• Tebuireng
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Kolom Pakar
  • Politik
Tebuireng Initiatives
  • Home
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Politik
No Result
View All Result
  • Home
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Politik
No Result
View All Result
Tebuireng Initiatives
No Result
View All Result
  • Home
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Politik
Tebuireng Initiatives

Kiai Shoichah, Teriakannya Bikin Kompeni Pingsan

Zainuddin Sugendal by Zainuddin Sugendal
2021-10-28
in Kebangsaan, Keislaman, Kiai, Pesantren, Tokoh
0
Kiai Shoichah, Teriakannya Bikin Kompeni Pingsan

Mushallah di dusun Gedang. Gedang merupakan dusun tempat kelahiran KH. Muhammad Hasyim Asy’ari. (Foto: Dok. Perpus PBNU)

Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

tebuireng.co– Kiai Shoichah adalah leluhur dari para ulama di Jombang seperti Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari dan KH. Wahab Chasbullah. 

Nama Shoichah merupakan nama julukan dari Kiai Abdus Salam, nama julukan ini pula yang kemudian terukir di makamnya di kompleks Pesantren Tambak Beras-Jombang.

Asal usul julukan Shoichah berawal ketika Kiai Abdus Salam menunggangi seekor kuda di jalanan desa Tambak Beras, di saat yang sama ada orang Belanda atau kompeni yang juga menunggangi kuda.

Kiai Abdus Salam kemudian menyalip kendaraan kompeni itu. Karena tersinggung si kompeni menodongkan pistolnya ke arah Kiai Abdus Salam. Ditodong pistol, Kiai Abdus Salam bukannya ketakutan namun justru membentak dengan keras si kompeni tersebut hingga ia pingsan seketika.

Dari kejadian tersebut penduduk setempat memanggil Kiai Abdus Salam dengan nama Shoichah. Shoichah sendiri berasal dari bahasa Arab yang artinya “bentakan yang membuat orang gemetar”, kata Shoichah juga terdapat dalam al-Quran seperti yang terdapat di dalam surah Yasiin.

Lantas siapa sebenarnya Kiai Shoichah?

Kiai Shoichah adalah salah satu ulama dari Lasem-Rembang yang menjadi panglima perang pasukan Diponegoro. Ia adalah putra Kiai Abdul Jabbar putra kiai Abdul Halim (Pangeran Benowo) putra Kiai Abdurrohman (Joko Tingkir).

Setelah berakhirnya Perang Jawa atau Perang Diponegoro yang berlangsung selama lima tahun (1825-1830) membuat kekuasaan pemerintah kolonial Belanda semakin kuat mencengkeram Nusantara.

Kekuasaan Kolonial Belanda di Nusantara yang berlangsung lama tersebut adalah hasil dari siasat licik mereka dengan menjebak Pangeran Diponegoro kemudian menangkap serta mengasingkannya. Para pasukannya pun kocar-kacir dan terus menjadi buruan pihak Kolonial.

Zainul Milal dalam Laskar Ulama-Santri (2014) menyebutkan bahwa para pasukan Diponegoro tersebut melarikan diri ke berbagai daerah dengan tetap meneruskan spirit perjuangan menentang penjajahan.

Mereka menyebar ke seluruh penjuru negeri dan mendirikan pesantren-pesantren sebagai wadah perjuangan. Salah satunya adalah Kiai Shoichah.

Setelah tertangkapnya Pangeran Diponegoro, Kiai Shoichah membawa pasukannya ke arah timur, yaitu sebuah dusun Gedang di desa Tambakrejo.

Sebelum kedatangan Kiai Shoichah, perkampungan ini semula masih merupakan hutan belantara, namun setelah kurang lebih 13 tahun Kiai Shoichah bergelut membersihkan perkampungan ini akhirnya mulai dihuni oleh komunitas manusia.

Setelah berhasil merubah hutan menjadi perkampungan, mulailah beliau membuat gubuk tempat berdakwah, yaitu sebuah pesantren kecil yang terdiri dari bilik kecil untuk santri, tempat tinggal yang sederhana dan sebuah langgar (mushallah).

Dalam perkembangannya langgar ini berkembang menjadi pondok pesantren yang karena jumlah santri di masa awalnya berjumlah 25 orang, maka masyarakat sekitar sering menyebutnya dengan Pondok Selawe.

