tebuireng.co – Tato dewasa ini menjadi sebuah gaya hidup masyarakat. Tak jarang seorang suami membuat coretan di tubuh dengan nama dan gambar istrinya. Lalu timbul pertanyaan, bagaimana hukumnya wudlunya orang bertato?
Menyoal tentang tato sebenarnya ada kemiripan dengan satu istilah yang oleh ahli fikih disebut alwasymu.
Secara definitif alwasymu digambarkan oleh para ulama fikih seperti Imam Syarbini dalam Iqna’ menjelaskan bahwa alwasymu sebagai satu perbuatan membuat lukisan pada kulit tubuh.
Dalam sejarah masyarakat tempo dulu, alwasymu dilakukan dengan menusukkan jarum halus dan memasukkan zat warna pada bagian yang tertusuk jarum.
Dalam hal ini, awalnya tinta tato akan berada di lapisan luar kulit yang disebut epidermis, kemudian tinta ini masuk kelapisan kulit berikutnya bernama dermis.
Tindakan alwasymu ini dinyatakan oleh para ulama sebagai tindakan yang sangat negatif dan dilarang.
Larangan ini berdasarkan satu hadis riwayat Bukhari:
لا تشمن ولا تستوشمن
Janganlah membuat wasymu dan jangan pula meminta diri uutuk diwasymu
Dalam logika syariat keharaman atau pelarangan tato (alwasymu) karena bisa menimbulkan suatu bentuk penyiksaan diri atau atta’dzib, yang sekecil apapun efeknya tidak dibenarkan oleh syariat.
Baca juga: Tata cara salat Idul Adha
Nah, sekarang bagaimana hukum wudu, mandi dan salatnya orang yang bertato, sahkah? Syaikh Ismail bin Zain Al-Yamani dalam kitab Qurrotul Ain menyatakan bahwa wudu, mandi dan salatnya orang yang bertato berhukum sah.
Meskipun tindakan membuat tato tersebut sangat negatif dan mengharuskan bertaubat dan menghapusnya bilamana tidak membahayakan bagi pelakunya.
Hal ini juga dinyatakan oleh Syaikh Thoifur Ali Wafa dalam karya tulisnya “Bulghotutthullab,” menurutnya salat orang bertato sah dengan alasan darurat.
Berbeda dengan pendapat di atas, KH Sahal Mahfudh dalam satu bukunya yang berjudul “Wajah baru fiqih pesantren” menyatakan bahwa salat bagi mereka yang tubuhnya bertato oleh para ulama dinyatakan tidak sah.
Alasan Kiai Sahal dengan mengingat salah satu syarat keabsahan salat adalah dilaksanakan dalam keadaan suci.
Nampaknya almarhum KH Sahal Mahfudh berargumen bahwa darah yang membeku bercampur dengan warna tato tersebut berada di lapisan luar kulit, sehingga kesimpulan hukumnya tidak sah.
Semoga bermanfaat, tidak perlu bingung membaca perbedaan dalam fikih. Karena perbedaan dalam fikih hampir menjadi sebuah keniscayaan, karena faktor sudut pandang yang berbeda dari para ulama.
Wallahu a’lam
Alfaqir M Sholeh.