tebuireng.co – KH Salahuddin Wahid yang kerap disapa Gus Sholah adalah figur yang sangat patut untuk diteladani oleh masyarakat. Hal ini juga yang menjadi kesan bagi perempuan yang mendirikan Narasi, sebuah perusahaan berita dan media omni-channel yang menciptakan dan mengelola beberapa jenis konten, Najwa Shihab. Ia menyampaikannya pada haul ke-2 Gus Sholah, Kamis (03/02/2022).
Di antara banyak sisi teladan yang dimiliki Gus Sholah, Najwa Shihab mengemukakan beberapa kesan yang di antaranya. Pertama, perbedaan pandangan dan pendapat merupakan hal yang normal dan tidak bisa menjadi alasan putusnya persaudaraan. Gus Sholah dan Gus Dur yang notabene kakak beradik kerap kali berselisih pendapat di media massa. Polemik di antara keduanya terjadi dalam berbagai hal, seperti halnya ketika saudaranya, Gus Dur mendirikan PKB, Gus Sholah memilih bergabung dengan Partai Kebangkitan Umat (PKU).
Sebagaimana dalam buku yang berjudul “KH A. Wahid Hasyim dalam Pandangan Dua Puteranya” keduanya juga memperdebatkan pandangan sang ayah tentang hubungan agama dan negara. Gus Dur yang berpandangan bahwa Kiai Wahid dalam bernegara cenderung sekuler tidak disetujui oleh adiknya. Gus Sholah menilai bahwa Kiai Wahid merupakan figur negarawan yang religius. Meskipun demikian, tentu saja polemik ini tidak menciptakan kesenjangan dalam ikatan persaudaraan. Perbedaan yang timbul dalam pemikiran mereka justru menjadi tanda kekayaan intelektual keduanya. Ketika melihat kesedihan mendalam yang dirasakan Gus Sholah ketika melepas jenazah Gus Dur terasa jelas tanda rasa cinta dan kehilangan terhadap sang kakak.
Baca Juga: Tafsir Pemikiran Politik Islam Gus Dur dan Gus Sholah
Kedua, Gus Sholah merupakan teladan dalam demokrasi. Kekalahan dan kemenangan adalah hal yang biasa dalam demokrasi. Dua kali merasakan kekalahan dalam pemilihan ketika mencalonkan diri menjadi Wakil Presiden pada tahun 2004 dan Ketua Umum PBNU pada tahun 2015 tidak ada kemarahan yang berlebihan atau amuk yang tidak masuk akal dari diri Gus Sholah.
Ketiga, dari Gus Sholah kita belajar kapan saatnya berhenti kembali pulang ke tempat tinggalnya yang asli dalam mengemban amanah setelah menempuh lika-liku perjalanan hidup. Gus Sholah yang sebelumnya merupakan seorang aktivis mahasiswa, pengusaha konstruksi, penulis, cendikiawan, politikus, tokoh nasional pada akhirnya memilih kembali pulang ke Jombang menjadi pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng.
“Sangat banyak dari kita yang tidak tahu kapan saatnya berhenti, banyak yang masih antusias dan rakus mengejar banyak hal, tapi Gus Sholah tahu kapan saatnya berhenti dan di pemberhentian terakhir itulah Gus Sholah menemui Sang Khalik,” pungkas Najwa Shihab dalam peringatan haul ke-2 Gus Sholah.
*Oleh: Himmayatul Husna, Jurnalis Tebuireng.co
Baca Juga: Haul ke-2 Gus Sholah