Selain dikenal sebagai Pondok Selawe, pesantren yang didirikan Kiai Abdus Salam ini juga dikenal dengan sebutan Pondok Telu. Kata “Telu” dalam bahasa Jawa berarti “tiga”, untuk merujuk pada disiplin ilmu yang awalnya diajarkan di pesantren ini, syariat, makrifat dan kanuragan.

M. Solahudin dalam Napak Tilas Masyayikh (2013) menambahkan selain merujuk pada tiga disiplin ilmu di atas, disebut Pondok Telu juga karena awalnya pesantren ini memiliki tiga bangunan sebagai bilik santri.

Pesantren yang diasuh Kiai Abdus Salam lambat laun berkembang dan mulai menerima santri-santri lain dari penduduk sekitar di luar 25 orang pengikutnya.

Pesantren Kiai Shoichah inilah yang kelak menjadi cikal bakal beberapa Pondok Pesantren di wilayah Jombang.

Baca juga: Kiai Asy’ari, Kakek Gus Dur yang Layak Diziarahi

Secara silsilah, Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari dan KH. Wahab Chasbullah sebagai tokoh utama pendiri NU terikat hubungan keluarga melalui Kiai Shoichah.

Kiai Shoichah mempunyai istri bernama Muslimah dan dikarunia sepuluh orang anak, yaitu Layyinah, Fathimah, Marfu`ah, Jama`ah, Abu Bakar, Abdus Syakur, Ali, Mustahal, Fatawi dan Ma`un. (M. Solahuddin, Nakhoda Nahdliyin... 2013)

Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy`ari memiliki ibu bernama Winih isteri Kiai Asy`ari. Winih memiliki ibu bernama Layyinah istri Kiai Usman. Kiai Usman adalah murid yang diambil menjadi menantu oleh Kiai Shoichah.

Sedangkan Kiai Wahab Chasbullah memiliki ayah bernama Kiai Chasbullah, Kiai Chasbullah memiliki ibu bernama Fathimah yang diperistri oleh Kiai Said. Kiai Said sendiri adalah murid yang kemudian juga diambil menantu oleh Kiai Shihah.

Jadi nenek Kiai Wahab Chasbullah, Fathimah, dengan nenek Kiai Hasyim Asy`ari, Layyinah, adalah saudara kandung.[]

Tags: KH. M. Hasyim Asy’ariKiai ShaihahKiai Shoichah
Previous Post

Catat, 1 November 2021 Makam Gus Dur Dibuka

Next Post

Era Digital dan Pentingnya Sex Education

Zainuddin Sugendal

Zainuddin Sugendal

Next Post
Sekx education sangat penting bagi remaja di era digital

Era Digital dan Pentingnya Sex Education

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No Result
View All Result

Pos-pos Terbaru

  • Mubeng Beteng, Tradisi Masyarakat Yogyakarta Memasuki Bulan Muharam
  • Jalanan dan Kaitannya dengan Karakter
  • Santri Ikuti Seleksi CBT MQKN 2025, Tujuh Kode Ujian Catat Skor Sempurna
  • Serangan Iran Dinilai Jadi Babak Baru dalam Sejarah Israel
  • Ferry Irwandi: Logical Fallacy Argumen Gus Ulil

Komentar Terbaru

  • Yayat.hendrayana pada Surat Yasin dan Amalan Segala Hajat
  • Universitas Islam Sultan Agung pada Pentingnya Bahtsul Masail sebagai Ruh Pesantren
  • Thowiroh pada Dauroh Badlan Al-Masruriyy Cetak Santri Bisa Bahasa Arab 2 Bulan
  • Dodi Sobari pada Dauroh Badlan Al-Masruriyy Cetak Santri Bisa Bahasa Arab 2 Bulan
  • Tri Setyowati pada Ijazah Wirid dari Kiai Abdul Wahab Hasbullah
  • About
  • Kontak
  • Privacy & Policy
  • Terms and Conditions
  • Disclaimer
  • Redaksi
  • Pedoman Media

© 2021 Tebuireng Initiatives - Berkarya Untuk Bangsa by Tebuireng

No Result
View All Result
  • Tebuireng
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Kolom Pakar
  • Politik

© 2021 Tebuireng Initiatives - Berkarya Untuk Bangsa by Tebuireng