tebuireng.co – Ukhuwah Wathoniyah menurut Mohammad Arkoun ditulis karena ia pernah mengungkapkan kekagumannya terhadap persatuan dan kesatuan Indonesia yang menggambarkan terjalinnya ukhuwah wathoniyah tersebut.
Dalam kehidupan bermasyarakat, rakyat Indonesia sudah seharusnya menerapkan Ukhuwah Wathoniyah. Sebab, hanya dengan rasa persaudaraan itulah, kita dapat menjaga persatuan dan kesatuan yang telah diperjuangkan para pendahulu.
Salah seorang pemikir Islam kontemporer asal Al-jazair, Mohammad Arkoun, pernah mengungkapkan kekagumannya terhadap persatuan dan kesatuan Indonesia yang kuat .
“Indonesia memiliki keberagaman dan kebhinekaan yang tinggi. Meski demikian, belum pernah muncul ketengangan yang memuncak. Sehingga, keharmonisan pun tetap utuh terjaga,” ujarnya.
Ungkapan tentang persatuan ini, kurang lebih 30 tahun yang lalu. Di mana ungkapan ini sudah seharusnya menjadi motivasi kita untuk tetap menjaga terjalinnya Ukhuwah Wathoniyah di antara sesama masyarakat Indonesia demi mempertahankan keutuhannya.
Di Tanah Air, upaya memperkenalkan pemikiran Arkoun sudah dirintis sejak akhir 1980-an dan 1990-an. Beberapa publikasi ilmiah tentangnya mulai banyak bertebaran, di antara tokoh yang cukup gigih di bidang itu, misalnya, Johan Hendrik Meuleman, peneliti berkebangsaan Belanda yang bergabung pada INIS (Indonesian-Netherlands Coorperation in Islamic Studies).
Beberapa nama lagi, seperti M Amin Abdullah, Komaruddin Hidayat, dan yang pertama oleh Mohamad Nasir Tamara lewat sebuah diskusi di Yayasan Empati (1987) Jakarta, dan sebuah artikelnya di Jurnal Ilmu dan Kebudayaan Ulummul Qur’an (1989).
Arkoun menyarankan agar umat Islam tetap kritis terhadap Barat baik modern maupun pascamodern. Namun, pada sisi lain Arkoun juga menyerukan adanya ‘pembongkaran’ (dekonstruksi) yang menyeluruh terhadap tradisi Islam.
Sebagai solusi, Arkoun menawarkan suatu paradigma metamodernisme yang merupakan perpaduan antara sikap rasional dan kritis dari budaya modern (Barat), dengan semangat pada angan-angan yang bertolak dari nilai Islam. Hal itulah yang boleh dibilang sebagai integralisasi keilmuan Islam.
Dalam karyanya Al-Islam al-Akhlaq wa As-Siyasah, Arkoun menyatakan tentang teori Daulah Islamiyah dalam Islam sebenarnya sangat variatif.
Arkoun berpendapat bahwa secara etika politik, kaum muslimin bisa saja menggunakan teori politik Islam yang bersifat demokrasi parlementer maupun model lainnya sepanjang bisa mengakomodasi nilai-nilai universal dari ajaran syariat Islam.
Dalam artikelnya “Ad-Daulah wa al-Fardfi al-Mujtama’ alIslamy“, Arkoun mengutip pendapat as-Sayyid Muhammad Hakim Sa’id yang menyatakan bahwa konsep syira identik dengan konsep demokrasi. Inilah Ukhuwah Wathoniyah menurut Arkoun.
Dalam sistem syira atau demokrasi meniscayakan adanya majelis perwakilan rakyat yang memiliki wewenang untuk mengintrodusir pemikiran dalam perumusan syariat Islam secara rasionalkontekstual, tidak semata-mata normatif-tekstual.
Berdasarkan keterangan di atas, sangat wajar bila Arkoun menyatakan bahwa ide Negara Islam merupakan pandangan yang sangat utopis.
Persatuan penting, mengingat Allah pun telah mengecam hambanya yang melakukan perselisihan. Seperti dapat dilihat pada Al-Quran surat Al-Anfal ayat 46 berikut.
وَاَطِيْعُوا اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ وَلَا تَنَازَعُوْا فَتَفْشَلُوْا وَتَذْهَبَ رِيْحُكُمْ وَاصْبِرُوْاۗ اِنَّ اللّٰهَ مَعَ الصّٰبِرِيْنَۚ
“Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya, dan janganlah kamu berselisih, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sungguh Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS: Al-Anfal: 46)
Mengenai ayat tersebut, Imam Ali ash-Shabuni dalam Shafwatut Tafasir menjelaskan bahwa ayat ini merupakan landasan teologis yang sangat strategis, yakni membangun Ukhuwah Wathoniyah sebagai pilar-pilar persatuan dan kesatuan bangsa.
Ungkapan Hujjatul Islam, Imam Al-Ghazali menguatkan pernyataan tersebut. “Kun Kalyadaini Wa Laa Takun Kal Udunaini” yang artinya “Jadilah seperti dua tangan, jangan jadi seperti dua telinga!” Ilustrasi ini menggambarkan betapa pentingnya menjaga Ukhuwah Wathoniyah di antara kita.
Jangan hanya karena perbedaan pendapat, lantas saling hina, saling pukul, na’udzubillah. Seharusnya, berbagai persoalan di negeri ini justru menantang seluruh warga untuk lebih kuat mempertahankan eksistensi persatuan dan kesatuannya.
Untuk memperkuat Ukhuwah Wathoniyah tersebut, para pendahulu kita telah memberikan 4 pilar kebangsaan sebagai landasan hidup bernegara dan bermasyarakat. Di antaranya adalah sebagai berikut.
- Pancasila
- Bhineka Tunggal Ika
- NKRI
- Undang-Undang Dasar 1945
Oleh karena itu, apakah rela, bangsa yang dibangun dengan susah payah oleh para pendahulu kita dengan genangan air mata, cucuran keringat, bahkan kucuran darah para syuhada harus porak poranda karena kepentingan golongan?
Tentu tidak, karena itulah, penting untuk menerapkan Ukhuwah Wathoniyah dalam kehidupan masyarakat Indonesia.
Sebab, kita pun harus ingat bahwa kita sama lahir di Indonesia. Kita sama-sama menghirup udara Indonesia untuk bernapas, kita minum air Indonesia yang sama, bahkan kita akan mati dalam pelukan bumi Indonesia.
Hal itu bisa menjadi pengingat, agar kita senantiasa memelihara persatuan dan kesatuan NKRI dengan mewujudkan Ukhuwah Wathoniyah.
Oleh: Dinna