• Tebuireng
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Kolom Pakar
  • Politik
Tebuireng Initiatives
  • Home
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Politik
No Result
View All Result
  • Home
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Politik
No Result
View All Result
Tebuireng Initiatives
No Result
View All Result
  • Home
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Politik
Tebuireng Initiatives

Mengenal Sosok Gus Sholah yang Lahir pada 11 September 1942

Oleh: Syofiatul Hasanah

Zainuddin Sugendal by Zainuddin Sugendal
2022-09-11
in Kiai, News, Tokoh
0
Mengenal Sosok Gus Sholah yang Lahir pada 11 September 1942

Mengenal Sosok Gus Sholah yang Lahir pada 11 September 1942 (Ist)

Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

tebuireng.co- Tepat tanggal 11 September 1942 lahir sosok tokoh terkemuka Indonesia di tengah tahun pergolakan yakni KH Salahuddin Al-Ayyubi di Tebuireng, Jombang. Figur yang kelak akrab dipanggil Gus Sholah ini tidak lain putra ketiga dari pasangan KH A. Wahid Hasyim, Pahlawan Nasional dengan Ny. Sholihah putri KH Bisri Sansuri, tokoh besar NU sekaligus Pendiri Pondok Pesantren Mambaul Ma’arif Denanyar Jombang.

Secara nasab, Gus Sholah merupakan cucu dari pendiri Nahdlatul Ulama, KH Hasyim Asy’ari. Ia salah satu adik kandung dari mantan Presiden RI ke-4 Abdurrahman ad-Dakhil alias Gus Dur dan diantara saudaranya ialah Aisyah Hamid Baidlawi, Umar Wahid, Lily Chodijah Wahid serta Hasyim Wahid.

Masa kecil Salahuddin Wahid banyak dihabiskan di Pesantren Denanyar, tempat tinggal sang ibu. Di pesantren ini keluarga Gus Sholah merasa lebih aman dan terlindungi kala balatentara Jepang menjajah Indonesia. Hidup bersama sang kakek, KH Bisri Sansuri beserta keluarga dari jalur ibu cukup mendapatkan ilmu-ilmu agama dengan baik meskipun tidak sebanyak Gus Dur yang berada di lingkungan pesantren sejak masa kecil hingga dewasanya.

Pada tahun 1947 Gus Sholah pindah ke Tebuireng menyusul wafatnya Hadratussyeikh Hasyim Asy’ari yang mana estafet kepemimpinan Pondok Pesantren Tebireng diganti kepada ayahanda KH A. Wahid Hasyim. Tidak lama kemudian pada tahun 1950 Salahuddin pindah ke Jakarta mengikuti ayahnya tatkala menjabat sebagai Mentri Agama.

Baca juga: Rindu Gus Sholah, Hotman Paris Unggah Video saat Takziyah

Gus Sholah memulai pendidikan formalnya di SD KRIS (Kebaktian Rakyat Indonesia Sulawesi ) Jakarta Pusat. Kemudian pindah pada saat kelas 4 ke SD PERWARI (Persatuan Wanita Republik Indonesia) di Salemba Tengah. Antara tahun 1955-1985 Gus Sholah melanjutkan pendidikannya di sekolah paling elit pada masanya yaitu SMP Negeri 1 Cikini, Jakarta Pusat. Setelah lulus ia melanjutkan di SMA Budut (Budi Utomo), selama di SMA Gus Sholah mengikuti organisasi OSIS dan aktif di kepanduan Ansor.

Tamat SMA pada tahun 1962, Gus Sholah langsung melanjutkan pendidikannya di bangku kuliah Institut Teknologi Bandung (ITB) dengan mengambil jururan Arsitektur. Ia juga mengikuti organisasi kegiatan senat mahasiswa dan dewan mahasiswa bahkan pada tahun 1967 Gus Sholah aktif di organisasi eksternal kampus dengan memilih PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia) wadah bernaungnya dan sempat menjadi wakil ketua PMII Cabang Bandung.

Meskipun Gus Sholah menekuni pendidikan formalnya tidak lantas hanya fokus pada ilmu-ilmu umum, ia belajar langsung kepada ayahanda semasa hidupnya kemudian belajar kepada sang kakek KH Bisri Syansuri. Gus Sholah sempat menikmati belajar di Pesantren Denanyar Jombang dengan memaksimalkan liburan Ramadhan melalui Pesantren Ramadhan.  Sebagai anak seorang kiai tentunya memiliki semangat tinggi dalam meperdalami ilmu-ilmu agama, diantaranya belajar ilmu fiqh, shorrof, nahwu dan tarikh bersama guru yang merupakan alumni Pesantren Tebuireng yaitu KH Muhammad Fauzi dan KH Abdul Ghaffar.

