• Tebuireng
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Kolom Pakar
  • Politik
Tebuireng Initiatives
  • Home
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Politik
No Result
View All Result
  • Home
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Politik
No Result
View All Result
Tebuireng Initiatives
No Result
View All Result
  • Home
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Politik
Tebuireng Initiatives

Dr. K.H. Miftahurrohim Syarkun, Sang Guru Bersahaja

Zainuddin Sugendal by Zainuddin Sugendal
2021-07-19
in Fiqih, Kiai, News, Tokoh
0
Dr. K.H. Miftahurrohim Syarkun Sang Guru Bersahaja
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Pagi ini, 10 Juli 2021, telah dikabarkan berita “lelayu” dari Jawa Timur atas kepergian Dr. K.H. Miftahurrohim Syarkun, sang guru yang sangat bersahaja. Sosok yang dinanti bagi kebangkitan intelektualisme Pesantren Tebuireng. Sosok pendukung utama bagi kemajuan Pusat Kajian Pemikiran Hasyim Asy’ari. Kecerdasannya sangat diminati oleh Gus Sholah sehingga mendapat tugas previllage guna merumuskan suatu program prestisius dan langka. Bukan sekadar sekolah atau semacam madrasah “ecek-ecek”.

Senja itu menjelang maghrib, ia memberi kesempatan bertemu setelah berkegiatan olah raga bulutangkis. Dengan masih mengenakan celana trining, ia membaca pikiran. “Kalau bicara budaya dapat menghubungi Prof. Kacung,” katanya. Yang dimaksud adalah Prof. Dr. Kacung Marijan, Guru Besar Sosiologi Unair, Surabaya. Cak Mif, demikian biasa dipanggil dengan kesederhanaan, lalu berkata lagi, “Aku sedang merancang proses kajian spesifik pemikiran, terutama Al-Ghazali.”

Hanya kata-kata itu yang tersirat, yang disampaikannya dengan bahasa yang ritmis. Ia kemudian berpamitan pulang ke Sidoarjo dan tak menunggu lama. Pertemuan singkat, namun penuh arti.

Sudah menjadi kebiasan umum di Pondok Pesantren Madrasatul Quran Tebuireng untuk tidak ingin dibesar-besarkan. Sehingga gelar-gelar formal seperti sebutan kiai haji, ustadz, guru besar, gus, dan lain-lain jarang menjadi sematan publik. Malah, panggilan-panggilan akrab seperti Pak atau Cak kepada yang lebih tua atau mbah untuk yang biasa khusyuk dan alim. Budaya egaliter demikian tumbuh di Pesantren Huffadz yang digagas oleh Sembilan Kiai itu. Bahkan, terasa ada kesungkanan untuk menyebut diri lebih baik daripada yang lain, karena masing-masing memiliki keunggulan sebagai fitrah manusiawi yang telah dianugerahkan Allah Ta’ala, meskipun “stressing” pokok pendidikan adalah tetap pada akhlak dan nilai-nilai Al-Quran. Persoalan implementasi adalah persoalan lain dan lain hal.

Demikian, bukan karena kurang menghormati nama besarnya sebagai alumni yang alim dan mendunia intelektualitasnya. Sudah diakui oleh dunia akademik dunia. Namun, panggilan “Cak Mif” adalah bentuk kecintaan santri-santri Madrasatul Quran (MQ) agar tidak merasa berjarak terlalu jauh. Dan, itu juga ditampilkan bagi santri-santri senior atau bahkan para masayikh. Menyayangi yang lebih muda. Di samping, setinggi apapun karir ketika berada di luar pesantren, ketika memasuki wilayah Pondok Pesantren Madrasatul Quran akan memiliki kedudukan dan peran yang sama sebagai santri-santri Hadratussyekh KHM Yusuf Masyhar sebagai “Grand Master” Al-Quran dan Hadratussyekh KHM Hasyim Asy’ari sebagai “Summa Grand Master” umat Islam Indonesia.

Sepulang dari Malaysia setelah “ditimbali” Gus Sholah (K.H. Salahuddin “Wahid” Al-Ayyubi), Cak Mif mendedikasikan dirinya kepada tiga pilar keilmuan. Jika memang bisa dikatakan demikian. Pertama, implementasi keal-Quranan yang ia bangun di pondok pesantrennya di Sidoarjo. Cak Mif masih bolak balik Sidoarjo-Tebuireng. Ia masih “ngopeni” santri-santri di rumahnya secara rutin.

