Perluasan domain kebaikan. Beberapa hari yang lalu saya membersihkan selokan depan rumah yang digenangi banyak sekali sampah. Mulai dari sampah daun yang jatuh dari pohon, plastik, botol kaca, hingga batu-bata bangunan yang tercecer. Mereka menutupi laju air di dalam selokan yang akan menuju sungai.
Pembersihan selokan yang saya lakukan bukan sekali atau dua kali, bahkan berkali-kali. Anehnya, setiap selesai dibersihkan beberapa hari kemudian selokan itu kembali digenangi sampah yang tidak wajar. Seperti ada orang yang diam-diam dengan sengaja membuang sampah rumah tangganya ke dalam selokan.
Kegelisahan itu membuat saya melakukan investigasi tipis-tipis. Dugaan saya memang terbukti. Seorang kakek tua yang menjadi tetangga rumah saya secara diam-diam di siang bolong mengendap-endap dan membuang sampah ke dalam selokan. Oh, ini toh biang keroknya.
Usut punya usut, hasil investigasi itu saya ceritakan ke beberapa tetangga untuk mendapatkan informasi lebih valid. Hasilnya, para tetangga memang sering kali melihat si kakek tua itu membuang sampah di dalam selokan. Mereka enggan menegurnya karena selain sungkan akan menimbulkan huru-hara, ia juga memiliki sakit di telinganya, agak tuli. Sehingga rasa iba pada kakek tua itu lebih mendominasi nurani para tetangga daripada harus menegurnya.
Berbuat Baik
Saya amati lamat-lamat lebih luas kondisi si kakek tua. Dia memiliki sisi amat baik terkait kesadaran menjaga kebersihan lingkungan rumahnya. Hampir setiap hari tak terlihat sampah di sekitaran halaman rumah. Bahkan, ia sering kali memunguti daun-daun pohon rambutan yang berjatuhan di halamannya lalu di buang di tempat sampah.
Sikap baik itu tentu saja menyenangkan, melihat saat ini kesadaran dalam menjaga lingkungan yang amat memprihatinkan. Hanya saja, kebaikannya hanya berlaku bagi dirinya dan lingkungannya, tapi menciptakan keburukan baru di lingkungan sekitarnya.
Berbuat baik adalah wujud kasih sayang dan kepedulian terhadap siapa saja. Di satu sisi, kakek tua itu sudah mewujudkan kebaikan bagi dirinya dan keluarganya, tapi tidak memberikan kebaikan pada tetangganya dan lingkungan sekitarnya. Kebaikan macam kakek tua ini banyak sekali kita temui di lingkungan sekitar kita.
Masih ada cerita lain untuk menguatkan kebaikan model kakek tua ini. Salah satu kawan saya yang sedang gandrung merawat kanal YouTube sering kali mampir ke kantor tempat kerja saya hanya untuk pinjam komputer dan menikmati WiFi gratis yang sebetulnya digunakan untuk kebutuhan bekerja.
Dengan semangat menggebu-gebu, hampir setiap hari ia datang ke kantor hanya untuk mengerjakan misi-misi YouTube agar berhasil memonetisasi kanalnya. Bahkan, tak jarang ia menyalakan video di kanalnya dengan komputer kantor lalu ditinggal pergi. Ya, tujuannya untuk meningkatkan jumlah penontonnya. Belum selesai, ia juga sering kali memanfaatkan fasilitas kantor dengan menyeduh kopi lalu setelah selesai semua kebutuhannya, ia pergi tanpa pernah membersihkan gelas kopinya.
Sialnya lagi, ia sering berkelakar terkait penghasilan besarnya dari YouTube kepada saya dan beberapa kawan yang bekerja di kantor itu. Bahkan, tidak ada sepeser pun uang yang ia hasilkan dari YouTube dengan memanfaatkan fasilitas kantor untuk ia berikan kepada kantor sebagai ucapan terima kasih.
Upgrade Perbuatan Baik
Cerita tentang kawan saya dan si kakek tua di atas adalah wujud kebaikan. Bisa jadi kawan saya itu menggunakan uang hasil YouTube untuk memenuhi kebutuhan hidup anak dan istrinya. Bisa jadi pula, uang yang ia hasilkan untuk membuat hidup keluarganya menjadi lebih sejahtera dan makmur. Tentu saja itu wujud perbuatan baik dan tidak bisa dipungkiri. Namun di sisi lain, kebaikannya hanya sebatas untuk dirinya dan keluarganya saja. Tidak meluas sama sekali.
Perbuatan baik menciptakan keseimbangan dalam kohesi sosial kita. Membuat hidup menjadi nyaman, tenteram, dan penuh kebahagiaan. Tentu saja terhindar dari hal yang mengganggu dan merusak keharmonisan masyarakat. Kita semua mendambakan kehidupan yang nirkonflik.
Namun, apakah berbuat baik untuk diri sendiri dan keluarganya sudah cukup? Tentu tidak! Kita tidak boleh berhenti pada kepuasan berbuat baik bagi diri sendiri dan keluarga saja. Perluasan domain (upgrade) kebaikan adalah keniscayaan agar tidak menimbulkan keburukan di domain yang lain.
Kita selalu mendambakan dan merindukan orang baik yang hidup di sekitar kita. Kehadirannya menjadi pemecah berbagai permasalahan rumit yang dihadapi orang lain. Karena kebaikannya yang memiliki domain lebih luas, akan banyak sekali masalah-masalah kemasyarakatan yang teratasi. Pada akhirnya kemakmuran dan kesejehateraan akan mudah tercapai.
Bayangkan saja, jika satu orang berbuat baik pada orang lain dalam hal menyelesaikan masalah. Lalu, orang yang dibantu itu melakukan perluasan kebaikan pula kepada orang lain dan begitu seterusnya. Gelombang-gelombang (perluasan) kebaikan yang terus diusahakan ini meluas ke seluruh wilayah di Indonesia.
Untuk mencapai gelombang itu, setiap dari kita perlu sadar betul bahwa kebaikan tidak boleh dimonopoli hanya untuk dirinya dan keluarganya. Artinya, sebetulnya banyak sekali orang baik yang hidup di sekitar kita, tapi tidak banyak dari orang baik itu mampu melakukan kebaikan untuk orang lain. Kebaikan tidak melulu soal nominal, bisa berupa tenaga, perhatian, sikap hormat, kebijakan yang tepat, dan lain-lain. Syukur jika uang bisa disalurkan.
Prinsip kebaikan diprioritaskan untuk masyarakat seluas-luasnya juga harus disadari sesadar-sadarnya oleh penguasa negeri ini. Bahwa ketika kebaikan yang mewujud dalam fasilitas, pengambil kebijakan, dan kemudahan akses sektor vital yang dimiliki oleh penguasa tidak boleh hasilnya hanya dinikmati oleh dirinya dan segelintir keluarganya atau “dinastinya”. Terlalu biadab memonopoli kebaikan untuk golongan tertentu dan menelantarkan masyarakat luas yang hidup tertatih-tatih.
Jadi, sudah saatnya kita menyadari sesadar-sadarnya, sekaligus melakukan upgrade perbuatan baik. Kita adalah masyarakat sosial yang harus gegap-gempita dan bersama-sama memperluas domain kebaikan kepada siapa saja, sebanyak-banyaknya dan semampu-mampunya.
Baca Juga: Meneroka Samudera Hikmah Gus Sholah