Ketupat merupakan makanan yang menjadi ciri khas perayaan lebaran. Masyarakat Indonesia pada umumnya dengan senang hati memasak ketupat yang membutuhkan waktu berjam-jam sebagai sajian kuliner khas Nusantara saat lebaran.
Selain sebagai makanan khas yang ada di momen lebaran, di balik anyaman janur dan isinya yang padat, ketupat juga tersimpan nilai-nilai dakwah kultural yang diwariskan oleh Sunan Kalijaga.
Sunan Kalijaga merupakan seorang wali yang dikenal arif dan bijaksana dalam menyebarkan ajaran Islam di tanah Jawa. Pada dasarnya, ketupat bukan hanya hanya sekadar rasa dan tradisi, melainkan juga menjadi simbol dakwah yang sarat makna, spiritual dan sosial yang digunakan Sunan Kalijaga.
Dalam menjalankan misi dakwahnya, Sunan Kalijaga tidak memilih pendekatan konfrontatif terhadap budaya lokal, melainkan justru merangkul dan memaknainya kembali dengan nilai-nilai Islam.
Ia memahami betul karakter masyarakat Jawa yang sangat lekat dengan simbol dan tradisi. Maka, ketupat dijadikan media untuk menyampaikan pesan-pesan Islam yang halus namun juga memiliki makna yang sangat dalam.
Kata “ketupat” atau dalam bahasa Jawa disebut “kupat”, memiliki makna filosofis yang mendalam. “Kupat” berasal dari istilah ngaku lepat yang berarti mengakui kesalahan, serta laku papat atau empat tindakan yakni lebaran,luberan, leburan dan laburan.
Tradisi sungkeman ketika lebaran menjadi salah satu implementasi ngaku lepat sementara, laku papat dengan empat tindakan tersebut yakni lebaran menandakan berakhirnya waktu puasa, luberan yakni melimpahnya rezeki sehingga disyariatkan untuk bersedekah atau membazar zakat.
Leburan yakni meleburnya dosa dengan saling memaafkan satu sama lain serta laburan yang berasal dari kata labur yang biasa digunakan untuk memutihkan dinding. Sehingga laburan diartikan sebagai waktu lahirnya Kembali kejernihan dan kesucian manusia.
Anyaman janur yang membungkus ketupat melambangkan keruwetan hidup manusia yang perlu dirapikan melalui ajaran agama. Sementara isinya, berupa nasi putih yang pulen, menggambarkan hati yang telah disucikan setelah menjalani puasa Ramadan.
Dengan menjadikan ketupat sebagai simbol dakwah, Sunan Kalijaga tidak hanya mempertahankan budaya, tetapi juga melakukan dakwah islam secara halus. Warisan ini terus hidup hingga hari ini, menjadikan ketupat bukan hanya makanan biasa, melainkan juga media dakwah sebagai pengingat bagi manusia.
Baca juga: Ziarah Kubur Saat Lebaran, Ini Keutamaan Menurut Hadis