Beranjak dewasa Salahuddin mulai belajar bersentuhan dengan literatur buku-buku terkait ilmu keagamaan. Pada tahun 1968 Gus Sholah melepas masa lajangnya dengan menikahi Farida, putri dari  KH Syaifuddin Zuhri mantan Mentri Agama tahun 1960-an. Dari pernikahan tersebut Gus Sholah dikaruniai 3 anak diantaranya: Irfan Asy’ari Sudirman yang akrap disapa Gus Ipang, Iqbal Billy dan Arina Saraswati.

Gus Sholah memulai karirnya sebagai arsitektur dan kontraktor sebenarnya sejak bangku kuliah kemudian pada tahun 1970 berhasil mendirikan perusahaan kontraktor bersama 2 orang temannya serta kakak ipar, Hamid Baidawi hingga tahun 1977. Selain itu Gus Sholah juga berkerjasama dengan Biro Konsultan PT MIRAZH, menjabat sebagai Direktur Utama Perusahaan Konsultan Teknik (1978-1997), Ketua DPD Ikatan Kosultan Indonesia/Inkindo DKI (1989-1990), Sekretaris Jenderal DPP Inkindo (1991-1994), Assosiate Director Perusahaan Konsultan Properti Internasional (1995-1996) dan lain sebagainya. Ia menekuni bidang arsitektur dan konstruksi hingga tahun 1998 jadi tidak heran jika Gus Sholah dikenal sebagai salah satu arsitek handal.

Pada tahun yang sama Gus Sholah mulai menekuni di bidang kepenulisan, sebenarnya aktivitas membaca merupakan hobinya sejak kecil akan tetapi terjun di dunia kepenulisan pada tahun 90-an. Gus Sholah belajar dari nol, karena kegigihannya dan berkat orang-orang terdekat terutama sang istri, Gus Sholah berhasil melahirkan beberapa karya tulis yang banyak membahas terkait problematika yang sedang dihadapi oleh umat dan bangsa. Adapun diantara  karya yang telah diterbitkan ialah Negeri di Balik Kabut Sejarah, Mendengar Suara Rakyat, Menggagas Peran Politik NU, Basmi Korupsi, Jihad Akbar Bangsa Indonesia, Ikut Membangun Demokrasi, Dialog Gus Dur-Mas Sholah, Berguru pada Realitas, Meneladani Eyang Wahid, dan beberapa buku lainnya. Selain itu Gus Sholah juga aktif menulis artikel atau opini yang dimuat dalam surat kabar terutama di Kompas dan Republika.

Baca juga: Najwa Shihab Ungkapkan Kesan terhadap Sosok Gus Sholah

Tidak hanya fokus disana, Gus Sholah yang dikenal memiliki kecerdasan dan kepedulian yang tinggi juga terjun dalam karir politik. Di era reformasi, pada tahun 1998 Gus Sholah menjadi salah satu ketua Dewan Pimpinan Pusat PKU (Partai Kebangkitan Umat). Dalam catatan buku Gus Sholah, Sang Arsitek Pemersatu Umat, PKU didirikan sebagai kritik keras terhadap perlibatan Jam’iyah NU secara struktural dalam proses pendirian PKB. PKU juga didirikan dengan tujuan untuk membangun masyarakat madani, diperkotaan atau pedesaan berlandaskan keislaman dan keindonesiaan, sekaligus melindungi hak pemeluk semua agama (toleransi beragama).

Akan tetapi baru satu tahun bergabung di partai tersebut Gus Sholah mengundurkan diri dari pastai tersebut kemudian ikut maju sebagai kandidat Ketua Umum PBNU dan hasilnya KH Salahuddin Wahid resmi menjadi salah satu ketua PBNU priode 1999-2004. Kepedulian terhadap NU sangat besar terbukti Gus Sholah selalu memberikan inspirasi, kritikan dan masukan kepada NU agar tetap memegang teguh khittah Nahdlatul Ulama. Di tahun 2001, ia berhasil lolos sebagai anggota Komnas HAM bahkan terpilih menjadi Wakil Ketua II Komnas HAM priode 2002 -2007.

Pada tahun 2004 Salahuddin Wahid mengundurkan diri dari Komnas HAM dan PBNU sebagai bentuk keseriusannya sebagai Cawapres yang berpasangan Wiranto dari partai Golkar, Deklarasinya dilaksanakan di  Gedung Bidakara, Jakarta. Namun keduanya harus terdepak dikarenakan berada di posisi ke 3 dari lima pasangan calon.

Memasuki umur yang ke-64 tepat pada tahun 2006, KH Salahuddin Wahid kembali ke kampung halamannya atas permintaan KH Yusuf  Hasyim untuk menggatikan estafet kepemimpinannya sebagai pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng. Peresmian atas diangkatnya KH Salahuddin Wahid menjadi Pengasuh Pesantren Tebuireng dilaksanakan bersamaan dengan acara “Tahlil Akbar Hadratussyeikh Hasyim Asy’ari dan Temu Alumni Pondok Pesantren Tebuireng” pada tanggal 12 April 2006, sejak itulah Gus Sholah berkhidmat ke Pondok Pesantren Tebuireng.

