• Tebuireng
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Kolom Pakar
  • Politik
Tebuireng Initiatives
  • Home
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Politik
No Result
View All Result
  • Home
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Politik
No Result
View All Result
Tebuireng Initiatives
No Result
View All Result
  • Home
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Politik
Tebuireng Initiatives

Usia dan Jabatan

Oleh: Dr (HC) Ir. KH Sholahuddin Wahid

Zainuddin Sugendal by Zainuddin Sugendal
2022-01-14
in Galeri, Kebangsaan, Kiai, Kolom Pakar, Pendidikan, Tokoh
0
Usia dan Jabatan

Usia dan Jabatan.

Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

tebuireng.co– Jabatan atau pekerjaan memang tidak bisa dipisahkan dari usia. Ada usia minimum ada usia maksimum. Pegawai negeri dan swasta mengenal usia untuk memasuki pensiun. Profesi tertentu juga mengenal usia di mana orang tidak boleh bekerja lagi, seperti notaris, akuntan yang menentukan usia 65 tahun sebagai batas akhir dari masa pengabdian.

Usia pensiun olahragawan lebih awal datangnya. Pesepak bola umumnya pensiun saat memasuki usia 30 tahunan. Ada beberapa pesepak bola internasional (kiper) yang masih bermain untuk tim nasional pada usia menjelang 40 tahun. Petinju juga demikian, walau ada beberapa petinju kelas dunia yang masih bertanding saat usianya melebihi 40 tahun.

Anak-anak tidak boleh bekerja. Siapa yang mempekerjakan anak di bawah umur akan mendapat sanksi. Tapi anak-anak boleh ikut lomba renang untuk kelompok umur anak-anak, yang sebenarnya juga membebani mereka. Turnamen tenis juga sepak bola dibagi dalam kelompok junior dan senior.

Tanpa batas

Tetapi kita melihat ada banyak pekerjaan yang tidak dibatasi usia, seperti pengusaha, penulis, seniman, ulama, atau rohaniawan, politisi, dan masih banyak lagi. Untuk anggota DPR dan presiden/wakil bahkan ditentukan usia minimal tanpa ada usia maksimal. Apakah memang tidak ada usia maksimal? Tentu ada, tetapi tidak diatur oleh UU atau peraturan lain. Kalau ada yang usianya relative muda tetapi kesehatannya tidak mendukung, rasanya yang bersangkutan umumnya juga tidak punya minat untuk terus bekerja  dengan intensitas setinggi sebelumnya.

Baca juga: Gus Sholah, Sosok yang Disiplin dan Menghargai Waktu

Dalam sebuah dialog (13-4-07) Prof Amien Rais (MAR) menyarankan agar yang berusia 60 tahun ke atas tidak maju lagi sebagai capres. Berikanlah kesempatan kepada yang muda. Katanya Moreles, Cheves berusia muda, karena itu mereka berani melakukan gebrakan menghadapi Barat.  Sebagai sebuah saran tentu itu adalah hak MAR untuk menyampaikannya. Tetapi argumentasinya tentu harus kuat. Pak Try Sutrisno juga mendukung usul itu.

Apakah betul usia muda itu menjamin keberanian? Dalam masalah pribadi mungkin betul. Seorang yang masih berusia 20-an tahun dan belum berkeluarga, amat mungkin lebih berani dan lebih tanpa perhitungan saat harus menghadapi situasi yang taruhannya nyawa. Tetapi dalam kaitan mengambil keputusan tentang kebijakan yang menyangkut nasib rakyat, usia 60 tahun bukan tapal batas yang menentukan. Kelincahan fisik bisa jauh berkurang, tetapi kecepatan dan ketepatan dalam mengambil keputusan masih cukup baik.

Keberanian dan ketegasan adalah karakter seseorang, berapapun usianya. Eisenhower diangkat jadi panglima perang sekutu melawan Jerman pada usia 62 tahun dan terpilih jadi presiden AS pada usia 72 tahun dan 76 tahun. Mahathir Mohammad memimpin Malaysia dalam mengatasi krisis ekonomi 1997, pada usia 72.

Yang pasti berpengaruh oleh usia tua ialah kesehatan. Pada usia 60 tahun, bisa jadi seseorang sudah kurang sehat karena penyakit bawaan atau cara hidupnya tidak sehat. Tetapi ada juga yang usianya sudah lebih dari 70 tahun tetapi masih sehat dan aktif. Dalam konteks pernyataan MAR itu, yang menentukan bisa tidaknya seseorang menjadi capres/cawapres ialah kondisi kesehatannya. Tim yang menguji kesehatan para bakal calon harus bekerja dengan syarat kelulusan yang amat tinggi. Tidak boleh ada toleransi.

