• Tebuireng
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Kolom Pakar
  • Politik
Tebuireng Initiatives
  • Home
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Politik
No Result
View All Result
  • Home
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Politik
No Result
View All Result
Tebuireng Initiatives
No Result
View All Result
  • Home
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Politik
Tebuireng Initiatives

Mengaktualisasikan Moderasi Beragama

Syarif Abdurrahman by Syarif Abdurrahman
2022-08-20
in Kebangsaan
0
Mengaktualisasikan Moderasi Beragama

Mengaktualisasikan moderasi beragama (ist)

Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Indonesia merupakan negara majemuk yang terdiri dari berbagai agama dan suku. Untuk menjaga kerukunan ini perlu cara mengaktualisasikan moderasi beragama di tengah masyarakat.

Moderasi beragama adalah cara pandang, sikap, dan praktik beragama dalam kehidupan bersama dengan cara mengejawantahkan esensi ajaran agama yang melindungi martabat kemanusiaan dan membangun kemaslahatan berlandaskan prinsip adil, berimbang, dan menaati konstitusi sebagai kesepakatan bernegara.

Prof M Quraish Shihab melalui bukunya Wasathiyyah: Wawasan Islam tentang Moderasi Beragama menjelaskan bahwa pada hakikatnya Islam itu sudah moderat atau Wasathiyyah. Di mana ia menyimpulkan bahwa wasathiyyah adalah keseimbangan dalam segala persoalan hidup duniawi dan ukhrawi.

Keseimbangan dalam hal mengaktualisasikan moderasi beragama harus disertai dengan upaya menyesuaikan diri dengan situasi yang dihadapi berdasarkan petunjuk agama dan kondisi objektif yang dialami.

Melihat hal tersebut, maka Wasathiyyah tidaklah sekedar memilih jalan tengah di antara dua pilihan.

Jadi, Wastahiyyah menurut M Quraish Shihab adalah keseimbangan yang disertai dengan prinsip tidak berkekurangan dan tidak juga berlebihan. Istilah ‘Wasathiyyah’ sendiri didasarkan pada ayat Al-Quran surat al-Baqarah 143:

وَكَذَٰلِكَ جَعَلْنَٰكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِّتَكُونُوا۟ شُهَدَآءَ عَلَى ٱلنَّاسِ وَيَكُونَ ٱلرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا ۗ وَمَا جَعَلْنَا ٱلْقِبْلَةَ ٱلَّتِى كُنتَ عَلَيْهَآ إِلَّا لِنَعْلَمَ مَن يَتَّبِعُ ٱلرَّسُولَ مِمَّن يَنقَلِبُ عَلَىٰ عَقِبَيْهِ ۚ وَإِن كَانَتْ لَكَبِيرَةً إِلَّا عَلَى ٱلَّذِينَ هَدَى ٱللَّهُ ۗ وَمَا كَانَ ٱللَّهُ لِيُضِيعَ إِيمَٰنَكُمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ بِٱلنَّاسِ لَرَءُوفٌ رَّحِيمٌ

“Dan demikian (pula) kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu.”

M Quraish Shihab kemudian menjelaskan bahwa wasathaniyyah dalam beragama ini mengajak kita menengok kembali jauh ke belakang. Melihat dan mencari tahu bagaimana Allah menciptakan alam semesta dan manusia akan memberikan gambaran betapa ‘keseimbangan’ membawa banyak kebaikan.

Baca Juga: Lailatul Qadar menurut Quraish Shihab

Pasalnya, alam semesta diciptakan oleh Allah dengan seimbang. Alam tidak akan memberikan manfaat untuk makhluk apabila tidak dengan keseimbangan.

Begitu pula dengan manusia. Sejak awal, Allah menciptakan manusia untuk menjadi khalifah di muka bumi. Di mana salah satu tugasnya adalah menjaga keseimbangan alam agar tidak terjadi kerusakan.

Menilik hal tersebut, dapat dibayangkan apabila prinsip keseimbangan itu diterapkan dalam segala hal, tak terkecuali dalam beragama, maka akan terwujud indahnya kedamaian dan kerukunan, meski dalam keberagaman dan perbedaan.

Seperti yang telah diketahui bersama, agama merupakan aspek yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Indonesia. Pasalnya, negara ini meletakkan ketuhanan berada dalam sila pertamanya.

Namun, perlu diingat bahwa Indonesia bukanlah negara yang monoteisme, melainkan terdiri dari banyak keyakinan dalam beragama. Oleh karena itu, demi terwujudnya Indonesia yang rukun dan damai, sudah seharusnya moderasi beragama diaktualisasikan dalam kehidupan bermasyarakat.

Dasawarsa terakhir ini, kasus-kasus praktik tindak kekerasan yang mengatasnamakan agama marak bermunculan di tengah masyarakat Indonesia. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya adalah egoisme beragama yang melahirkan klaim kebenaran (truth claim).

Tak jarang pula kekerasan tersebut diakibatkan oleh pemaknaan nash yang hanya secara tekstual. Bahkan lebih dari itu, syariatisasi negara juga menjadi salah satu hal yang memungkinkan terjadinya radikalisasi. Pandangan keagamaan yang ekstrem ini tentu tidak sesuai dengan pluralitas yang ada di Indonesia.

Oleh: Dinna

Tags: Habib Quraisy BaharunModerasi BeragamaQuraish Shihab
Previous Post

Tahapan Menulis Novel Agar Best Seller

Next Post

Ukhuwah Wathoniyah Menurut Arkoun

Syarif Abdurrahman

Syarif Abdurrahman

Santri Pondok Pesantren Tebuireng.

Next Post
Ukhuwah wathoniyah menurut Arkoun

Ukhuwah Wathoniyah Menurut Arkoun

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No Result
View All Result

Pos-pos Terbaru

  • Kemenhaj Resmi Rilis Desain Batik Baru untuk Penyelenggaraan Haji 2026
  • Berdakwah Ala Jek: Penuh Humor tapi Teguh Syariat
  • Hati-Hati Bahaya Maghrur, Tertipu Oleh Kebaikan Diri Sendiri
  • Manusia dalam Pancasila: Makhluk Monoplural yang Menyatu dalam Keberagaman
  • Menjadi Mandiri: Seni Berdiri di Atas Kaki Sendiri

Komentar Terbaru

  • Yayat.hendrayana pada Surat Yasin dan Amalan Segala Hajat
  • Universitas Islam Sultan Agung pada Pentingnya Bahtsul Masail sebagai Ruh Pesantren
  • Thowiroh pada Dauroh Badlan Al-Masruriyy Cetak Santri Bisa Bahasa Arab 2 Bulan
  • Dodi Sobari pada Dauroh Badlan Al-Masruriyy Cetak Santri Bisa Bahasa Arab 2 Bulan
  • Tri Setyowati pada Ijazah Wirid dari Kiai Abdul Wahab Hasbullah
  • About
  • Kontak
  • Privacy & Policy
  • Terms and Conditions
  • Disclaimer
  • Redaksi
  • Pedoman Media

© 2021 Tebuireng Initiatives - Berkarya Untuk Bangsa by Tebuireng

No Result
View All Result
  • Tebuireng
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Kolom Pakar
  • Politik

© 2021 Tebuireng Initiatives - Berkarya Untuk Bangsa by Tebuireng