tebuireng.co- Si penimbun dan si pemubazir adalah teman setan, mereka semua masuk neraka. Bumi ini sangat cukup untuk memenuhi kebutuhan manusia, tapi tidak akan pernah cukup untuk memenuhi keinginan manusia. Agama mengajari kita mengambil yang kita butuhkan, bukan yang kita inginkan.
Paparan imam Ibnu Qutaybah al-Dinawary tentang hajat pangan makhluk di bumi ini amat menarik sebagai bahan angan. Bahwa ada tiga golongan makhluk yang rakus dan hobi menimbun, yakni: semut, tikus, dan manusia.
Dalam kerajaan bawah tanah, masyarakat semut bertani, menimbun makanan, dan bahkan memperbudak sesama. Sedangkan tikus hobi sekali mengusung apa saja di gudangnya. Manusia mempersiapkan untuk cucu-cicit yang belum lahir. Andai sudah punya dua lembah penuh emas, masih saja pengin yang ketiga.
Al-Taubah: 24-25 mengancam para penimbun harta yang tidak mau beramal sosial dengan siksa neraka. Sedangkan al-Isra’: 27 menyebut para pemubazir sebagai teman setan. Kemana pergi si setan kelak, pastinya juga ke neraka dan si pemubazir menemani di sana. Karena teman perampok pasti bersama ikut merampok.
Hanya orang beriman beneran saja yang menyadari, bahwa kekayaan yang diraupnya di dunia seoptimal mungkin sebagai bekal di akhirat nanti.seperti yang dicontohkan Rasulullah Saw dan para sahabat teladan, Utsman bin Affan, Abd al-Rahman ibn ‘Auf dll. Itulah harta yang dibawa mati. Bukan asset dan rekeningnya dibawa ke kuburan, melainkan dititipkan ke lembaga Tuhan: panti asuhan, masjid, lembaga pendidikan dll. Sebidang kebun kurma di Madinahyang sangat produktif, hingga kini rekeningnya atas nama Utsman bin Affan Ra.
Sehari-hari kita dicekoki tayangan kehidupan glamor para selebriti. Apa lagi, yang dipamerkan adalah nafsu dunianya, hartanya, liburannya, rumah, mobil mewah, tas, sepatu, pakaian seruangan penuh, dan sekali pakai. Maklum yang ada di kepalanya, apalagi kalau bukan duniawi dan itulah tujuan hidupnya.
Pantas, sebagian orang berduit sekarang lebih memilih punya klub sepak bola ketimbang punya panti dhu’afa (golongan lemah dan tak berdaya) dan anak yatim yang memadahi. Jika demikian, mana mungkin gaya hidup begini dikatakan sebagai “islami” meski dia orang Islam?
Stigma “ikhwan al-syayathin” (teman setan) bagi pemubazir, penimbun barang sungguh buruk dalam pandangan agama. Terma “ikhwan”, saudara, dan teman sama saja dengan yang ditemani, yaitu setan itu sendiri, meski sedang berwujud manusia. Penimbun dan pemubazir cenderung tak puas dan ingin mempengaruhi orang terdekatnya berpola seperti dia, anaknya, keluarganya, dsb. Sering kali anak kecil yang belum mengerti apa-apa dijadikan symbol elitis oleh orangtuanya sendiri. Didandani “wah” diberi HP bermerk dll.
Sarung hadiah lebaran yang menumpuk tanpa dibagikan kepada yang membutuhkan termasuk diancam oleh ayat di atas. Jas, baju batik, kemeja yang sudah tidak dipakai, dan ditimbun dalam lemari pakaian, termasuk sepatu, tas, dress, jilbab, gamis kelak akan menjadi bahan bakar yang membakar diri sendiri.
Dari perhitungan para ahli, andai orang berduit di negeri ini mau berbagi, zakat, berinfak, secara sungguhan, barang-barang yang kurang dibutuhkan disedekahkan, maka tidak akan ada orang fakir nan miskin di negeri ini. Sekolah gratis, dan utang negara yang makin menumpuk bisa dilunasi. Penulis percaya itu, apalagi Tuhan telah berjanjipasti mengucurkan rezeki berlimpah bagi para penderma.
Di Amerika ada semacam box atau kontener di pinggir-pinggir jalan yang menampung pakaian atau barang bekas untuk disedekahkan. Pada era Turki Utsmani ada “ahjar shadaqah” semacam batu setinggi satu meter dan berlobang di bagian atasnya.
Orang kaya menaruh uang logam di situ dan yang membutuhkan mengambil seperlunya. Tak bisa dibedakan, yang datang ke batu itu menaruh atau mengampil. Yang pasti, si kaya sadar berinfak secara rahasia dan si miskin semuanya mampu menjaga diri, hanya saat sangat butuh saja dia mau mengambil seperlunya.
Waw, andai batu sedekah itu diterapkan di sini…? Di sebagian kota sudah ada pegiat sedekah barang bekas. Kita dukung dan kita marakkan. Barakallah fikum.
Oleh: Dr. KH. Mustain Syafi’ie, M. Ag. Mufassir dan mudir Pondok Pesantren Madrasatul Qur’an Tebuireng, Jombang.
Baca juga: Mengenal Para Penjahat Ekonomi dalam Islam