Dalam kitab At-Tibyan Fi Adabi Hamalatil Quran, Imam Nawawi menjelaskan bahwa terdapat beberapa adab yang perlu diperhatikan oleh orang yang bertekad menghafal Al-Quran.
Diantaranya, pertama adalah berusaha memperbaiki diri dari segi akhlak, tutur kata, prilaku dan lainnya. Sebab apa yang akan dihafal adalah kalamullah yang mulia. Seperti yang diungkapkan Imam Nawawi
وَمِنْ آدَابِهِ أَنْ يَكُونَ عَلَى أَكْمَلِ الْأَحْوَالِ وَأَكْرَمِ السَّمَائِلِ وَأَنْ يَرْفَعُ نَفْسَهُ عَنْ كُلِّ مَا نَهَى الْقُرْآنُ عَنْهُ إِجلالاً لِلْقُرْآنِ وَأَنْ يَكُونَ مَصُونًا عَنْ دَنِي الْإِكْتِسَابِ شَرِيفَ النَّفْسِ مُرتَفِعًا عَلَى الْجَبَابِرَةِ وَالْجُفَاةِ مِنْ أَهْلِ الدُّنْيَا مُتَوَاضِعاً لِلصَّالِحِيْنَ وَأَهْلِ الْخَيْرِ وَالْمَسَاكِينَ وَأَنْ يَكُوْنَ مُتَخَشَعًا ذَا سَكِينَةٍ وَوَقَارٍ
Diantara adab-adab menghafal Al-Qur’an ialah: Dia mesti berada dalam keadaan paling sempurna dan perilaku paling mulia, hendaklah dia menjauhkan dirinya dari segala sesuatu yang dilarang Al-Qur’an, hendaklah dia terpelihara dari pekerjaan yang rendah, berjiwa mulia, lebih tinggi derajatnya dari para penguasa yang sombong dan pencinta dunia yang jahat, merendahkan diri kepada orang-orang sholeh dan ahli kebaikan, serta kaum miskin, hendaklah dia seorang yang khusyuk memiliki ketenangan dan wibawa.”
Hal ini juga sebagaimana yang disebutkan dalam riwayat
حَدَّثَنَا أَبُو نُعَيْمٍ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ إِبْرَاهِيمَ عَنْ هَمَّامٍ عَنْ حُذَيْفَةَ قَالَ يَا مَعْشَرَ الْقُرَّاءِ اسْتَقِيمُوا فَقَدْ سَبَقْتُمْ سَبْقًا بَعِيدًا فَإِنْ أَخَذْتُمْ يَمِينًا وَشِمَالًا لَقَدْ ضَلَلْتُمْ ضَلَالًا بَعِيدًا
Telah menceritakan kepada kami Abu Nu’aim, telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Al A’masy dari Ibrahim dari Hammam dari Khudzaifah berkata, “Wahai ahli Al-Qur’an, bersikap istiqamahlah kalian, dengan demikian kalian telah menjadi pemenang yang jauh, sebaliknya jika kalian oleng kanan kiri, kalian telah sesat sesesat-sesatnya.” (HR. Imam Bukhari)
Adab yang kedua adalah memperbanyak membaca, menghafal, dan mentadabburi makna Al-Qur an di malam hari. Keheningan di malam hari adalah waktu yang cocok bagi penghafal Al-Quran untuk mendalami apa yang dihafal. Baik dalam segi lafad atau maknanya. Diriwayatkan dari Al-Hasan bin Ali Radhiyallahu ‘anhu :
إِنَّ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ رَأَوُا الْقُرْآنَ رَسَائِلَ مِنْ رَبِّهِمْ فَكَانُوا يَتَدَبَّرُونَهَا بِاللَّيْلِ وَيَتَفَقَّدُونَهَا فِي النَّهَارِ
“Sesungguhnya orang-orang sebelum kamu, menganggap Al-Qur’an sebagai surat-surat dari Tuhan mereka. Maka mereka merenungkan pada waktu malam dan mengamalkannya pada waktu siang.”
Adab ketiga yang dijelaskan oleh Imam Nawawi adalah menjauhi teman atau lingkungan yang membuat hafalannya terganggu sehingga ia menjadi lalai dan tidak fokus dalam menghafal. Teman atau lingkungan sekitar merupakan faktor utama yang memiliki peran yang sangat besar dalam membentuk kepribadian seseorang. Termasuk dalam menghafal Al-Qur an. Diriwayatkan dari Al-Fudhail bahwa
حَامِلُ الْقُرْآنَ حَامِلُ رَايَةِ الإِسْلَامِ لَا يَنْبَغِي أَنْ يَلْهُوَ مَعَ من يلغو من يسهو ولا يلغو مع مَنْ يَلْهُو وَلَا يَسْهُوْ مَعَ تَعْظِيمًا لِحَقِّ الْقُرْآنِ
“Penghafal Al-Qur’an adalah pembawa bendera Islam. Tidaklah patut dia bermain bersama orang yang bermain dan lupa bersama orang yang lupa, serta tidak berbicara yang sia-sia dengan kawannya untuk mengagungkan Al-Qur’an.”
Apabila seseorang berhasil menghafal Al-Qur an hingga ia disebut sebagai Haamilul Qur an (orang-orang yang jiwanya adalah Al-Qur an), maka hendaklah ia lebih waspada dalam bersikap agar tidak mengurangi keagungan Al-Qur an.
Seorang penghafal Al-Qur an juga sebaiknya tidak menjadikan apa yang telah dihafal dari Al-Qur an sebagai sarana untuk mencari dunia. Seperti menjadikan Al-Qur an sebagai sumber penghasilan atau pekerjaan dalam hidupnya. Sebagaimana dijelaskan dalam hadis
حَدَّثَنَا وَكِيعٌ عَنِ الدَّسْتُوَائِيِّ عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي كَثِيرٍ عَنْ أَبِي رَاشِدٍ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ شِبْلٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اقْرَءُوا الْقُرْآنَ وَلَا تَأْكُلُوا بِهِ وَلَا تَسْتَكْثِرُوا بِهِ وَلَا تَجْفُوا عَنْهُ وَلَا تَغْلُوا فِيهِ
Telah menceritakan kepada kami Waki’ dari Ad Dastuwa’i dari Yahya bin Abu Katsir dari Abu Rasyid dari Abdurrahman bin Syibl berkata, Rasulullah bersabda, “Bacalah Al-Qur’an, janganlah kalian makan dengannya, jangan pula memperbanyak (harta) dengannya, jangan terlalu kaku dan janganlah berlebihan di dalamnya.” (HR.Ahmad).

