tebuireng.co– Menjaga Pondok Pesantren saat ini, selayaknya tidak hanya menfokuskan para santrinya pada proses mengaji kitab kuning saja namun juga perlu dibekali kemampuan berwirausaha dengan baik. Supaya kelak ketika ia telah lulus dari Pondok Pesantren, ia tidak kebingungan di dalam masalah ekonomi dan tidak sampai menjual agama.
Baca juga: Kemuliaan Seorang Penggembala Kambing
Mengapa demikian? Karena tidak semua santri kelak ketika pulang menjadi kiai dan guru agama di daerahnya masing-masing. Dari banyaknya jumlah santri, tidak mesti menjadi kiai semuanya. Tidak mesti menjadi guru agama semuanya.
Sehingga, apabila santri memiliki kemampuan lain misalnya mampu berwirausaha, santri bisa mengelola usaha dan mengembangkannya sendiri di tengah-tengah masyarakat. Baik dari sektor pertanian, perkebunan, perikanan, pakaian, makanan, dll.
Kemampuan berwirausaha ini pula nantinya dapat mendorong kemandirian para santri untuk tidak menggantungkan segala kebutuhan hidupnya kepada orang lain. sekaligus menepis anggapan bahwa kaum santri hanya tahu mengaji kitab kuning saja.
Santri sudah tidak lagi bingung ketika sudah keluar dari Pondok Pesantren dalam masalah ekonomi karena sudah punya bekal yang cukup untuk hidup di tengah-tengah lingkungan masyarakat dan lebih bermartabat serta dapat pula terhindar dari menjual agama untuk kebutuhan hidupnya.
Wirausaha di dalam pesantren sebetulnya bukan menjadi pokok dan tujuan berdirinya sebuah pesantren, tapi hanya sebatas usaha penunjang yang mengawal dan memajukan kelangsungan pendidikan agama di dalam pesantren, baik pesantren tersebut dalam bentuk pesantren salaf maupun pesantren yang bentuknya khalaf atau modern, semuanya memiliki peluang yang sama untuk terus menjadi pesantren yang kuat secara ekonomi dengan cara mengembangkan wirausahanya.
Oleh: Zaenal Arifin. Sekretaris Pondok Pesantren Agribisnis al-Ittifaq Bandung.
Baca Juga: Sufi Makhluk Ekonomi