• Tebuireng
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Kolom Pakar
  • Politik
Tebuireng Initiatives
  • Home
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Politik
No Result
View All Result
  • Home
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Politik
No Result
View All Result
Tebuireng Initiatives
No Result
View All Result
  • Home
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Politik
Tebuireng Initiatives

Pandangan Kiai Hasyim Asy’ari Terkait Hukum Puasa Bagi Pekerja Berat

Syarif Abdurrahman by Syarif Abdurrahman
2021-04-29
in Fiqih, Keislaman, Kiai, Pendidikan, Pengajian, Tebuireng
0
Para santri melewati muse
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Hadratussyaikh KH M Hasyim Asy’ari pernah menulis di Soera Muslimin nomor 17 terkait kelonggaran berbuka puasa bagi pekerja berat, saat itu zamannya romusa (pekerja paksa pada jajahan Belanda). Kiai Hasyim memberikan tiga macam hal terkait bolehnya berbuka puasa sebelum waktunya bagi orang tertentu. Pendapat tersebut merujuk pada kitab Fathul Mu’in (halaman 44-53).

Dalam tulisannya, Kiai Hasyim menjelaskan bolehnya berbuka puasa fardlu lebih dulu jika dalam keadaan sakit yang membahayakan, kategori membahayakan di sini yaitu sampai memperbolehkan seseorang tersebut mengganti wudlu dengan tayamum dan ada indikasi bila terus puasa maka sakitnya tambah parah.

Hal yang membolehkan selanjutnya yaitu melakukan perjalanan jauh dengan ukuran perjalanan tersebut boleh meringkas shalat (qashar) dan tidak dalam tujuan maksiat. Dalam kategori kedua ini, Kiai Hasyim menegaskan jika orang yang puasa tersebut masih kuat maka dianjurkan tetap puasa.

Selanjutnya, Kiai Hasyim merekomendasikan untuk buka puasa ketika ada bahaya besar yang datang ketika seorang muslim tetap berpuasa. Misalnya sangat haus atau terlalu lapar, dalam kondisi ini diperbolehkan berbuka. Bahaya besar tersebut bisa menyebabkan hilangnya nyawa, jatuh sakit, kerusakan di bagian tubuh, kepayahan bagi ibu hamil, kerusakan akal dan paksaan dengan ancaman.

Dalam tulisannya, Kiai Hasyim mengingatkan meskipun ada kelonggaran dari hukum Islam, tetapi hendaknya hukum itu jangan dipermainkan. Termasuk jangan menjalani kelonggaran ketika masih kuat menahan untuk menjalani puasa. Seorang muslim dianjurkan untuk tetap berniat puasa pada malam harinya hingga batas terakhir ia tak kuat lagi untuk berpuasa. Selanjutnya, setelah ramadhan usai maka segera membayar utang puasa yang ditinggalkan tadi.

Hal ini dikarenakan Kiai Hasyim memandang puasa wajib tidak dilakukan setiap hari. Selain itu, puasa wajib seperti ramadhan mengandung keutamaan dan hikmah yang bermacam-macam. Apalagi dalam puasa ada unsur pendidikan yang sangat berharga. Diantaranya; pertama, memberikan istirahat pada perut untuk tidak kerja secara terus menerus. Kedua, membiasakan perut lapar, agar memiliki sifat peduli dan tenggang rasa kepada saudara-saudara yang setiap hari masih sering tidak makan.

Pendidikan ketiga, puasa memberi perasaan kepada orang kaya agar dapat merasakan kehidupan yang sama dengan saudara-saudaranya yang miskin. Bahwa sekaya apapun seseorang, ia membutuhkan hal yang sama dengan orang miskin yaitu makan, air dan oksigen. Kebutuhan dasar ini tidak boleh dimonopoli. Umumnya manusia akan timbul simpatik setelah mengalami sendiri. Dari sini, semua orang yang berpuasa diharapkan bisa bersyukur atas nikmat Allah berupa kesehatan, harta dan bisa makan. Oleh karenanya sebagai wujud nyata dari kesadaran itu, setelah puasa diperintah zakat dan saling meminta maaf antar muslim.

Sejalan dengan Kiai Hasyim, dalam pandangan intelektual muslim Indonesia Yudi Latif, puasa melatih cara beragama secara dewasa. Beribadah bukan karena apa kata orang, melainkan apa kata nurani sendiri. Seseorang bisa saja berpura-pura puasa di depan orang banyak, tapi faktanya saat sendirian ia tidak bisa menahan diri dari makan, minum dan melakukan hubungan suami isteri. Bisa dikatakan puasa yang masih terintimidasi makanan di warung atau melancarkan “balas dendam” dengan menyantap makanan secara berlebih saat berbuka pertanda jiwa kekanak-kanakan yang masih melekat pada materi sebagai budak nafsu.

Mudah-mudahan Allah Swt memberikan petunjuk, agar kita selalu dapat tetap bekerja, meskipun dalam keadaan berpuasa, hingga tiada merugikan usaha dan menghasilkan segala maksud hingga kemenangan terakhir segera tercapai di pihak kita. Amin! (Rahman)

Tags: buka puasafikihKiai HasyimpekerjaPesantrenPondok PesantrenpuasaramadhanSantriTebuireng
Previous Post

Jurnalis Bicara Gus Sholah dari Sisi Berbeda

Next Post

Waktu Imsak di Indonesia salah?

Syarif Abdurrahman

Syarif Abdurrahman

Santri Pondok Pesantren Tebuireng.

Next Post
Santri Tebuireng (Ist)

Waktu Imsak di Indonesia salah?

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No Result
View All Result

Pos-pos Terbaru

  • Jalanan dan Kaitannya dengan Karakter
  • Santri Ikuti Seleksi CBT MQKN 2025, Tujuh Kode Ujian Catat Skor Sempurna
  • Serangan Iran Dinilai Jadi Babak Baru dalam Sejarah Israel
  • Ferry Irwandi: Logical Fallacy Argumen Gus Ulil
  • Gus Ulil Sebut Platform X sebagai Medan Penting dalam Perang Narasi Global

Komentar Terbaru

  • Yayat.hendrayana pada Surat Yasin dan Amalan Segala Hajat
  • Universitas Islam Sultan Agung pada Pentingnya Bahtsul Masail sebagai Ruh Pesantren
  • Thowiroh pada Dauroh Badlan Al-Masruriyy Cetak Santri Bisa Bahasa Arab 2 Bulan
  • Dodi Sobari pada Dauroh Badlan Al-Masruriyy Cetak Santri Bisa Bahasa Arab 2 Bulan
  • Tri Setyowati pada Ijazah Wirid dari Kiai Abdul Wahab Hasbullah
  • About
  • Kontak
  • Privacy & Policy
  • Terms and Conditions
  • Disclaimer
  • Redaksi
  • Pedoman Media

© 2021 Tebuireng Initiatives - Berkarya Untuk Bangsa by Tebuireng

No Result
View All Result
  • Tebuireng
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Kolom Pakar
  • Politik

© 2021 Tebuireng Initiatives - Berkarya Untuk Bangsa by Tebuireng