Kader Muhammadiyah yang belajar di Pesantren Tebuireng menjadi hal biasa di era KH M Hasyim Asy’ari. Meskipun pengasuh Pesantren Tebuireng yaitu Kiai Hasyim adalah pendiri Nahdlatul Ulama (NU). Hingga saat ini, Pesantren Tebuireng menerima santri dari berbagai latar belakang.
Alasan fenomena ini menurut tokoh Muhammadiyah Prof Muhadjir Efendi karena Pesantren Tebuireng ketika dipimpin Hadratussyaikh KH Hasyim Asyari lebih salaf dibanding KH Ahmad Dahlan. Pernyataan ini disampaikannya dalam kegiatan Lembaga Pengembangan Pesantren Pimpinan Pusat Muhammadiyah (LP2PPM) bertajuk “Pesantren Muhammadiyah sebagai Pusat Kaderisasi Ulama: antara Realitas, Harapan, dan Tantangan”, pada 27 Februari 2021.
KH Hasyim Asyari yang ahli hadis diketahui hanya ber-hujjah pada hadis yang mu’tabarah. Jadi bukan hanya yang sahih saja, tapi sahih mu’tabarah. Hal ini sama dengan yang dipelajari kader Muhammadiyah dari Kiai Ahmad Dahlan. Tidak hanya di era Kiai Hasyim, pada periode selanjutnya juga banyak tokoh Muhammadiyah belajar di Tebuireng.
Karena itu banyak sekali lahir kiai-kiai Muhammadiyah dari Pondok Pesantren Tebuireng. Misalnya almarhum KH Abdurrahim Nur, Ketua PWM Jawa Timur. Kemudian juga almarhum KH Muammal Hamidy dan KH Afnan Ansori Lamongan juga alumni Tebuireng.
KH Afnan Ansori dikenal sebagai kader Muhammadiyah yang menjadi perintis gerakan Muhammadiyah di Blimbing Paciran bersama KH Adnan Noor, KH Ridlwan Syarqowi dan KH Sakdulla. Kiai Afnan menyelesaikan pendidikan di MI Islamiyah Blimbing lulus 1960. Kemudian melanjutkan ke Madrasah Tsanawiyah (MTs) Tebuireng Jombang lulus 1963 dan Madrasah Aliyah (MA) di Ponpes Tebuireng Jombang MA lulus 1966.
“Karena paman-paman saya yang tamatan Tebuireng, itu sebagian jadi NU sebagian jadi Muhammadiyah. Termasuk ayah saya. Jadi pandangan NU Tebuireng awal itu sangat sama dengan fenomena Muallimiin dan Muallimaat milik Muhammadiyah. Ketika semua orang menganggap itu adalah lembaga pendidikan yang inklusif, yang ketika masuk tidak harus bermuhammadiyah. Sebagaimana masuk di Tebuireng tidak harus kemudian jadi NU,” ungkap Muhadjir.
Kader Muhammadiyah KH Mu’ammal Hamidy merupakan teman sekolahnya almarhum KH Tolchah Hasan. Jadi yang satu jadi tokoh Muhammadiyah, yang satu tokoh NU, sama-sama dari Pondok Pesantren Tebuireng.
Kesaksian Muhadjir ini juga dibenarkan oleh Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng (2006-2020) KH Salahuddin Wahid (Gus Sholah). Menurut cerita Gus Sholah, pesona keilmuan Kiai Hasyim menarik animo para santri. Bahkan di antara para santri itu bukan hanya dari golongan anak muda pada zamannya, tapi juga golongan tua. Beberapa di antaranya malah sudah menjadi kiai.
Di era Gus Sholah, Pondok Pesantren Tebuireng kerjasama dengan Muhammadiyah dalam membuat film jejak langkah dua ulama dengan mengangkat kisah KH M Hasyim Asy’ari dan KH Ahmad Dahlan. Kader Muhammadiyah yang masih muda berkolaborasi dengan kader Tebuireng yang notabenya NU. Kegiatan seminar dan pelatihan di Tebuireng juga sering mengundang kader Muhammadiyah untuk menjadi pemateri.
Bahkan ada santri yang dulu pernah menjadi guru Kiai Hasyim. Mereka datang mengaji bahkan ada datang berkali-kali setiap tahun. Meski bahan ajar dari tahun ke tahun tidak berganti, tapi Kiai Hasyim mampu menjelaskan setiap teks hadis sesuai konteks yang terjadi saat itu. Setiap kali membaca teks, penjelasan yang diberikan Kiai Hasyim selalu berbeda dari tahun ke tahun sesuai konteks saat itu.
Dalam wawancara kepada wartawan pada tanggal 21 Juli 2019, Gus Sholah menceritakan kisah menarik, di mana ia mendapat pengakuan dari Kiai Abdul Qoyyum, putra dari Kiai Mansur. Kiai Mansur pernah menjadi santri dan sering menjadi pesuruh Kiai Hasyim. Kiai Mansur bercerita kepada Abdul Qoyyum kalau di masa lampau, saat bulan puasa dulu kiai Muhammadiyah juga ikut mondok di Tebuireng.
Dua nama yang dikenal sebagai kiai Muhammadiyah tersebut yaitu Kiai Basyir, ayahanda Kiai Azhar Basyir dan Kiai Fachruddin. Di masa yang akan datang, putra kedua kiai Muhammadiyah tersebut memimpin Muhammadiyah, yaitu Kiai Ahmad Azhar Basyir dan Kiai AR Fachruddin. Ini menandakan bahwa tidak ada sama kejadian terkotak-kotak bahwa Pesantren Tebuireng hanya untuk NU. Ilmu bersifat universal dan bisa dinikmati oleh siapapun.
Dalam cerita lain, Kiai Abdul Rozak Fakhruddin ini pernah diundang oleh KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) ke Pesantren Tebuireng dan saat tarawih diminta menjadi imam salat dengan ala Muhammadiyah. Kiai Fakhruddin adalah kader Muhammadiyah yang dikenal kocak dan sederhana.
Kiai Hasyim tidak saja tinggi ilmunya tapi perilakunya luar biasa untuk diteladani. Ini mungkin alasan Kiai Basyir, Kiai Fachruddin berguru. Kiai panutan Muhammadiyah itu bukan hanya tahu kalau Kiai Hasyim adalah teman dekat Kiai Ahmad Dahlan, pendiri Persyarikatan Muhammadiyah, tapi perlakukan Kiai Hasyim yang seperti itu membuat mereka tak segan dan ragu untuk belajar meski kepada kiai yang lebih muda usianya.
Baca JUga: