Di era digital saat ini, dakwah tidak lagi terbatas pada metode konvensional seperti ceramah di masjid atau pengajian. Kemajuan teknologi telah membuka jalan baru bagi para da’i dalam menyebarkan risalah islam melalui media digital. Dakwah digital menjadi salah satu sarana yang efektif untuk menjangkau khalayak yang lebih luas, terutama generasi muda yang akrab dengan dunia maya.
Namun, perlu disadari bahwa dakwah digital tidak hanya berdampak pada penyebaran pesan islam, tetapi juga membentuk persepsi mad’u (audiens) terhadap da’i (penyampai dakwah). Beberapa faktor yang memengaruhi persepsi mad’u terhadap dai dalam konteks dakwah digital antara lain:
- Gaya Penyampaian
Dalam dakwah digital, gaya penyampaian dai menjadi sangat penting. Cara berbicara, bahasa yang digunakan, dan ekspresi wajah dai dapat mempengaruhi bagaimana mad’u memandang kepribadian dan kredibilitas dai tersebut. Da’i yang mampu menyampaikan pesan dengan gaya yang menarik, lugas, dan mudah dipahami cenderung lebih diminati dan diapresiasi oleh mad’u.
2.Penguasaan Materi
Penguasaan materi dakwah juga menjadi tolok ukur utama bagi mad’u dalam memandang seorang da’i. Dai yang menguasai materi dengan baik, mampu menjelaskan ajaran Islam secara mendalam, serta dapat menjawab pertanyaan dengan tepat akan dipandang lebih kredibel dan dihormati oleh mad’u.
3.Konsistensi dan Integritas
Dalam dakwah digital, mad’u dapat dengan mudah mengamati perilaku dan aktivitas dai di media sosial atau platform lainnya. Da’i yang konsisten dalam mempraktikkan ajaran Islam yang disampaikannya dan memiliki integritas moral yang baik akan lebih dihargai dan dianggap sebagai teladan oleh mad’u.
4.Interaksi dengan Mad’u
Salah satu keunggulan dakwah digital adalah adanya kemampuan untuk berinteraksi langsung dengan mad’u. Da’i yang responsif, terbuka untuk berdiskusi, dan menanggapi pertanyaan atau komentar dari mad’u akan dipandang lebih positif dan dianggap lebih dekat dengan audiens.
5. Penampilan dan Profesionalisme
Meskipun bukan faktor utama, penampilan dan profesionalisme dai dalam menyampaikan dakwah digital juga dapat mempengaruhi persepsi mad’u. Da’i yang tampil rapi, menggunakan bahasa yang sopan, serta memiliki kualitas produksi yang baik (seperti kualitas video atau audio yang jernih) akan dianggap lebih profesional dan kredibel.
Dalam konteks dakwah digital, persepsi mad’u terhadap dai sangat penting karena akan mempengaruhi efektivitas penyampaian pesan Islam. Da’i yang dipandang positif dan kredibel oleh mad’u akan lebih mudah diterima dan didengarkan, sehingga pesan dakwahnya lebih berpeluang untuk mencapai tujuannya.
Di sisi lain, persepsi negatif mad’u terhadap da’i dapat menyebabkan penolakan atau resistensi terhadap pesan dakwah yang disampaikan. Oleh karena itu, para da’i perlu memperhatikan faktor-faktor yang memengaruhi persepsi mad’u dan berusaha untuk memperbaiki citra diri mereka dalam dunia digital.
Untuk membangun persepsi positif dari mad’u, dai dapat memanfaatkan berbagai strategi, seperti memproduksi konten dakwah yang berkualitas, berinteraksi secara aktif dengan mad’u, serta menunjukkan konsistensi antara pesan yang disampaikan dengan praktik kehidupan sehari- hari. Selain itu, kolaborasi dengan dai lain atau influencer yang memiliki kredibilitas tinggi juga dapat membantu dalam memperluas jangkauan dakwah dan meningkatkan persepsi positif mad’u.
Pada akhirnya, dakwah digital tidak hanya sekedar menyampaikan pesan Islam melalui media digital, tetapi juga membangun hubungan yang lebih dekat dan bermakna antara da’i dan mad’u. Dengan memperhatikan persepsi mad’u, para da’i dapat memaksimalkan potensi dakwah digital dalam menyebarkan risalah Islam secara efektif dan menjangkau audiens yang lebih luas.
Salah satu aspek penting dalam membangun persepsi positif mad’u terhadap da’i di dunia digital adalah keahlian da’i dalam memanfaatkan berbagai platform media sosial. Kehadiran dai di media sosial seperti Facebook, Instagram, YouTube, dan TikTok memungkinkan mereka untuk menjangkau audiens yang lebih luas dan beragam. Namun, kemampuan dai dalam menggunakan media sosial secara efektif juga akan mempengaruhi persepsi mad’u.
Sebagai contoh, da’i yang aktif mengunggah konten menarik dan berkualitas di media sosial akan dipandang lebih positif oleh mad’u. Konten yang informatif, menyentuh, dan sesuai dengan kebutuhan audiens akan lebih diminati dan diapresiasi. Di sisi lain, da’i yang jarang memperbarui konten atau hanya mengunggah konten yang kurang relevan dapat menciptakan persepsi negatif di mata mad’u.
Selain itu, gaya berkomunikasi dai di media sosial juga berpengaruh terhadap persepsi mad’u. Da’i yang responsif, ramah, dan terbuka untuk berdiskusi akan lebih mudah membangun hubungan yang dekat dengan mad’u. Sebaliknya, da’i yang cenderung arogan, kurang menanggapi pertanyaan atau komentar, atau bahkan melakukan serangan personal terhadap mad’u dapat menciptakan persepsi negatif dan menurunkan kepercayaan mad’u terhadap dai tersebut.
Dalam konteks dakwah digital, da’i juga perlu memperhatikan etika dan batasan-batasan dalam berkomunikasi di media sosial. Dai yang bijak dalam menggunakan bahasa dan menghindari konten yang mengandung unsur negatif seperti kebencian, fitnah, atau provokasi
akan dipandang lebih positif oleh mad’u. Sebaliknya, da’i yang sering terlibat dalam perdebatan yang tidak produktif atau menyebarkan informasi yang tidak benar dapat menurunkan kredibilitas dan persepsi mad’u terhadap dirinya.
Di samping itu, konsistensi antara pesan dakwah yang disampaikan dengan perilaku da’i dalam kehidupan sehari-hari juga menjadi faktor penting dalam membangun persepsi mad’u. Mad’u cenderung lebih menghargai da’i yang menunjukkan integritas moral dan konsistensi antara ucapan dan tindakannya. Jika terdapat kesenjangan antara apa yang diajarkan dai dengan perilakunya di kehidupan nyata, hal ini dapat menciptakan persepsi negatif dan menurunkan kepercayaan mad’u terhadap dai tersebut.
Untuk memastikan persepsi positif mad’u terhadap dai dalam dakwah digital, perlu adanya upaya kolektif dari berbagai pihak, termasuk lembaga-lembaga dakwah, organisasi keagamaan, dan pemerintah. Lembaga-lembaga ini dapat berperan dalam memberikan pelatihan dan pendampingan kepada para dai agar mampu memanfaatkan media digital secara efektif dan bertanggung jawab.
Selain itu, pemerintah juga dapat berperan dalam mengatur regulasi dan pedoman yang jelas mengenai dakwah digital, sehingga dapat mencegah penyebaran informasi yang tidak benar atau konten yang mengandung unsur negatif. Dengan adanya regulasi yang jelas, da’i dapat lebih memahami batasan-batasan dalam berdakwah di dunia digital dan mad’u juga akan merasa lebih aman dan terlindungi.
Pada akhirnya, persepsi positif mad’u terhadap dai dalam dakwah digital tidak hanya penting bagi efektivitas penyebaran pesan Islam, tetapi juga untuk menjaga citra dan martabat dai itu sendiri. Dengan membangun persepsi positif, da’i akan lebih mudah diterima dan didengarkan oleh mad’u, sehingga dakwah dapat mencapai tujuannya dalam membimbing umat menuju jalan yang benar dan membawa rahmat bagi seluruh alam semesta.
