tebuireng.co- Istihadah adalah darah yang keluar di selain masa haid dan nifas. Diantara salah satu contoh kasus istihadah adalah ketika wanita mengeluarkan darah terus menerus melebihi dari batas maksimal haid, yaitu 15 hari.
Misalnya seorang perempuan haid pada tanggal 01 Juli, kemudian ia mengeluarkan darah sampai tanggal 20 Juli, maka dari tanggal 16 sampai 20 Juli dihukumi darah istihadah karena melebihi batas maksimal haid, yaitu 15 hari.
Perempuan yang mengalami hal tersebut disebut dengan mustahadah. Mustahadah sama hukumnya dengan orang yang suci, yaitu tetap wajib melaksanakan shalat, puasa, boleh membaca al-Qur’an dan mengerjakan perkara-perkara yang dilarang bagi orang yang haid. Hal ini senada dengan dalil hadis riwayat Imam Bukhari No.228 :
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ : جَاءَتْ فَاطِمَةُ بْنَةُ أَبِي حُبَيْشٍ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَتْ : يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنِّي امْرَأَةٌ أُسْتَحَاضُ، فَلَا أَطْهُرُ، أَفَأَدَعُ الصَّلَاةَ ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” لَا، إِنَّمَا ذَلِكِ عِرْقٌ، وَلَيْسَ بِحَيْضٍ، فَإِذَا أَقْبَلَتْ حَيْضَتُكِ فَدَعِي الصَّلَاةَ، وَإِذَا أَدْبَرَتْ فَاغْسِلِي عَنْكِ الدَّمَ، ثُمَّ صَلِّي
Dari Sayyidah Aisyah Ra. berkata “Fatimah binti Abu Hubaisy datang menemui Nabi Saw. dan berkata, “Wahai Rasulullah, aku adalah seorang wanita yang keluar darah istihadah (darah penyakit) hingga aku tidak suci. Apakah aku boleh meninggalkan shalat?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam lalu menjawab “Jangan, karena itu hanyalah keringat dan bukan darah haid. Jika haidmu datang, maka tinggalkan shalat, dan jika telah terhenti darahnya, maka bersihkanlah sisa darahnya, lalu shalatlah.”
Perempuan yang istihadah sama hukumnya seperti orang yang berhadas, yaitu wajib bersuci setiap akan melaksanakan ibadah. Akan tetapi perempuan istihadah memiliki perbedaan tata cara shalat dan bersuci dengan orang yang normal.
Setiap hendak ingin melaksanakan shalat, ia wajib membasuh bagian kewanitaannya sebelum berwudhu. Kemudian menyumbat bagian kewanitaannya (daerah yang tidak nampak ketika jongkok) dengan serupa kapas yang dapat menahan keluarnya darah, hal ini berlaku ketika perempuan sedang tidak berpuasa atau tidak merasakan sakit saat menyumbatnya dengan kapas.
Apabila mustahadah sedang berpuasa atau merasakan sakit saat menyumbatnya maka ia tidak wajib untuk menyumbat bagian kewanitaannya melainkan boleh menggantinya dengan serupa pembalut wanita biasanya.
Lalu ia berwudhu dengan niat memperbolehkan shalat. Berwudhu wajib dilakukan setelah masuknya waktu shalat, tidak sah jika sebelum masuknya waktu shalat. Setelah berwudhu ia diwajibkan untuk lansung mengerjakan shalat, tidak boleh diselingi dengan aktivitas lainnya kecuali yang berhubungan dengan kemaslahatan shalat seperti menutup aurat, menunggu jamaah dan lain sebagainya.
Dan setiap kali shalat fardhu ia wajib mengulangi shalatnya dan mengulangi bersucinya seperti di awal. Karena satu kali wudhu hanya boleh digunakan untuk satu fardhu. Wallahu a’lam
Referensi : Ibanah wal Ifadoh Fii Ahkam al-Haid wa Nifas wa al-Istihadoh.
Baca juga: Tata Cara Mengqhada Shalat