• Tebuireng
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Kolom Pakar
  • Politik
Tebuireng Initiatives
  • Home
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Politik
No Result
View All Result
  • Home
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Politik
No Result
View All Result
Tebuireng Initiatives
No Result
View All Result
  • Home
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Politik
Tebuireng Initiatives

Kisah Unik Kiai Hasyim Saat di Kandungan

Syarif Abdurrahman by Syarif Abdurrahman
2021-06-24
in Kiai, Pesantren, Santri, Tebuireng, Tokoh
0
kisah unik kiai hasyim-web
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Tepat hari ini, 7 Ramadhan 1366 H adalah hari wafatnya Hadratussyaikh M Hasyim Asy’ari Tebuireng. 76 tahun lalu, Pendiri Nahdlatul Ulama (NU) dan Pondok Pesantren Tebuireng ini menghembuskan nafas terakhir sekitar pukul 03.00 WIB. Hadratussyaikh wafat dalam keadaan meninggalkan begitu banyak karya dan nasehat. Kitab-kitab Hadratussyaikh seperti Adabul Alim Wal Muta’allim dan Risalah Ahlussunah Wal Jama’ah masih diajarkan di pesantren-pesantren Nusantara hingga hari ini. Tak sedikit pula pesantren dan pengurus NU di berbagai daerah menjadikan kitab ini sebagai menu wajib saat bulan Ramadhan.

Menceritakan Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari tidak bisa lepas dari leluhurnya di Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas Jombang khususnya Kiai Utsman dan Kiai Hasan asal Demak. Makam Kiai Ustman kini berada di Utara Mts Negeri 3 Jombang. Konon, makam ini mulai ramai setelah dikunjungi Gus Dur. Presiden ke-4 RI ini sering datang ziarah ke makam Kiai Utsman. Dulu, Kiai Usman memiliki Pesantren Gedang di Tambakberas, Desa Tambakrejo saat ini. Di pesantren ini pula Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari dilahirkan pada Selasa Kliwon, 24 Dzilqo’dah 1287 bertepatan pada 14 Februari 1871.

Kiai Utsman adalah menantu dari Kiai Soichah nama aslinya adalah Abdus Salam. Ia punya dua menantu bernama KH Said dan KH Utsman. Kiai Abdus Salam merupakan putra Kiai Abdul Jabbar putra Kiai Abdul Halim (Pangeran Benowo) bin Kiai Abdurrohman (Joko Tingkir).

Dari jalur KH Said lahir lah KH Hasbullah yang kemudian melahirkan KH Abdul Wahab Hasbullah. Dewasa ini, keturunan Kiai Hasbullah melanjutkan perjuangannya leluhurnya lewat Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas Jombang. Sedangkan KH Utsman menurunkan Halimah (Winih) yang kelak dinikahi oleh KH Asy’ari dan melahirkan Pendiri Pesantren Tebuireng KH M Hasyim Asy’ari.

Baca Juga: Peran Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari dalam Pendirian NKRI

Kiai Usman memiliki keturunan bernama Halimah (Winih), Tandur, Cukul, Lilir dan Jebul. KH Utsman merupakan putra dari KH Hasan yang berasal dari Demak, Jawa Tengah. Konon, KH. Hasan masih keturunan dari Raden Patah, pendiri kerajaan Demak Bintoro. Kiai Hasan punya sifat yang suka dengan ulama dan meminta anaknya belajar ke Kiai Abdus Salam.

Hubungan Kiai Hasyim dengan Pesantren Gedang dimulai saat sang ayah Kiai Asy’ari asal Demak menjadi santri Kiai Utsman. Selama dididik Kiai Utsman, sosok Kiai Asy’ari dikenal rajin, cakap dan serius dalam belajar. Sehingga ia lebih dekat dengan Kiai Utsman. Ada kisah unik di sini, menurut buku “Kiai Hasjim Asj’ari karya Abdul Karim Hasyim Nafiqoh atau Akarhanaf, Kiai Asy’ari sudah ditunangkan dengan putri Kiai Utsman bernama Winih alias Halimah sejak lama. Ketika itu, usia Kiai Asy’ari sekitar 25 tahun dan Nyai Halimah berusia 4 tahun. Ide ini bermula pada tahun 1271 (1855 M), Kiai Utsman mulai sakit-sakitan sehingga sanak keluarganya berunding untuk menyiapkan pengganti Kiai Utsman dengan mencari jodoh sang putrinya. Dengan persetujuan Kiai Utsman, dalam keadaan sakit itulah dilaksanakan pertunangan Kiai Asy’ari dan Nyai Halimah dengan akad Sirri. Dipilihnya Kiai Asy’ari karena ia dipandang lebih siap dan punya kapasitas ilmu yang matang.

