• Tebuireng
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Kolom Pakar
  • Politik
Tebuireng Initiatives
  • Home
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Politik
No Result
View All Result
  • Home
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Politik
No Result
View All Result
Tebuireng Initiatives
No Result
View All Result
  • Home
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Politik
Tebuireng Initiatives

KH Mansur, Sosok Guru Kiai Hasyim Asy’ari

Syarif Abdurrahman by Syarif Abdurrahman
2021-07-01
in News, Pendidikan, Pesantren, Santri
0
KH Mansur, Sosok Guru Kiai Hasyim Asy'ari

Makam Kiai Mansur, Guru KH Makam M Hasyim Asy'ari yang jarang diketahui (Ainur R)

Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

KH M Hasyim Asy’ari memiliki guru yang cukup banyak. Salah satunya yaitu KH Mansur. KH Mansur adalah putra Aryo Redjo (makamnya ada di Sekaru Gudo Jombang). Kalau diurut ke atas, silsilah KH M Mansur bin Arya Reja bin Arya Kromo bin Arya Penangsang bin Pangeran Sekar Seda Lepen bin Raden Patah.

Nampak ada sambungan yang terputus dari dari Aryo Kromo ke Aryo Penangsang. Hal ini diakui oleh keluarga besar Kiai Mansur karena memang tidak mungkin Aryo Kromo bersambung langsung (anak-ayah). Tapi yang jelas kata Anis Bachtiar saat pertemuan keluarga besar, Kiai Khozin bin Mansur pernah berkata bahwa kita adalah keturunan Aryo Penangsang, tapi tidak usah ditelusuri akar sejarahnya, khawatir menimbulkan problematika sejarah kelam.

KH Mansur yang juga bernama samaran Linet, pada masa mudanya pernah menjadi santri KH Khozin, pengasuh Pesantren Siwalan Panji Sidoarjo. Selanjutnya mondok di Pesantren Wonokoyo di bawah pengasuh KH Abdul Hamid.

KH Mansur adalah pengasuh generasi ketiga di Pondok Pesantren Midanut Ta’lim Mayangan, Jogoroto, Jombang yang berdiri sekitar tahun 1830 M. Pendirinya adalah Kiai Hafidz yang juga dikenal dengan sebutan Mbah Kampil. Sepeninggal Mbah Kampil, pengasuhnya adalah KH Nur Syam yang mengasuh sekitar tahun 1860 hingga tahun 1902. Setelah KH Nur Syam wafat, kepengasuhan pesantren dilanjutkan oleh menantunya yaitu KH Manshur mulai tahun 1902 hingga tahun 1936.

Baca Juga: Sejarah Pesantren Ploso Kediri dengan Tebuireng

Kiai Mansur mempunyai dua istri. Pernikahan dengan Hj Maimunah (istri pertama) melahirkan Hj Masyirotun, Hj Masamah, KH Ma’shum, KH Kasmuni, KH Minhadj, KH Nursalim, Hj Muminah, KH Khudlori dan KH Khozin Mansur. Sedang pernikahan dengan Hj Shobihah (istri kedua) menurunkan Hj Ruqoiyah, KH Yasin Mansur, Hj Shofiyah dan KH Abdul Hadi.

Dalam kisah yang beredar seperti di buku Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari: Moderasi, Keumatan, dan Kebangsaan karya Zuhairi Misrawi, dijelaskan bahwa Kiai Hasyim pernah mondok di Wonokoyo Probolinggo. Penyebutan Wonokoyo Probolingo ini yang dominan menyebar ke publik dan di buku buku yang ditulis tentang KH Hasyim Asy’ari.

Kalau ditelusuri, rujukannya adalah buku karya Akarhanaf (KH Abdul Karim Hasyim Nafiqoh) yang berjudul Kiai Hasjim Asj’ari, Bapak Ummat Islam Indonesia. Buku yang ditulis pada tahun 1949 atau dua tahun setelah Kiai Hasyim wafat ini nampaknya yang disalah pahami terkait dengan Wonokoyo dan Probolinggo. Padahal redaksi buku tersebut di halaman 22 adalah, “Mula-mula di Tjobanja pergi ke Pondok Pesanteren Wonokojo, Probolinggo, Pelangitan, Terenggilis, Madura dan lain-lainnja.”

