Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) memberi pernyataan sikapnya mengenai persoalan dan konflik yang terjadi antara pemerintah dan masyarakat di Rempang, Batam Kepulauan Riau.
Konflik yang terjadi akibat penolakan masyarakat Pulau Rempang atas kebijakan dari Kementerian Investasi atau Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dalam membangun pabrik pengolahan pasir kuarsa di pulau Rempang sebagai pabrik kaca terbesar kedua di dunia setelah China merupakan persoalan yang serius karena menyangkut hak dan keadilan rakyat.
Pernyataan sikap PBNU tersebut terangkum dalam lima poin penting yang dijelaskan langsung oleh Ketua Umum PBNU, KH Yahya Cholil Staquf atau yang akrab disapa Gus Yahya. Yakni yang pertama, PBNU menyatakan bahwa pihaknya akan senantiasa menyimak serta terus mengawal langkah kehidupan dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Termasuk persoalan masyarakat yang sedang terjadi di pulau Rempang.
Kedua, PBNU menegaskan bahwa pihaknya akan selalu berpegang teguh pada itikad baik dan nilai-nilai keutamaan, serta bersandar pada objektivitas, dalam menentukan pandangan, posisi, sikap dan perannya. Dalam hal ini pengambilan setiap langkah dan keputusan dalam mengawal masyarakat harus diputuskan dengan penuh seksama.
Gus Yahya menjelaskan bahwa setiap kebijakan yang diambil oleh pemerintah dengan tujuan kemaslahatan tidak boleh sampai membuat masyarakat menjadi korban. Sebab baginya, kesentosaan masyarakat adalah yang lebih utama.
Ketiga, dalam menghadapi persoalan di Pulau Rempang tersebut, PBNU mengarahkan dan meminta kepada Pemerintah untuk mengutamakan musyawarah dan menghindarkan pendekatan koersif (pemaksaan). Hal ini karena persoalan dan konflik yang terjadi di Pulau Rempang salah satunya diakibatkan oleh kebijakan yang tidak partisipatoris. Yakni tidak adanya keterlibatan pemangku kepentingan dalam proses hingga pelaksanaan kebijakan.
Menurut Gus Yahya, persoalan di Pulau Rempang merupakan kasus yang timbul secara mendadak. Tidak ada pemberitahuan ataupun konfirmasi sebelumnya dari pihak-pihak yang terlibat mengenai kebijakan investasi pembangunan proyek di sana hingga adanya demo dari masyarakat sebagai aksi penolakan kebijakan yang diputuskan pemerintah.
Keempat, PBNU menegaskan mengenai hukum pengambilan alihan tanah yang dilakukan oleh pemerintah dari rakyat. Menurut PBNU, tanah yang sudah dikelola oleh rakyat selama bertahun-tahun, baik melalui proses iqtha’ (redistribusi lahan) oleh pemerintah atau ihya’ (pengelolaan lahan), maka hukum pengambilalihan tanah tersebut oleh pemerintah adalah haram.
Keharaman tersebut berlaku apabila praktik pengambil alihan tanah oleh pemerintah dilakukan dengan cara yang tidak baik atau sewenang-wenang. Hal ini sebagaimana yang telah menjadi keputusan dalam komisi Bahtsul Masail Ad-Diniyah Al-Waqi’iyah pada Muktamar Ke-34 Nahdlatul Ulama.
Meski begitu, Keputusan tersebut tentu saja tidak menghilangkan fungsi sosial dari tanah sebagaimana telah diatur dalam peraturan perundang-undangan dan konstitusi yang ada . Bahwa Pemerintah tetap memiliki kewenangan untuk mengambil-alih tanah rakyat dengan syarat pengambilalihan yang dilakukan tersebut sesuai dengan ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan yang bertujuan untuk menciptakan sebesar-besar kemakmuran rakyat yang mana dalam hal ini tentu harus menghadirkan keadilan bagi rakyat pemilik atau pengelola lahan.
Ketika ada proyek yang akan dibangun diatas tanah yang sebelumnya telah dikelola oleh masyarakat seperti kasus yang terjadi di pulau Rempang, Pemerintah pusat maupun daerah harus berusaha meyakinkan dan memastikan tidak adanya perampasan hak-hak masyarakat setempat serta tidak adanya potensi kerusakan lingkungan hidup dan sumber daya alam disana.
Menurut Gus Yahya, apabila terdapat investasi yang dibutuhkan oleh negara, investasi tersebut seharusnya menjadi peluang untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat khususnya bagi masyarakat di lingkungan yang menjadi investasi tersebut berdiri.
Kelima, PBNU mengimbau masyarakat Rempang agar tetap tenang sembari terus memperbanyak dzikir dan do’a serta tetap berkhusnudzan atas setiap sikap dari pemerintah maupun aparat keamanan.
Demikian lima poin sikap yang dijelaskan oleh ketua umum PBNU terhadap persoalan dan konflik yang terjadi di Rempang, Batam Kepulauan Riau.
Penulis: Thowiroh
Editor: Zainuddin Sugendal