tebuireng.co– Islam sebagai agama yang ramah lingkungan (eco-religious), atau populer dengan sebutan rahmatan lil alamin tentu memiliki suatu ciri khas yang unik dan tidak dimiliki oleh agama samawi lainnya, keunikan itu yang kemudian melahirkan banyak diskursus dan re-interpretasi terhadap esensi Islam yang hakikatnya, salah satu contohnya adalah corak ‘Islam Nusantara’ yang sekarang booming dibicarakan di negeri ini, sebagai bentuk pengejewantahan ijtihad politik para tokoh dan pemikir Nadhatul Ulama (NU), meski hal itu kadang masih banyak menuai sanggahan bahkan kecaman (kontroversi) dari berbagai ormas dan pihak yang tidak deal dengan istilah tersebut.
Secara garis besar, Islam membawa dua visi dan misi utama, yaitu mengatur hubungan antara manusia dengan tuhannya (hablum minallah) serta hubungan antara manusia dengan sesama manusia (hablum minannas). Hubungan manusia dengan tuhannya (vertikal) diimplementasikan dalam ranah ibadah seperti shalat dan puasa sedangkan hubungan manusia dengan manusia diwujudkan dalam bidang muamalah (horizontal) seperti berbisnis maupun jenis transaksi lainnya.
Tulisan ini akan lebih fokus mengulas bidang muamalah, hukum-hukum muamalah (seputar bisnis atau berdagang) yang di dalam Islam telah diatur sedemikian rupa dalam klasifikasi ilmu fikih.
Secara umum ada beberapa model transaksi yang dilakukan oleh para penjahat ekonomi yang dilarang dalam Islam. Hal tersebut disebabkan oleh tiga faktor, diantaranya : Faktor haram zatnya (haram li- dazatihi) seperti babi, khamar, bangkai dan darah. Tidak sah akadnya, tidak terpenuhinya rukun dan syarat atau ta’alluq (ba’i al-Inan). Haram selain zatnya (haram li ghairihi) misalnya tadliz, taghrir (gharar), ikhtikar, ba’i najasy, riba, maisir dan riswah.
Adapun para penjahat ekonomi dalam bidang muamalah sebagaimana berikut ini:
Pelaku Tadliz
Pelaku tadlis adalah orang yang melakukan penipuan dan dalam Islam sangat dilarang, sebab setiap transaksi yang dilaksanakan dalam Islam harus berdasarkan prinsip kerelaan antara kedua belah pihak (sama-sama ridha), dalam praktik ini tentu pihak konsumen sangat dirugikan, sebab si konsumen tidak mengetahui dengan pasti kekurangan dari pada barang yang dijual, baik dari segi kuantitas, kualitas, harga dan waktu penyerahan, dan dinyatakan melanggar prinsip ‘an-taradin minkum’.
Pelaku Gharar
Gharar adalah sebuah keadaan di mana terjadi incomplet information karena adanya ketidakpastian dari kedua belah pihak yang bertransaksi. Dalam tadlis, yang terjadi adalah pihak A tidak mengetahui apa yang diketahui pihak B. Sedangkan dalam gharar, baik pihak A maupun pihak B sama-sama tidak memiliki kepastian mengenai sesuatu yang ditransaksikan, gharar ini biasanya terjadi bila kita mengubah sesuatu yang seharusnya bersifat pasti menjadi tidak pasti, baik dari segi kuantitas, kualitas, harga dan waktu penyerahan, dan dinyatakan melanggar prinip ‘La Tazhlimuna wa la Tuzhlamun’.
Pelaku Ikhtikar
Pelaku ikhtikar adalah orang yang merekayasa pasar dalam supply terjadi bila seorang produsen mengambil keuntungan di atas keuntungan normal dengan cara mengurangi supply agar harga produk yang dijualnya naik, dengan istilah yang lebih mudah dipahami monopoli dan penimbunan.
Dalam hal ini Umar bin Khattab pernah berkata:
‘Jangan menjual di pasar kami seorang penimbun barang!’. Beliau dengan keras dan tegas menentang para penimbun barang.
Pelaku Bai’ Najasy
Pelaku Bai’ Najasy adalah orang yang melakukan rekayasa pasar dalam demand terjadi bila seorang produsen menciptakan permintaan palsu, seolah-olah ada banyak permintaan terhadap suatu produk sehingga harga jual menjadi naik. Hal itu terjadi misalnya, dalam bursa saham, bursa valuta asing (valas) dan lain-lain.
Pelaku Riba
Pelaku riba dalam kajian fikih diklasifikasikan menjadi tiga kelompok yang pertama pelaku Riba Fadl yaitu riba yang dilakukan oleh orang yang menukar barang sejenis yang tidak memenuhi sama kualitasnya, sama kuantitasnya dan sama waktu penyerahannya. Kedua pelaku Riba Nasi’ah yaitu riba yang dilakukan oleh orang yang berhutang yang timbul akibat tidak memenuhi kriteria hukum syariat Islam (qordul hasan). Sedang yang terakhir pelaku Riba Jahiliyah adalah orang yang memberikan hutang meminta ganti utang melebihi dari pokok pinjaman, karena si peminjam tidak mampu membayar dana pinjaman tepat waktu.
Pelaku Maisir
Pelaku maisir adalah pemain judi yang menempatkan salah satu pihak harus menanggung beban pihak yang lain akibat permainan tersebut. Hal ini juga dilarang dalam koridor syariat Islam, sebagaimana firman Allah dalam QS. al-Maidah: 90 yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya meminum khamar, berjudi, berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.”
Pelaku Riswah
Pelaku Riswah adalah orang yang memberi sesuatu kepada pihak lain untuk mendapatkan sesuatu yang bukan haknya. Sesuatu perbuatan baru dapat dikatakan sebagai tindakan riswah (suap-menyuap) jika dilakukan kedua belah pihak secara suka rela. Jika hanya salah satu pihak yang menyuap dan pihak lain tidak rela atau dalam keadaan terpaksa, peristiwa itu bukan masuk katagori riswah, melainkan tindak pemerasan.
Dari beberapa uraian di atas patut kiranya, jika penulis menginformasikan, bahwa bertransaksi dengan model (orang) di atas tidak sah dan dilarang dalam Islam, khususnya ke segenap lapisan umat Islam, terlebih bagi para pelaku pasar yang rentan curang, dengan tujuan agar lebih berhati-hati dalam berdagang. Sehingga kemudian umat Islam tidak hanya mengimplementasikan nilai-nilai Islam yang bersifat ibadah saja, tapi juga mampu mengaplikasikan nilai-nilai Islam yang bersifat muamalah yakni dalam ranah bisnis sosial.
Oleh: Umar Faruk Fazhay, alumni Pesantren Bata-Bata dan IAI Nurul Jadid Paiton Probolinggo.
Baca juga: Hukum Musik Komik dan Novel Menurut Gus Baha