Selama mengemban tugas sebagai Pengasuh Pesantren Tebuireng, Gus Sholah menjalankan tugasnya dengan melakukan revitalisasi, akseleratif dan masif. Dimulai dari peningkatan kualitas pendidikan dengan cara membentuk pendidikan formal dari Madrasah Tsanawiyah (MTS Sains) SMA Trensains, Madrasah Mu’allimin, hingga ikut mensukseskan status Ma’had Aly Tebuireng dan seluruh Ma’had Aly di Indonesia memiliki ijazah formal setara S-1.

Selanjutnya KH Salahuddin Wahid melakukan pemeliharaan kultur pesantren, penerapan manajemen sumber daya manusia dan dana, peremajaan sarana fisik, hingga inovasi lainnya. Sebagai arsitektur, Gus Sholah juga merenovasi setiap bangunan di Pesantren Tebuireng dan yang paling menonjol adalah sarana untuk para peziarah di kompleks Makam Tebuireng, tempat dimakamkannya Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari, anggota keluarga, serta tokoh-tokoh Tebuireng.

Selain itu Gus Sholah juga mendirikan Museum Islam Indonesia KH. Hasyim Asy’ari (MINHA). Museum ini dibangun dengan tujuan untuk menampilkan informasi terkait pesan-pesan ulama dalam berjuang mendirikan Negara Republik Indonesia dan mempertahankan kemerdekaan. Museum MINHA kemudian diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada tanggal 18 Desember 2018. Gus Sholah juga mendirikan bangunan-bangunan lainnya untuk masa depan umat.

Gus Sholah dikenal sebagai tokoh bangsawan dan ulama yang sangat menjunjung tinggi toleransi yang terbukti atas perbuataan dan perkataannya. Ia mengatakan bahwa rasa toleransi terhadap sesama harus ditanamkan dan tidak boleh dilupakan walapun bangsa Indonesia menghadapi berbagai masalah. KH Salahuddin Wahid juga menekankan untuk selalu menjaga sikap toleransi seperti halnya menghargai perbedaan pendapat dan tidak mudah menghakimi seseorang.

Di usia yang ke-78 KH Salahuddin Wahid  menghembuskan nafas terakhirnya pada tanggal 2 Februari 2020, pukul 20.55 di Rumah Sakit Jantung Harapan Kita, Jakarta. Jasad Gus Sholah dimakamkan di Komples Pesantren Tebuireng.

Baca juga: Hotman Paris Belajar Islam Ramah ke Gus Sholah

Tags: 11 SeptemberSosok Gus Sholah
Previous Post

Pentingnya Alumni Kaji Kitab Kiai Hasyim

Next Post

Mendapat Syafaat sebab Banyak Membaca Shalawat

Zainuddin Sugendal

Zainuddin Sugendal

Next Post
Mendapat Syafaat Nabi sebab Banyak Membaca Shalawat

Mendapat Syafaat sebab Banyak Membaca Shalawat

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No Result
View All Result

Pos-pos Terbaru

  • Mubeng Beteng, Tradisi Masyarakat Yogyakarta Memasuki Bulan Muharam
  • Jalanan dan Kaitannya dengan Karakter
  • Santri Ikuti Seleksi CBT MQKN 2025, Tujuh Kode Ujian Catat Skor Sempurna
  • Serangan Iran Dinilai Jadi Babak Baru dalam Sejarah Israel
  • Ferry Irwandi: Logical Fallacy Argumen Gus Ulil

Komentar Terbaru

  • Yayat.hendrayana pada Surat Yasin dan Amalan Segala Hajat
  • Universitas Islam Sultan Agung pada Pentingnya Bahtsul Masail sebagai Ruh Pesantren
  • Thowiroh pada Dauroh Badlan Al-Masruriyy Cetak Santri Bisa Bahasa Arab 2 Bulan
  • Dodi Sobari pada Dauroh Badlan Al-Masruriyy Cetak Santri Bisa Bahasa Arab 2 Bulan
  • Tri Setyowati pada Ijazah Wirid dari Kiai Abdul Wahab Hasbullah
  • About
  • Kontak
  • Privacy & Policy
  • Terms and Conditions
  • Disclaimer
  • Redaksi
  • Pedoman Media

© 2021 Tebuireng Initiatives - Berkarya Untuk Bangsa by Tebuireng

No Result
View All Result
  • Tebuireng
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Kolom Pakar
  • Politik

© 2021 Tebuireng Initiatives - Berkarya Untuk Bangsa by Tebuireng