tebuireng.co- Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali atau yang akrab disapa Imam Ghazali termasuk salah satu ulama yang banyak memberikan perhatian dalam ilmu dan akhlak, baik akhlak seorang murid ataupun guru. Hampir dalam kitab-kitab karyanya seperti kitab Ihya’ Ulumuddin dan Mizan al-Amal selalu ada hubungannya dengan materi pendidikan akhlak.
Memilih guru dengan kriteria dan akhlak yang baik menjadi hal penting yang harus dimiliki seorang guru sebab guru merupakan komponen penting dalam membentuk kepribadian murid. Di antara tugas guru adalah merawat dan mendidik batin dan rohaniyah murid.
Ulama asal Khurasan tersebut mengatakan bahwa jika murid menerima ajaran dan kebiasaan hidup yang baik maka ia akan menjadi baik, sebaliknya jika murid dibiasakan menerima dan melakukan perbuatan buruk maka akhlak yang terbentuk juga buruk.
Lalu bagaimana kriteria menjadi guru yang baik agar mampu menghasilkan murid dengan kualitas ilmu dan akhlak baik? Imam Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulumuddin menjelaskan bahwa diantara kriteria guru yang baik adalah guru yang selaras antara ucapan dan perbuatannya, ia mengatakan
فالا يكذب قوله فعله لأن العلم يدرك بالبصائم والعمل يدرك باألبصار أكثر
Janganlah ia (guru) mendustakan perkataannya dengan perbuatannya karena ilmu itu diperoleh dengan pandangan hati sedangkan pengamalan itu diperoleh dengan pandangan mata. Pemilik pandangan mata jauh lebih banyak dibanding dengan pemilik pendangan hati sehingga bila terjadi kontradiksi antara ilmu dan amal, tentu akan menghambat keteladanan.
Menurut Imam Ghazali dosa besar bagi seorang alim (guru) yang mengetahui hukum syariat namun mengingkari hal tersebut dengan perbuatan.selaras dengan firman Allah dalam Al-Quran
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ (2) كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ (3)
“Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (QS. Ash Shaff: 2-3).
Termasuk guru yang baik adalah guru yang ikhlas yakni seorang guru yang senantiasa membersihkan hati dan memurnikan segala tujuan amal ibadahnya semata-mata hanya karena Allah SWT, yaitu untuk mendapatkan ridha-Nya dan menjadikan ilmunya manfaat, bukan karena mencari harta, kedudukan dan pangkat, tidak mengharap balas ataupun ucapan terimakasih dari manusia.
Guru yang seperti inilah yang disandangkan gelar jihad fiisabilillah. Dalam hadis disebutkan:
مَن دخَل مسجِدَنا هذا لِيتعلَّمَ خيرًا أو يُعلِّمَه كان كالمُجاهِدِ في سبيلِ اللهِ ومَن دخَله لغيرِ ذلكَ كان كالنَّاظرِ إلى ما ليس له
Artinya: “Barangsiapa yang memasuki masjid kami ini (masjid Nabawi) untuk mempelajari kebaikan atau untuk mengajarinya, maka ia seperti mujahid fi sabilillah. Dan barangsiapa yang memasukinya bukan dengan tujuan tersebut, maka ia seperti orang yang sedang melihat sesuatu yang bukan miliknya.” (HR. Ibnu Hibban)
Di antara guru yang baik juga mereka yang memiliki sifat kasih sayang kepada muridnya yakni menanamkan naluri sebagai orang tua yang menyayangi anaknya. Seorang guru juga harus mengetahui perbedaan potensi yang dimiliki murid secara individual sehingga bisa memperlakukan murid sesuai dengan tingkat kemampuan yang dimilikinya. Diantara nasehat Imam Ghazali guru harus menghindari dari memberikan pelajaran yang tidak dapat dijangkau oleh akal muridnya, karena hal itu dapat menimbulkan rasa antipati atau merusak akal muridnya.
Terakhir adalah guru yang selalu memberi nasehat kepada muridnya yakni arahan dan bimbingan kepada mereka agar selalu istiqamah dalam kebaikan, belajar dengan ikhlas untuk mendekatkan diri kepada Allah serta sabar dalam proses belajar. Hal tersebut karena suatu nasehat akan lebih diingat dan direkam dalam memori murid. Demikian penjelasan mengenai kriteria guru yang baik menurut Imam Ghazali. Wallahua’lam bisshowab
Baca juga: Dua Hal Penting Mendidik Akhlak Menurut Imam Ghazali