Tentu tidak cukup kesehatan si calon saja yang harus prima. Si calon juga harus punya kemampuan dalam mengambil keputusan yang tepat dalam waktu yang cepat. Ini dipengaruhi kemampuan menyaring informasi, kecerdasan wawasan, dan paradigm.  Apakah paradigmanya memihak rakyat atau memihak pengusaha? Juga memahami perjalanan kesejarahan sehingga visi yang dipunyai tentang masa depan bangsa punya kaitan yang kuat dengan masa lalu dan meneruskan benang merah perjalanan kehidupan bangsa sesuai cita-cita para pendiri bangsa.

Dalam konteks bangsa ssaat ini,  masalah utamaialah kondisi ekonomi yang amat parah. Semua peradaban besardalam sejarah dunia tumbuh dan terbangun atas kekuatan ekonomi. Pendidikan warga bangsa—aset sebenarnya dari bangsa- tidak lepas dari kekuatan ekonomi kita. Konsep pembangunan ekonomi harus dipunyai oleh sang calon, tentu disiapkan oleh timnya. Tetapi sang calon harus memahaminya dengan baik.

Yang perlu dicermati serius ialah karakter sang calon. Apakah dia jujur, berani, tegas, hati-hati, bijaksana dan tidak ceroboh? Apakah dia sederhana, pekerja keras, bertanggung jawab dan tidak tamak? Apakah dia hanya mengejar kekuasaan atau betul-betul ingin mengabdi kepada negara dan rakyat? Apakah dia punya etika, humanis, peka dan berempati pada penderitaan rakyat?

Kita mendukung upaya mencari tokoh muda yang bisa menjadi calon pemimpin tanpa mencegah usia yang berusia sekitar 60 tahun menjadi capres. Kita perlu mendorong tokoh muda untuk berlomba-lomba dalam kebaikan,*

Oleh: Dr (HC) Ir. KH Sholahuddin Wahid. Pernah terbit di harian Republika, senin, 23 April 2007

Baca juga: Tafsir Pemikiran Politik Islam Gus Dur dan Gus Sholah

 

Tags: Gus SholahKH. Salahuddin WahidUsia dan Jabatan
Previous Post

Demokrasi dalam Membentuk Masyarakat Madani

Next Post

Menyoal Sesajen: Muslim Budaya versus Muslim Hijrah (Bagian 2)

Zainuddin Sugendal

Zainuddin Sugendal

Next Post
Menyoal Sesajen: Muslim Budaya versus Muslim Hijrah (Bagian 2)

Menyoal Sesajen: Muslim Budaya versus Muslim Hijrah (Bagian 2)

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No Result
View All Result

Pos-pos Terbaru

  • Menata Ulang Relasi Rumah Tangga Antara Laki-laki dan Perempuan
  • Profil Gus Irfan, Menteri Haji dan Umrah Pertama di Indonesia
  • 21 Dalil Merayakan Maulid Nabi Menurut Sayyid Muhammad al-Maliki
  • Pendapat Gus Baha Terkait Demontrasi: Boleh Dilakukan Asal Tidak Mudarat
  • Pesan PCNU Jombang kepada Aparat Keamanan dan Masyarakat

Komentar Terbaru

  • Yayat.hendrayana pada Surat Yasin dan Amalan Segala Hajat
  • Universitas Islam Sultan Agung pada Pentingnya Bahtsul Masail sebagai Ruh Pesantren
  • Thowiroh pada Dauroh Badlan Al-Masruriyy Cetak Santri Bisa Bahasa Arab 2 Bulan
  • Dodi Sobari pada Dauroh Badlan Al-Masruriyy Cetak Santri Bisa Bahasa Arab 2 Bulan
  • Tri Setyowati pada Ijazah Wirid dari Kiai Abdul Wahab Hasbullah
  • About
  • Kontak
  • Privacy & Policy
  • Terms and Conditions
  • Disclaimer
  • Redaksi
  • Pedoman Media

© 2021 Tebuireng Initiatives - Berkarya Untuk Bangsa by Tebuireng

No Result
View All Result
  • Tebuireng
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Kolom Pakar
  • Politik

© 2021 Tebuireng Initiatives - Berkarya Untuk Bangsa by Tebuireng