Tanda koma setelah Wonokojo dianggap sebagai penjelas kabupaten di mana Wonokojo berada. Padahal tanda koma dalam tulisan di atas menjelaskan nama-nama pondok atau daerah di mana pondok itu berada. Jadi kalau diuraikan dari redaksi buku di atas, KH Hasyim pernah mondok di Pesantren Wonokoyo, Pesantren Probolinggo, Pesantren Pelangitan (Langitan), Pesantren Trenggilis, Pesantren Madura, dan lain-lainnya. Hal ini diperkuat dalam buku yang sama di halaman 35 saat menyebut pesantren yang ada di Jombang antara lain adalah Wonokoyo.

Terlebih lagi nama pesantren atau nama Desa Wonokoyo di Probolinggo itu tidak diketemukan. Justru yang ada nama Wonokoyo di Pasuruan, tapi di Pasuruan tidak ada situs atau informasi masyarakat yang menjelaskan bahwa dahulu terdapat pesantren yang mengisahkan tentang Kiai Hasyim Asy’ari.

Hal ini berbeda dengan Wonokoyo di Mayangan (Jombang), selain ada situs tempat salat, makam, dan masyarakatpun masih tahu bahwa dahulu di situ terdapat pondok. Penjelasan tersebut didukung dari informasi bahwa Kiai Hasyim Asy’ari berjalan kaki kalau mau mengaji ke Wonokoyo.

Baca Juga: Ulama Perempuan Asal Tebuireng

Nalar yang mudah dipahami kalau jalan kaki berarti jaraknya tidak terlalu jauh. Bisa jadi jalan kaki dari Pondok Keras milik Kiai Asy’ari ke Wonokoyo (ada sumber yang menyampaikan demikian), atau jalan kaki dari Wonokoyo ke Mayangan (sumber lain mengatakan demikian).

Kiai Hasyim kalau mau mengaji ke Kiai Mansur jalan kaki menuju Mayangan yang jarak antara Wonokoyo dan Mayangan hanya ratusan meter. Memposisikan Wonokoyo ini menjadi penting untuk menyambung mata rantai Pesantren Midanut Ta’lim dengan jejak pengembaraan keilmuan KH Hasyim Asy’ari.

Dalam riwayat, Hadratussyaikh pernah berkata sebagaimana diceritakan oleh KH Khozin kepada H Aflah dan M Solehuddin pada hari minggu 25 November 2007, “Saya dulu pernah mondok di Wonokoyo, malahan yang mengajar adalah abahmu (Kiai Mansur) dan saya mengaji Ibnu ‘Aqil. Pada saat itu jarang sekali orang yang mengaji kitab Ibnu ‘Aqil, yang mengajar adalah abahmu.”

Kisah KH. Hasyim mengaji kitab Ibn ‘Aqil ini selaras dengan tuturan sumber lain bahwa fan atau keahlian KH Mansur adalah fiqih dan nahwu. Selain alim, Kiai Mansur adalah pribadi yang tawadlu. Hal tersebut dapat ditelusuri dari kisah di bawah ini.

Bukti beliau lebih senang dianggap sebagai orang biasa ini diperkuat oleh kisah Kiai Khozin bahwa suatu saat ada orang yang mau nyantri. Saat itu, Kiai Mansur justru menyarankan agar orang itu mondok ke Tebuireng atau ke Rejoso saja. Beliau lebih suka seperti petani, pergi ke sawah.

Sekalipun demikian, tetap ada santri yang mondok dengan ikut membantu di sawah. Gemblengan santri yang langsung life skill juga dibarengi gemblengan ngaji yang ketat. Diceritakan Kiai Mansur sekedar mengajari fatihah santri saja membutuhkan waktu selama tujuh hari.

Bukti ketawadluan terakhir dari Kiai Mansur adalah seperti dikisahkan Kiai Khozin bahwa selesai mondok di Tebuireng, Kiai Khozin diminta oleh Kiai Hasyim Asy’ari agar mengajar di Madura. Namun, Kiai Hasyim berpesan agar meminta izin dulu ke abahnya (Kiai Mansur). Oleh Kiai Mansur tidak diperkenankan sambil dawuh (berkata), “Tidak usah mengajar dahulu, kalau ilmu belum banyak (matang) lalu mengajar, nanti malah yang keluar adalah sombongnya.”

Ikatan Kiai Hasyim dengan Kiai Mansur sangat kuat. Terbukti saat Kiai Khozin mondok di Tebuireng, beliau dipesani oleh Kiai Hasyim, “Khozin, kamu tidak usah memasak nasi, kalau mau makan ke dapur saja. Dulu sewaktu saya ngaji di Abahmu (Kiai Mansur), saya tidak boleh memasak, tapi disuruh makan di dapur.”

