Kesiapan seseorang dalam segala aspek baik secara fisik, mental maupun finansial menjadi salah satu faktor penting yang harus diperhatikan dalam pernikahan. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan Ning Imaz Fatimatuz Zahra.
Menurutnya, Pernikahan merupakan ibadah yang sangat dekat dengan kebutuhan biologis manusia. Sehingga dalam melaksanakannya juga harus melibatkan banyak hal yang kompleks yang harus diperhatikan dengan baik.
Dalam sebuah hadis disebutkan bahwa bagi yang mampu menikah, dianjurkan untuk segera menikah, tetapi bagi yang belum mampu disarankan untuk berpuasa karena puasa dapat menjadi tameng dalam menjaga nafsu.
يا معشر الشباب من استطاع منكم الباءة فليتزوج، فإنه أغض للبصر وأحصن للفرج، ومن لم يستطع فعليه بالصوم، فإنه له وجاءٌ
Artinya: “Wahai para pemuda, jika kalian telah mampu, maka menikahlah. Sungguh menikah itu lebih menenteramkan mata dan kelamin. Bagi yang belum mampu, maka berpuasalah karena puasa bisa menjadi tameng baginya.” (HR. Bukhari)
Hadis ini menunjukkan bahwa kesiapan dalam pernikahan menjadi syarat utama agar pernikahan dapat berjalan dengan baik.
Ning Imaz menjelaskan, bahwa ketidaksiapan seseorang dalam menikah juga menjadi salah satu penyenbab munculnya fenomena yang ramai belakangan ini yakni istilah “married is scary.”
Menurutnya, fenomena ini tampaknya bukan hal baru, tetapi lebih terekspos di era digital saat ini. Hal ini juga didasari oleh motif yang diambil dalam pernikahan tidak berdasarkan pada nilai-nilai ibadah, yang pada akhirnya menimbulkan berbagai permasalahan dalam rumah tangga.
Ia juga menjelaskan terkait hukum menikah jika dilihat dalam sudut pandang fikih Islam, bahwa hukum menikah tidak hanya sunnah. Terdapat kondisi di mana menikah menjadi wajib bagi seseorang yang mampu dan khawatir jatuh dalam perbuatan maksiat jika tidak menikah. Ada pula kondisi di mana menikah hanya sekadar mubah bagi seseorang yang tidak memiliki dorongan khusus untuk menikah tetapi juga tidak ada alasan kuat untuk menghindarinya.
Dalam beberapa keadaan, menikah bisa menjadi makruh Bahkan, dalam kondisi tertentu, menikah bisa menjadi haram jika niat dan tujuannya salah atau dipastikan akan menimbulkan mudarat.
Pernikahan yang dilakukan secara dini atau tanpa kesiapan matang sering kali menimbulkan banyak permasalahan di kemudian hari. Ketidaksiapan ini tidak hanya berdampak pada individu yang menikah, tetapi juga pada keluarganya.
Banyak orang yang belum selesai dengan dirinya sendiri, baik dalam hal trauma masa lalu maupun ketidakstabilan emosi, sehingga belum siap untuk membangun rumah tangga yang sehat. Selain itu, ekspektasi yang berlebihan terhadap pernikahan sering kali menjadi faktor penyebab kekecewaan, karena realita pernikahan memerlukan usaha dan kompromi dari kedua belah pihak.
Kurangnya pemahaman tentang tujuan pernikahan juga menjadi faktor yang membuat seseorang merasa takut terhadap pernikahan itu sendiri. Menikah bukan sekadar menjalani kehidupan bersama, tetapi juga bagian dari ibadah yang harus dipersiapkan dengan baik.
Ning Imaz Mengungkapkan bahwa salah satu prinsip penting yang perlu dipegang sebelum menuju pernikahan adalah memahami ayat “ath-thayyibuna lith-thayyibat dan seterusnya” yang mengajarkan bahwa orang baik akan dipertemukan dengan yang baik.
Oleh karena itu, setiap individu perlu terus meningkatkan kualitas dirinya agar bisa mendapatkan pasangan yang juga memiliki kualitas yang setara, baik dari segi pemikiran, pendidikan, maupun karakter. Semakin baik kualitas seseorang, semakin besar kemungkinan mendapatkan pasangan yang setara dalam hal kebaikan.
Menikah merupakan ibadah yang sederhana dalam pelaksanaannya, tetapi membutuhkan kesiapan yang matang. Fenomena ketakutan terhadap pernikahan sering kali muncul akibat ketidaksiapan dalam berbagai aspek kehidupan.
Oleh karena itu, sebelum menikah, penting bagi setiap individu untuk mempersiapkan diri dengan baik, baik secara mental, emosional, maupun spiritual. Dengan begitu, pernikahan dapat menjadi perjalanan yang penuh berkah dan kebahagiaan bagi kedua belah pihak.