Baca juga: Wakil Rektor Bervisi Mendunia

Kedua, implementasi akademik di Universitas Hasyim Asy’ari, tempat ia menyelesaikan pendidikan strata satunya. Ia masih berinteraksi dan membangun relasi ilmiah di almamaternya tersebut. Beberapa jabatan akademik yang ia jabat serta relasi-relasi intelektual, baik di dalam maupun luar negari; Cak Mif menjadi jembatan yang menghubungkan relasi-relasi itu secara aktif.

Ketiga, agenda besar Gus Sholah dengan mendirikan Pusat Pemikiran Hasyim Asy’ari. Agenda ini memiliki visi besar bagi masyarakat muslim-Indonesia dan dunia. Karena, sedang membawa kharisma dan supervisi Hadratussyekh KHM Hasyim Asy’ari sebagai Bapak Umat Islam (Rais Akbar), Pahlawan “Revolusi” Pergerakan Nasional, sekaligus pembela tradisi berpikir umat Islam dunia yang telah dipandang mengalami kemunduran akibat kerja-kerja kolonialisme Barat. Pada visi ini, Hadratussyekh menampilkan diri sebagai sosok Al-Maliki, Al-Hanafi, Al-Syafi’i, Al-Hanbali, Al-Asy’ari, Al-Maturidi, sekaligus Al-Ghazali, dan Al-Junaidi. Tentu, dibutuhkan pemahaman tekstual dan kontekstual yang komprehensif dari berbagai disiplin ilmu. Tidak sekadar dari sisi karya-karya teks, melainkan juga sejarah sosial, budaya, politik dan hubungan internasional, dan seterusnya. Gagasan untuk menghadirkan Hadratussyekh dalam konteks kekinian adalah gagasan besar dan butuh waktu. Dan, Cak Mif sudah memulai itu.

Oleh: M. Sakdillah, santri Pondok Pesantren Madrasatul Quran Tebuireng.

Tags: Dr. KH. MiftahurrohimPak MiftahTebuirengUnhasy
Previous Post

Doa Kedua Pengantin Saat Pertama Kali Ketemu

Next Post

Bisnis Pertanian Menjanjikan?, Ini Kata Gus Ipang

Zainuddin Sugendal

Zainuddin Sugendal

Next Post
Gus Ipang dan Ustaz Yusuf Mansur saat di Usaha Pertanian Modern milik Gus Ipang

Bisnis Pertanian Menjanjikan?, Ini Kata Gus Ipang

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No Result
View All Result

Pos-pos Terbaru

  • Jalanan dan Kaitannya dengan Karakter
  • Santri Ikuti Seleksi CBT MQKN 2025, Tujuh Kode Ujian Catat Skor Sempurna
  • Serangan Iran Dinilai Jadi Babak Baru dalam Sejarah Israel
  • Ferry Irwandi: Logical Fallacy Argumen Gus Ulil
  • Gus Ulil Sebut Platform X sebagai Medan Penting dalam Perang Narasi Global

Komentar Terbaru

  • Yayat.hendrayana pada Surat Yasin dan Amalan Segala Hajat
  • Universitas Islam Sultan Agung pada Pentingnya Bahtsul Masail sebagai Ruh Pesantren
  • Thowiroh pada Dauroh Badlan Al-Masruriyy Cetak Santri Bisa Bahasa Arab 2 Bulan
  • Dodi Sobari pada Dauroh Badlan Al-Masruriyy Cetak Santri Bisa Bahasa Arab 2 Bulan
  • Tri Setyowati pada Ijazah Wirid dari Kiai Abdul Wahab Hasbullah
  • About
  • Kontak
  • Privacy & Policy
  • Terms and Conditions
  • Disclaimer
  • Redaksi
  • Pedoman Media

© 2021 Tebuireng Initiatives - Berkarya Untuk Bangsa by Tebuireng

No Result
View All Result
  • Tebuireng
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Kolom Pakar
  • Politik

© 2021 Tebuireng Initiatives - Berkarya Untuk Bangsa by Tebuireng