Selain alim dalam kitab, Kiai Mansur juga pendekar kanuragan beladiri yang ilmunya diwarisi para putra-putranya seperti KH Chudlori, KH Ma’shum, KH Minhadj, dan KH Nursalim. Ketertarikannya kepada ilmu kanuragan karena posisinya sebagai salah satu penerus perjuangan laskar Diponegoro. Ini ditandai dengan ditanamnya pohon sawo di Pondok Mayangan yang sampai sekarang masih berdiri tegak.

Tentu Kiai Mansur tidak ikut berperang bersama laskar Diponegoro karena ketika Perang Diponegoro (1825-1830) ia belum lahir. Beliau lahir tahun 1850. Ayah dari Kiai Mansurlah yaitu Aryo Rejo yang merupakan pengikut Diponegoro yang melakukan pelarian dan menetap di Sekaru Gudo. Makam Mbah Aryo Rejo dianggap masyarakat setempat sebagai makam keramat yang sering dikunjungi oleh para peziarah dari kalangan tertentu.

Sumber:

  1. Wawancara dengan KH. Munib (71 th) bin KH. Yasin bin KH. Mansur di Jatipandak Jatiduwur, Kesamben Jombang pada 15 Pebruari 2019.
  2. Wawancara dengan KH. Ahmad Mustain bin KH. Yasin bin KH. Mansur pada 15 Pebruari 2019 di Sapon Kesamben.
  3. Telepon dengan Drs. Choirul Anam putranya Hj Shofiyah binti KH. Mansur pada 16 Pebruari 2019.
  4. Wawancara dengan Gus Abdul Karim (keturunan Kiai Mansur) di Mayangan pada 7 Pebruari 2019.
  5. Wawancara dengan Gus Yon Mahmudi bin Yasin bin Mansur di Peterongan pada tanggal 10 Pebruari 2019.
  6. M. Zainuddin (Gok Din) yang dapat kisah dari keluarga Paculgowang yakni KH. Muhaimin Syuhadi bin Nyai Khodijah binti KH. Anwar Alwi.
  7. Buku Silsilah Bani KH. Mansur Aryo terbitan tahun 2007
  8. http://alumnimanbaulhikamputat.blogspot.com/…/kh-moh…
  9. https://hikamasfa-wordpress-com.cdn.ampproject.org/…/…
  10. http://asramaminhadj.blogspot.com/…/sejarah…
  11. Akarhanaf, Kiai Hasjim Asj’ari, Bapak Ummat Islam Indonesia
  12. Wawancara dengan Gus Anis Bachtiar pada 2 Mei 2019

(Ainur Rofiq)

Tags: KH. M. Hasyim Asy’ariTebuireng
Previous Post

Pondok Pesantren Al-Falah Ploso dan KH Hasyim Asy’ari

Next Post

KH Adlan Aly: Sarjana Fathul Qarib

Syarif Abdurrahman

Syarif Abdurrahman

Santri Pondok Pesantren Tebuireng.

Next Post
KH Adlan Aly Sarjana Fathul Qarib

KH Adlan Aly: Sarjana Fathul Qarib

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No Result
View All Result

Pos-pos Terbaru

  • Buka MQK 2025, Menag Dorong Eksplorasi Turats untuk Pelestarian Lingkungan
  • Erick Thohir: Sport Tourism Memiliki Peran Vital Pembangunan Bangsa
  • Menag Salurkan Bantuan ke Pesantren Al Khoziny dan Pastikan Pencegahan Kejadian Serupa
  • Buku-buku yang Pernah Dilarang di Indonesia
  • Benarkah Membaca Sastra dapat Meningkatkan Empati?

Komentar Terbaru

  • Yayat.hendrayana pada Surat Yasin dan Amalan Segala Hajat
  • Universitas Islam Sultan Agung pada Pentingnya Bahtsul Masail sebagai Ruh Pesantren
  • Thowiroh pada Dauroh Badlan Al-Masruriyy Cetak Santri Bisa Bahasa Arab 2 Bulan
  • Dodi Sobari pada Dauroh Badlan Al-Masruriyy Cetak Santri Bisa Bahasa Arab 2 Bulan
  • Tri Setyowati pada Ijazah Wirid dari Kiai Abdul Wahab Hasbullah
  • About
  • Kontak
  • Privacy & Policy
  • Terms and Conditions
  • Disclaimer
  • Redaksi
  • Pedoman Media

© 2021 Tebuireng Initiatives - Berkarya Untuk Bangsa by Tebuireng

No Result
View All Result
  • Tebuireng
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Kolom Pakar
  • Politik

© 2021 Tebuireng Initiatives - Berkarya Untuk Bangsa by Tebuireng