tebuireng.co – Mahasiswa 2022 adalah generasi muda dengan segala fasilitas teknologi digital. Mereka didukung oleh kemudahan kemajuan teknologi dari berbagai aspek.
Generasi muda merupakan salah satu komponen yang perlu dilibatkan dalam pembangunan di berbagai aspek. Hal tersebut dikarenakan generasi muda merupakan hal yang potensial untuk mendukung sebuah keberhasilan.
Mahasiswa 2022 dengan teknologi memiliki pengetahuan baru, kreatif, dan inovatif, serta semangat yang tinggi untuk turut berkontribusi dalam pembangunan bangsa.
Perpaduan tekonologi dan semangat darah muda membuka peluang besar untuk mengisi panggung sejarah bukan hanya sebagai penonton tentunya, melainkan sebagai aktor utama.
Dalam hal ini, Syaikh Yusuf al-Qardawi mengumpamakan usia muda dengan sinar matahari pada jam dua belas, saat di mana tingkat kepanasan sinarnya mencapai puncak.
Sementara itu, mahasiswa yang merupakan individu dengan kekayaan intelektual lebih banyak karena jenjang pendidikannya berada pada perguruan tinggi, dinilai sebagai organ penting dalam struktur generasi muda.
Dalam menjalankan peran sebagai penerus bangsa, sangat penting bagi mahasiswa untuk  melanjutkan tongkat estafet perjuangan para leluhurnya.
Sangat disayangkan jika generasi muda yang lahir di era digatalisasi ini, sesudah kolonialisme, generasi yang lahir dalam manisnya kemerdekaan mengedikkan bahu, tidak mau tahu-menahu tentang sejarah perjuangan pahlawan bangsa. Menganggap sejarah sebagai peristiwa yang telah berlalu dan tidak up to date.
Sejarah sebagai Tali Penghubung Masa lalu dan Masa Sekarang
Sejarah merupakan salah satu studi yang sangat berperan dalam penanaman nilai-nilai karakter bagi generasi bangsa. Dikarenakan terjadi di masa lalu, tidak berarti sejarah tidak ada kaitannya dengan masa selanjutnya, peristiwa masa lalu justru memiliki andil yang penting dalam hal yang akan terjadi di masa selanjutnya.
Seperti lahirnya tokoh-tokoh pergerakan nasional tidak lain karena kesadaran mereka akan penderitaan masa kolonial.
Kaum intelek yang juga terdiri dari generasi muda dalam mengkaji studi kesejarahan perlu berpikir kritis dan memiliki kemampuan untuk mengkaji setiap perubahan dalam sebuah lingkungan, serta memiliki kesadaran akan nilai-nilai yang terkandung dalam setiap peristiwa sejarah.
Sehingga, para generasi muda ini mampu mengenali identitas dan sejarah panjang yang dimiliki bangsanya. Generasi muda dengan teknologi bisa baca di mana saja dan kapan saja. Perpustakaan online semakin mudah diakses dan belajar jarak jauh pun semakin mudah.
Hal ini bertujuan untuk mengoptimalkan peran yang dimiliki para generasi muda bangsa dalam menguatkan ideologi nasionalisme yang tertanam dalam diri. Mahasiswa 2022 perlu menyerap semangat para pahlawan di amsa lalu dan diterapkan saat ini dalam bentuk karya.
Agar sebagai generasi muda tidak hanya menikmati hasil sebuah kebebasan penjajahan, lalu menjajah bangsa sendiri, tapi dapat melanjutkan perjuangan para pahlawan pendahulu dalam mempertahankan dan pengembangan bangsa sehingga dapat bersaing dalam panggung dunia.
Tentu saja cara ini menjadi bentuk penghargaan yang lebih berarti atas keringat merah para pahlawan negeri, dari pada menghargai hanya berhenti dengan cara menjadikan mereka terjejer di depan kaca atau berdiri kaku di tengah kota.
Sejenak Melihat Pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa
Generasi muda untuk menjadi raja dalam dinamika zamannya dinilai perlu untuk berpikir out of the box dalam berkontemplasi terhadap kejayaan dan keberhasilan masa lampau.
Tidak hanya membaca untuk kemudian berhenti pada sebuah ketakjuban, apalagi menafikan relevansinya dengan masa sekarang, tapi untuk kemudian dijadikan pelajaran dan pendewasaan dalam menghadapi dan menganalisa permasalahan yang akan terjadi di masa mendatang.