Setelah cukup dewasa, saat Halimah berumur belasan tahun barulah kedua pasangan ini berkumpul layaknya suami istri. Kelak dari mereka berdua lahir tokoh besar Hadratussyaikh M Hasyim Asy’ari yang namanya harum hingga hari ini. Berdasarkan catatan Akarhanaf, saat Nyai Halimah hamil, ia bermimpi bahwa ada bulan purnama jatuh dari langit dan menimpa perutnya. Sontak saja mimpi tersebut membuat ia kaget dan bangun di tengah malam. Ia menggigil dan bercerita kepada sang suami. Tidak hanya itu, saat proses kelahirannya, bidan yang membantu proses persalinan Nyai Halimah juga merasa kan perbedaan pada tubuh Kiai Hasyim. Sehingga ia mengatakan kepada Nyai Halimah bahwa sang bayi akan menjadi tokoh besar di zamannya.

Ini tak mengherankan, sebab leluhur Kiai Hasyim Asy’ari yaitu Kiai Hasan dikenal suka tirakatan untuk anak turunnya. Selain menitipkan putranya ke ulama, Kiai Hasan dan sang istri sepanjang pernikahan dan ketika mengandung, kedua suami-istri ini melakukan tirakatan. Tirakatan tersebut antara lain berpuasa selama 22 tahun lamanya.

Harapan Kiai Hasan yang ingin memiliki keturunan yang saleh-salehah nampaknya terwujud lewat Kiai Hasyim Asy’ari. Hal ini bisa kita lihat dari keturunannya yang kelak menjadi tokoh besar seperti KH Hasyim Asyari, KH Wahid Hasyim, KH Karim Hasyim, Nyai Khoriyah Hasyim dan Muhammad Yusuf Hasyim. Di era modern ini, keturunan Kiai Hasyim Asy’ari terus menghiasi perkembangan Indonesia seperti Gus Dur, KH Shalahuddin Wahid, Ipang Wahid dan Yenny Wahid.

Kiai Hasyim Asy’ari kecil dididik di Pesantren Gedang hingga berusia 5 tahun. Setelah itu, Kiai Asy’ari beserta keluarga pindah ke Jombang bagian selatan tepatnya di Desa Keras, Kecamatan Diwek. Namun, Kiai Hasyim tak lama berada di Keras, karena selanjutnya ia dikirim oleh sang ayah untuk belajar ke berbagai ulama di nusantara dan tanah suci. Kemudian, sekitar umur 28 tahun ia pindah ke Tebuireng lalu mendirikan Pesantren Tebuireng pada tahun 1899.

Semoga kita diakui santri oleh Kiai Hasyim Asy’ari

Nb: Tulisan ini diramu dari hasil wawancara ke Humas Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas KH Jauharuddin al-Fatih dan juru kunci makam Kiai Utsman Mbah Fatih.

Tags: Bahrul UlumHasyim Asy'ariHaul Mbah HasyimKH. M. Hasyim Asy’ariTebuirengTebuireng Initiatives
Previous Post

Cegukan Berkelanjutan

Next Post

Wasiat KH Hasyim Asy’ari dan Larangan Belajar Kitab Durratun Nasihin

Syarif Abdurrahman

Syarif Abdurrahman

Santri Pondok Pesantren Tebuireng.

Next Post
Wasiat KH Hasyim Asy’ari dan Larangan Belajar Kitab Durratun Nashihin

Wasiat KH Hasyim Asy’ari dan Larangan Belajar Kitab Durratun Nasihin

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No Result
View All Result

Pos-pos Terbaru

  • Jalanan dan Kaitannya dengan Karakter
  • Santri Ikuti Seleksi CBT MQKN 2025, Tujuh Kode Ujian Catat Skor Sempurna
  • Serangan Iran Dinilai Jadi Babak Baru dalam Sejarah Israel
  • Ferry Irwandi: Logical Fallacy Argumen Gus Ulil
  • Gus Ulil Sebut Platform X sebagai Medan Penting dalam Perang Narasi Global

Komentar Terbaru

  • Yayat.hendrayana pada Surat Yasin dan Amalan Segala Hajat
  • Universitas Islam Sultan Agung pada Pentingnya Bahtsul Masail sebagai Ruh Pesantren
  • Thowiroh pada Dauroh Badlan Al-Masruriyy Cetak Santri Bisa Bahasa Arab 2 Bulan
  • Dodi Sobari pada Dauroh Badlan Al-Masruriyy Cetak Santri Bisa Bahasa Arab 2 Bulan
  • Tri Setyowati pada Ijazah Wirid dari Kiai Abdul Wahab Hasbullah
  • About
  • Kontak
  • Privacy & Policy
  • Terms and Conditions
  • Disclaimer
  • Redaksi
  • Pedoman Media

© 2021 Tebuireng Initiatives - Berkarya Untuk Bangsa by Tebuireng

No Result
View All Result
  • Tebuireng
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Kolom Pakar
  • Politik

© 2021 Tebuireng Initiatives - Berkarya Untuk Bangsa by Tebuireng