Berita duka yang menyayat hati ini saat baru saja menyelesaikan pengajaran kitab Tarikh Nurul Yaqin di Pondok Pesantren Walisongo pada pukul 21.30 WIB, Rabu, 15 Januari 2025. Keadaan hati penulis berubah drastis saat membaca pesan di grup Pascasarjana Universitas Abdul Chalim (UAC), Pacet, Mojokerto, yang menyampaikan bahwa Prof. Dr. KH. Ridlwan Nasir, MA., telah berpulang ke rahmatullah di pesawat dalam perjalanan pulang ke Indonesia setelah menunaikan ibadah umrah.
Berita tersebut sangat mengejutkan bagi semua yang mengenal Prof. Ridlwan, termasuk saya sendiri. Dua minggu yang lalu, penulis masih berkesempatan bertemu dan berdiskusi dengan beliau dalam suatu sesi perkuliahan di kampus.
Beliau mengampu mata kuliah Ilmu Tafsir di program doktoral Pendidikan Agama Islam dan telah berpamitan untuk menjalankan ibadah umrah bersama Prof. Dr. KH. Asep Saifuddin Chalim, MA. Beliau juga memohon izin untuk tidak mengajar selama dua minggu ke depan. Sungguh tidak terbayangkan bahwa pertemuan itu adalah yang terakhir kali.
Sebagai murid, penulis merasa sangat kehilangan. Bagaimana tidak? Prof. Ridlwan adalah sosok yang sangat alim, berwawasan luas, dan memiliki kepribadian yang rendah hati.
Dalam setiap sesi perkuliahan, beliau selalu melimpahkan ilmu dan pengalaman yang berharga kepada mahasiswa. Lebih dari itu, beliau juga sering membagikan dan mengijazahkan amalan-amalan yang beliau peroleh selama masa pendidikan di pondok pesantren.
Guru besar yang merupakan alumni Tebuireng ini seringkali berbagi kisah pengalamannya ketika masih menjadi santri di Pondok Pesantren Tebuireng pada masa mudanya. Beliau juga memiliki pengalaman langsung belajar dari KH M Adlan Aly.
Ijazah dan Amalan
Dalam sesi perkuliahan, beliau telah mengijazahkan beberapa amalan, di antaranya adalah shalawat badawiyah yang beliau peroleh dari KH M Adlan Aly, Pengasuh PP Walisongo Cukir Jombang.
Selain itu, Prof. Ridlwan juga selalu menekankan pentingnya menjaga wudhu sebagai bentuk ketenangan batin. Beliau menyampaikan, “Jika kita dalam kondisi berwudhu yang tadinya mau marah, tidak jadi marah. Sebab wudhu bisa membuat seseorang jadi lebih tenang dan bisa mengendalikan pikiran dan perbuatannya.”
Prof. Ridlwan telah mengamalkan dawamul wudhu (menjaga wudhu) sejak tahun 1967, sebuah amalan yang telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-harinya.
Beliau juga mengijazahkan amalan untuk menguatkan daya ingat agar murid-murid tidak mudah lupa dalam hafalan, serta untuk menghindarkan diri dari pikun di masa senja. Beliau mengajarkan, jika seseorang ingin hafalannya kuat, hendaknya mengamalkan lafadz basmalah sebanyak 786 kali setiap hari.
Untuk menghindari pikun, beliau mengijazahkan membaca:
سَنُقْرِئُكَ فَلا تَنْسَى إِلا مَا شَاءَ اللَّهُ
Lafadz ini merupakan bagian dari surat Al-A’la ayat 5 dan 6, yang jika dibaca setelah shalat fardhu memiliki fadhilah anti-pikun.
Selain itu, Prof. Ridlwan juga menyarankan jika seseorang ingin dimudahkan dalam segala urusan, hendaknya membaca shalawat sebanyak 1.000 kali setiap malam.
Kunci Sukses Ala Prof. Ridlwan
Dalam hal mencapai sukses, menurut Prof. Ridlwan, hal tersebut dapat dicapai dengan formula yang ia sebut sebagai 20 persen ikhtiyar lahiriyah dan 80 persen ikhtiyar batiniah, yaitu pendekatan-pendekatan spiritual kepada Allah, baik melalui doa maupun tirakat.
Beliau mengatakan bahwa formula ini bukan sekadar teori, melainkan telah dibuktikan olehnya sendiri, menegaskan bahwa seorang yatim sejak usia 40 hari seperti dirinya dapat menjadi seorang guru besar berkat penerapan rumus tersebut.
Kepergian seorang guru dan ulama sekaliber Prof. Ridlwan merupakan sebuah musibah yang mendalam bagi dunia pendidikan Islam dan khususnya bagi para santri yang telah menganggap beliau sebagai sumber ilmu dan inspirasi.
Kisah para ulama sebelumnya, seperti Imam Al-Ghazali yang kehilangan guru-gurunya, mengajarkan bahwa seorang murid harus tetap menjunjung tinggi ajaran dan amalan gurunya sebagai bentuk penghormatan dan kelanjutan dari warisan ilmu yang telah diberikan. Prof. Ridlwan tidak hanya seorang guru besar tetapi telah membuktikan bahwa beliau adalah seorang santri Tebuireng yang sukses dan bermanfaat untuk umat.
Melalui berbagai nasihat dan ilmu yang disampaikan selama perkuliahan, penulis dan teman-teman berharap dapat mengambil pelajaran dan kebaikan dari kehidupan Prof. Ridlwan. Sebagai sosok guru yang inspiratif, beliau layak dijadikan teladan bagi kita semua. Allahumaghfir lahu warhamhu wa’afihi wa’fuanhu.
Penulis: Zainuddin El Zamid, Mahasiswa Program Doktoral Universitas KH. Abdul Chalim, Pacet, Mojokerto
Editor: Thowiroh
Baca juga: Tiga Konsep Keteladanan menurut Prof Quraish Shihab