyalahkan karena itu sudah menjadi kebiasaan sejak dulu dan tidak bertentangan dengan hukum yang ada. Namun, penjelasan sang ustadz yang mengomentari masalah imsak tersebut memang benar. Hanya saja belum tepat jika disampaikam pada orang awam. Apalagi sampai viral. Sehingga masyarakat tidak sibuk ibadah malah berdebat.

Dipandang dari ilmu balaghah, istilah imsak di Indonesia ini masuk ke dalam majaz mursal dengan alaqah “i’tibaaru maa sayakuunu“. Menyebutkan “yang telah terjadi”. Namun yang dimaksud adalah “yang belum terjadi”.

Contoh lainnya, orang Indonesia menyebut kata “kalimah” dalam bahasa Arab yang artinya adalah “kata”, digunakan untuk menyebut “kalimat” Bahasa Indonesia. Kemudian orang-orang dibilang salah kaprah karena memakai kata kalimat untuk menyebut kalimat padahal kalimat itu adalah kata.

Oleh karenanya, jangan sampai perdebatan ini menghilangkan kekhusyukan bulan ramadhan. Seperti diketahui, makan pukul 02.00 WIB kemudian tidak makan lagi juga sah puasanya. Terpenting semua faham bahwa puasa adalah menahan makan, minum dan hal-hal yang membatalkan mulai subuh sampai maghrib. (Faishal)

Tags: buka puasaimsakislampuasaramadhan
Previous Post

Pandangan Kiai Hasyim Asy’ari Terkait Hukum Puasa Bagi Pekerja Berat

Next Post

Quo Vadis Gerakan Santri dalam Bonus Demografi

Syarif Abdurrahman

Syarif Abdurrahman

Santri Pondok Pesantren Tebuireng.

Next Post
Santri Putri Tebuireng, calon pemimpin masa depan (Foto: Tebuireng online)

Quo Vadis Gerakan Santri dalam Bonus Demografi

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No Result
View All Result

Pos-pos Terbaru

  • Kemenhaj Resmi Rilis Desain Batik Baru untuk Penyelenggaraan Haji 2026
  • Berdakwah Ala Jek: Penuh Humor tapi Teguh Syariat
  • Hati-Hati Bahaya Maghrur, Tertipu Oleh Kebaikan Diri Sendiri
  • Manusia dalam Pancasila: Makhluk Monoplural yang Menyatu dalam Keberagaman
  • Menjadi Mandiri: Seni Berdiri di Atas Kaki Sendiri

Komentar Terbaru

  • Yayat.hendrayana pada Surat Yasin dan Amalan Segala Hajat
  • Universitas Islam Sultan Agung pada Pentingnya Bahtsul Masail sebagai Ruh Pesantren
  • Thowiroh pada Dauroh Badlan Al-Masruriyy Cetak Santri Bisa Bahasa Arab 2 Bulan
  • Dodi Sobari pada Dauroh Badlan Al-Masruriyy Cetak Santri Bisa Bahasa Arab 2 Bulan
  • Tri Setyowati pada Ijazah Wirid dari Kiai Abdul Wahab Hasbullah
  • About
  • Kontak
  • Privacy & Policy
  • Terms and Conditions
  • Disclaimer
  • Redaksi
  • Pedoman Media

© 2021 Tebuireng Initiatives - Berkarya Untuk Bangsa by Tebuireng

No Result
View All Result
  • Tebuireng
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Kolom Pakar
  • Politik

© 2021 Tebuireng Initiatives - Berkarya Untuk Bangsa by Tebuireng