tebuireng.co- Minyak goreng saat ini masih menjadi barang langka di pasaran. Sehingga menimbulkan pertanyaan bagi sebagian besar masyarakat Indonesia kenapa minyak goreng menjadi mahal dan langka.
Kenaikan harga minyak goreng telah terjadi sejak akhir 2021 tepatnya sejak bulan November 2021, bahkan harga minyak goreng kemasan bermerek sempat naik hingga Rp 24.000 per liter.
Dikutip dari Kontan.co.id (31/2/2022) pemerintah berupaya membuat kebijakan untuk menekan harga di pasaran dengan mematok satu harga untuk minyak goreng, yakni Rp 14.000 per liter.
Kementerian Perdagangan juga menerapkan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO) mulai 27 Januari 2022. Dengan kebijakan DMO dan DPO tersebut, Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng berlaku baru dengan harga yang lebih rendah, kebijakan HET diberlakukan sejak 1 Februari 2022.
Berikut rincian harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng mulai 1 Februari 2022:
Harga minyak goreng curah sebesar Rp 11.500/liter,
Harga minyak goreng kemasan sederhana sebesar Rp 13.500/liter,
Harga minyak goreng kemasan premium sebesar Rp 14.000/liter.
Tetapi, saat Kementerian Perdagangan menetapkan harga minyak goreng diangka Rp 11.500 – Rp 14.000 per liter, ketersediaan minyak goreng di toko ritel, supermarket, pasar tradisional justru langka. Lantas, kenapa minyak goreng mahal dan langka?
Dikutip dari Kompas.com (26/11/2021) Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan, Oke Nurwan mengatakan, kenaikan harga minyak goreng lebih dikarenakan harga internasional yang naik cukup tajam.
Selain itu, faktor yang menyebabkan harga minyak di Indonesia mahal adalah turunnya panen sawit pada semester kedua. Sehingga, kata dia, suplai CPO menjadi terbatas dan menyebabkan gangguan pada rantai distribusi (supply chain) industri minyak goreng.
Penyebab lain yang menyebabkan naiknya harga minyak goreng yakni adanya kenaikan permintaan CPO untuk pemenuhan industri biodiesel seiring dengan penerapan kebijakan B30.
Faktor lainnya, yaitu gangguan logistik selama pandemi Covid-19, seperti berkurangnya jumlah kontainer dan kapal
Baca juga: Hal-hal yang Penting dalam Memulai Bisnis
Namun temuan lain yang tak kalah penting adalah adanya oknum-oknum yang sengaja menimbun minyak goreng dan tidak mendistribusikannya ke pasaran. Hal itu diketahui saat Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi bersama jajarannya turun ke lapangan dalam beberapa minggu terakhir.
“Kami beserta jajaran juga sedang mencari di mana letak masalah ini. Apakah ada yang menimbun. Dan memang ada beberapa hal seperti temuan Satgas Pangan di Sumatera Utara, termasuk di Kalimantan, dan sebagainya. Ini yang teman-teman beserta tim Satgas pangan kabupaten kota dan provinsi sedang melakukan langkah-langkah evaluasi tersebut,” kata Sekretaris Ditjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag, I G Ketut Astawa.
Selain itu Ketut juga mengungkapkan masih ada masyarakat yang membeli minyak goreng dalam jumlah yang lebih besar dari kebutuhan biasanya sehingga menyebabkan ketersediaan produk yang kian menipis.
“Masyarakat kita sendiri juga karena ada informasi kekurangan ketersediaan minyak akhirnya mereka berbondong-bondong beli, bahkan satu keluarga biasanya sudah beli, besoknya beli, sorenya beli. Sehingga kadang-kadang di salah satu ritel modern dibuka langsung habis,” katanya.
Ketut mengatakan semua pihak harus bersama-sama memberikan sosialisasi kepada masyarakat agar tidak perlu melakukan panic buying agar ketersediaan minyak goreng tercukupi.
Padahal produsen minyak sawit mentah (CPO) telah memenuhi kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) dengan memasok sebanyak 351 juta liter untuk kebutuhan minyak goreng dalam negeri.
“Kalau kita lihat data yang ada komitmen dari produsen CPO itu sudah mencapai 351 juta liter selama 14 hari, kebutuhan kita selama per bulan sebenarnya berkisar antara 279 sampai 300 juta liter,” kata Ketut dilansir dari Antara dan dikutip Kompas.com, Selasa (1/3/2022).
Dia mengatakan, dengan pasokan CPO yang dipenuhi oleh produsen untuk kebutuhan dalam negeri seharusnya membuat pasar dalam negeri kebanjiran produk minyak goreng dalam jangka waktu sebulan.
Baca juga: Santripreneur dan Katalisator Ekonomi Umat