Hari ini, Jum’at, 27 Mei 2022, sekitar pukul 10.15 WIB, Prof. Dr. H. Ahmad Syafii Maarif, pendiri Maarif Institute dan mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah (1998-2005) berpulang ke Rahmatullah, di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping. Buya Syafii (demikian sapaan akrabnya) pulang dalam usia 86 tahun. Usia yang memang telah sepuh, apalagi belakangan memang tengah sakit dan menjalani perawatan. Meskipun tidak mengenal secara pribadi, tetapi Buya Syafii sangat membekas di hati saya, terutama berkenaan dengan pemikiran dan teladannya untuk Indonesia dan dunia.
Berkat Buya Syafii, saya jadi tertarik dengan Muhammadiyah. Sebagaimana kita tahu, sejak dulu Muhammadiyah dengan Nahdlatul Ulama suka saling usil. Buku-bukunya beliau saya baca dan koleksi. Tak terkecuali tulisan-tulisan renyahnya yang tersebar di sejumlah media massa. Ada satu tulisannya di Republika, yang judul dan kandungannya masih saya ingat betul. “Dunia Islam yang Ringkih.” Buya Syafii mengatakan, dunia Islam yang masih ringkih ini pasti bisa diubah asal kita sendiri mau mengubahnya dengan jalan mengoreksi prilaku menyimpang yang kita anggap benar selama ini. Saya tidak melihat jalan lain, kecuali ayat ini dijadikan acuan tertinggi. Perkara ilmu dan teknologi tidak sulit untuk dikuasai. Perubahan sikap batinlah yang amat mendesak kita lakukan.
Kepedulian Buya Syafii terhadap Islam dan Indonesia tak diragukan. Ia hidup sepenuhnya untuk Islam dan Indonesia. Beberapa kali beliau tampil di televisi swasta nasional, nada bicaranya menunjukkan betapa beliau sangat peduli dan geregetan, terutama atas perilaku sebagian umat Islam yang memperlakukan Islam begitu keras dan kental dengan politik identitas. Sementara prestasi kita dalam kemanusiaan dan peradaban nol besar. Betapa dunia Islam tidak ringkih kalau begini.
Karena Buya Syafii, akhirnya saya menginventarisir buku dan segala data yang berkaitan dengan Muhammadiyah. Ternyata Muhammadiyah besar bukan hanya klaim internal. Muhammadiyah diam-diam menghanyutkan. Konsistensinya terhadap politik kebangsaan, sungguh tidak diragukan. Dan komitmen itu sangat tercermin jelas di wajah Buya Syafii. Berbeda misalnya dengan dua Ketua Umum PP Muhammadiyah sebelumnya, Prof. Dr. Amien Rais dan Prof. Dr. Dien Syamsuddin yang semakin sepuh malah semakin berhasrat pada politik praktis.
Lalu saya rajin curi-curi kesempatan dan waktu untuk membaca majalah Suara Muhammadiyah, di mana di situ selalu menyajikan ragam informasi dan pemikiran yang berkemajuan. Baru-baru ini, saya tercengang manakala menyimak pernyataan Jenderal Andika Perkasa, Panglima TNI, bahwa ternyata Muhammadiyah jauh lebih hebat daripada TNI karena telah memiliki 118 rumah sakit di seantero Indonesia dan dunia. Muhammadiyah juga terkenal punya kemampuan manajemen yang baik dalam bidang pendidikan.
Yang semakin membuat saya tercengang lagi yaitu keahlian Muhamadiyah dalam menjalankan manajemen organisasi. Segala aset dan kekayaan Persyarikatan secara rapi mampu diinventarisir dengan lengkap dengan penomorannya. Bahkan dari Ketua Umum sampai anggota Muhamadiyah di tingkat Ranting, ada iuran anggota yang direkapitulasi secara apik dan profesional. Subhanallah. Pantas saja Muhammadiyah selalu tampil elegan dan percaya diri. Tidak bergantung dan menjadi penjilat Pemerintah. Bukan Ormas Islam kacangan yang mudah sakit hati oleh Pemerintah.
Saya belajar menulis, kesederhanaan dan keteguhan akan kemanusiaan dari Buya Syafii. Prinsip hidupnya tak tergoyahkan. Termasuk seorang Guru Bangsa yang dengan tegas membela Basuki Tjahaja Purnama manaka dulu terjerat dugaan kasus penistaan agama. Buya Syafii secara lantang atas nama pribadi bahwa BTP tidak bersalah. Buya Syafii seperti para pendahulunya Prof. Dr. Nurcholish Madjid, KH. Abdurrahman Wahid, Dr. Djohan Effendi, Dr. Jalaluddin Rakhmat dan sejumlah Guru Bangsa lainnya.
Untungnya Buya Syafii mendirikan Maarif Institute. Ini optimisme agar pemikiran dan keteladanannya tetap hidup. Sebagaimana kata pepatah “mati satu tumbuh seribu.” Semoga akan bermunculan regenerasi (Ada misalnya Ahmad Najib Burhani, Mun’im Sirry, Ahmad Fuad Fanani, Raja Juli Antoni, Abdullah Daras, dll) yang akan melanjutkan sepak terjang kemanusiaan Buya Syafii. Semoga Buya Syafii husnul khatimah. Selamat jalan Buya Syafii.
Wallahu a’lam
Mamang M Haerudin (Aa)
Pesantren Tahfidz Al-Insaaniyyah, 27 Mei 2022, 13.01 WIB
Baca Juga: Kader Muhammadiyah yang Belajar ke Tebuireng