Selain faktor-faktor yang telah disebutkan sebelumnya, persepsi mad’u terhadap da;i dalam dakwah digital juga dipengaruhi oleh kemampuan dai dalam mengikuti tren dan perkembangan terkini di dunia digital. Da’i yang mampu beradaptasi dengan cepat dan memanfaatkan platform atau metode baru dalam berdakwah akan dipandang lebih relevan dan up-to-date oleh mad’u, terutama kalangan generasi muda.
Misalnya, saat ini terdapat banyak platform media sosial baru seperti TikTok, Twitch, dan Discord yang banyak digemari oleh anak muda. Da’i yang mampu memanfaatkan platform- platform tersebut dengan baik dan menyajikan konten dakwah yang menarik dan sesuai dengan gaya hidup generasi milenial akan lebih mudah diterima dan diminati oleh mad’u muda.
Di samping itu, dai juga perlu memperhatikan bagaimana mereka menyajikan pesan dakwah dalam bentuk yang lebih variatif dan atraktif. Saat ini, konten video pendek, animasi, infografis, dan podcast menjadi tren yang diminati oleh banyak pengguna media sosial. Da’i yang kreatif dalam mengemas pesan dakwah melalui format-format tersebut akan dipandang lebih menarik dan lebih mudah dicerna oleh mad’u.
Namun, dalam upaya mengikuti tren dan perkembangan digital, da’i juga harus tetap mempertahankan nilai-nilai dan prinsip ajaran Islam yang autentik. Mereka harus mampu menyeimbangkan antara kemasan yang modern dengan substansi pesan yang kuat dan sesuai dengan ajaran Islam yang sesungguhnya.
Selain itu, da’i juga perlu memperhatikan pentingnya membangun personal branding yang kuat di dunia digital. Personal branding yang baik akan membantu da’i dalam membangun kepercayaan dan kredibilitas di mata mad’u. Da’i dapat memanfaatkan berbagai strategi personal branding seperti konsistensi dalam menyampaikan pesan, interaksi yang baik dengan mad’u, serta mempromosikan kegiatan sosial atau amal yang dilakukan.
Dalam konteks ini, dai juga perlu memperhatikan aspek kepribadian dan karakter yang mereka tampilkan di dunia digital. Mad’u cenderung lebih menghargai da’i yang memiliki kepribadian yang menarik, rendah hati, dan memiliki rasa humor yang sehat. Sebaliknya, dai yang terkesan arogan, sombong, atau terlalu serius dalam menyampaikan pesan dapat menciptakan jarak dengan mad’u dan mempengaruhi persepsi negatif terhadap dirinya.
Di sisi lain, persepsi mad’u terhadap dai juga dapat dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti opini atau penilaian dari mad’u lain, liputan media, atau bahkan informasi yang beredar di internet. Oleh karena itu, dai perlu memperhatikan dan mengelola citra diri mereka secara keseluruhan, baik di dunia nyata maupun di dunia digital.
Salah satu strategi yang dapat dilakukan da’i adalah dengan melibatkan mad’u dalam proses dakwah digital. Dai dapat membuka ruang diskusi, mengajak mad’u untuk berpartisipasi dalam kegiatan dakwah, atau bahkan mengadakan acara-acara interaktif secara online. Dengan melibatkan mad’u secara aktif, dai dapat membangun hubungan yang lebih dekat dan memahami kebutuhan serta ekspektasi mad’u dengan lebih baik.
Pada akhirnya, persepsi positif mad’u terhadap dai dalam dakwah digital tidak hanya memberikan dampak pada efektivitas penyebaran pesan Islam, tetapi juga berkontribusi pada pembentukan citra Islam itu sendiri di mata masyarakat luas. Dengan membangun persepsi positif, da’i dapat menjadi duta yang baik bagi ajaran Islam dan menunjukkan bahwa dakwah dapat dilakukan dengan cara yang lebih modern, relevan, dan menarik tanpa mengorbankan nilai-nilai Islam yang sesungguhnya.
Penulis:Umdatul Khoiriyah, Mahasiswi Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) Universitas Hasyim Asy’ari
Editor: Thowiroh
Baca juga:Strategi dalam Menyampaikan Pesan Dakwah kepada Mad’u