Sultan Ageng Tirtayasa yang merupakan salah satu tokoh sentral dalam sejarah pemerintahan Kesultanan Banten sangat penting untuk dikaji para generasi muda.
Sultan Ageng Tirtayasa dilantik pada tahun 1651 M menggantikan kakeknya yang bernama Sultan Abdul Ma’ali Ahmad. Dalam kepemimpinannya, Kesultanan Banten mencapai episode puncak kemajuan sehingga mampu melawan tekanan kolonial Belanda oleh kongsi dagang VOC yang ingin menguasai Banten.
Keberhasilan ini tentu tidak lepas dari kontribusi Sultan Ageng Tirtayasa yang memiliki kapabilitas yang cukup sebagai pemimpin.
Pada saat pemerintahannya, Sultan Ageng Tirtayasa memiliki kecakapan dalam memahami konteks eksternal dan internal wilayah kekuasannya.
Dalam penilaiannya terhadap lingkungan eksternal, Sultan Ageng Tirtayasa mempertimbangkan peta persaingan antara pedagang yang melakukan kegiatan bisnis di Perlabuhan Banten.
Pedagang yang memiliki potensial dan tidak melakukan monopoli perdagangan, seperti pedagang Cina dan Gujarat diizinkan untuk melakukan perdagangan, sementara pedagang Portugis dan Belanda dibatasi agara tidak mengganggu iklim bisnis dan proses ekonomi yang diciptakan oleh Kesultanan Banten.
Kesultanan Banten juga mengadakan perjanjian kerja sama baik dengan kerajaan di Nusantara atau perdagangan asing, serta melengkapi pertahanan dan kekuatan militer untuk menjamin proses perdagangan.
Sedangkan pemahaman dalam konteks internal dapat diwujudkan dengan memahami potensi alam yang dimiliki. Pada saat itu, Banten sebagai penghasil beras dan lada dioptimalkan guna menunjang kesejahteraan masyarakat.
Kecakapan Sultan Ageng Tirtayasa dalam memahami kondisi eksternal dan internal sangat berperan penting dalam pemanfaatan letak Banten yang berada pada jalur dagang Nusantara, bagian dari jalur dagang Asia dan dunia dengan ekologi dan iklim yang bersahabat.
Hal ini terbukti dengan kemampuannya menarik minat pedagang-pedagang dari India dan Cina untuk beralih berdagang ke pelabuhan Banten setelah jatuhnya Malaka ke tangan VOC pada tahun 1646 sekaligus dikuasainya Maluku oleh VOC.
Akhir Kata
Dengan melihat kejayaan pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa dan kegigihannya dalam melawan VOC, generasi muda diharapkan mampu mengimplementasikan nilai-nilai yang dapat diambil seperti kecakapan Sultan Ageng Tirtayasa dalam memahami kondisi internal dan eksternal lingkungannya.
Mahasiswa di era digital juga harus meniru dalam membaca lingkungan, sehingga tidak hanya menjadi penonton dalam kemajuan teknologi, tapi menjadi aktor utama dalam perubahan.
Banyak perubahan yang bisa dilakukan dengan segala kemajuan dari teknologi. Ketiadaan kolonial dan perebutan wilayah kekuasan secara geografis pada masa sekarang tidak lantas menjadikan bangsa ini aman.
Konflik yang terjadi dalam lingkup internal, seperti halnya krisis budi pekerti, pelecehan seksual, kasus kriminal, intoleran, dan kasus-kasus lain yang menjadi problem masa sekarang generasi muda harus berdiri di garda terdepan dalam menangani hal-hal tersebut.
Generasi muda perlu menyuarakan hal positif lewat media sosial. Agar hal buruk tidak terjadi ke generasi selanjutnya. Dalam kata lain, dulu berjuang dengan angkat senjata, saat ini berjuang lewat smartphone. Menjadi aktor perubahan sosial yang mengarah ke kegiatan positif seperti konten kreator, digital marketing, penulis di website dan youtuber.
Para generasi muda perlu menciptakan langkah pertama, yakni dimulai dari kaderisasi diri dengan memperkaya wawasan intelektual, mendidik jiwa untuk menjadi kader pemimpin yang religius-humanistik di masa depan, dan mampu bersikap fleksibel dalam menghadapi arus perkembangan zaman yang dinamis.
Mahasiswa 2022 sudah siap? Jadi penonton atau aktor?
Oleh : Himmayatul Husna