• Tebuireng
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Kolom Pakar
  • Politik
Tebuireng Initiatives
  • Home
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Politik
No Result
View All Result
  • Home
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Politik
No Result
View All Result
Tebuireng Initiatives
No Result
View All Result
  • Home
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Politik
Tebuireng Initiatives

Jas Merah Bung Karno, Belajar dari Sejarah

Syarif Abdurrahman by Syarif Abdurrahman
2021-11-02
in Kebangsaan, News, Pancasila, Tokoh
0
Bung Karno bersama sang istri Ratna Sari Dewi

Bung Karno bersama sang istri Ratna Sari Dewi

Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

tebuireng.co – Setelah peristiwa G30S/PKI, setahun kemudian sang proklamator Soekarno mengatakan “Jas Merah”: jangan sekali-kali melupakan sejarah. Maknanya, jika kita tidak bisa belajar dari sejarah, maka sejarah akan mengajar kita dengan keras.

Bagi sebagian manusia, mungkin pelajaran sejarah dianggap tidak penting. Matematika dan fisika, mungkin dinilai lebih penting, tapi sejarah adalah pelajaran terpenting bagi manusia sebagai spesies terorganisir.

Manusia bukan sekedar makhluk yang sedikit lebih cerdas dari simpanse atau makhluk biokimia rumit yang rapuh menghadapi virus. Yang membedakannya dari spesies lain adalah kemampuannya berpikir kompleks melalui simbol-simbol sehingga bisa belajar dari masa lalu.

Semesta simbol yang penting adalah bahasa sebagai repertoir instrumen berpikir yang paling sederhana. Berbeda dengan matematika dan statistika yang crispy, bahasa memberi instrumen untuk mengatasi fuzziness.

Salah satu tokoh sejarah Indonesia adalah Bung Karno. Ia memiliki sejumlah presatis dan kontroversi selama masa kejayaannya.

Sejarah diungkapkan terutama yang terpenting dengan bahasa dalam bentuk narasi tertulis yang menjadi collective memory. Sejarah bisa diungkapkan juga dalam dongeng secara bertutur dalam cerita rakyat dan folklore.

Kedua bentuk perekaman masa lalu beserta pemaknaannya oleh penulis dan penutur sejarah itu penting dan saling melengkapi.

Sayang sekali manusia kadang cukup dungu untuk berani tidak belajar lagi karena merasa serba jumawa : berkuasa, berharta dan merasa umurnya masih panjang.

Muhammad Rasulullah saw suatu ketika mengatakan bahwa yang paling cerdas di antara manusia adalah yang paling ingat akan kematian. Cukuplah kematian menjadi nasehat bagi manusia.

Kematian politik Bung Karno setelah berjaya hampir satu dekade setelah Dekrit Presiden 5/7/1959 itu, baiklah dicermati.

Bagi Romo Franz Magnis Suseno, preemptive move Bung Karno itu terbukti menjadi blunder politik paling monumentalnya. Walaupun oleh sebagian ummat Islam dekrit itu berarti pengakuan Piagam Jakarta dalam kerangka hukum nasional.

Namun, segera setelah itu Bung Karno mulai memenjarakan tokoh-tokoh Islam di Masyumi di luar Partai NU seperti Natsir dan Hamka. Bung Karno memanfaatkan dukungan PKI yang makin kuat dan kedekatannya dengan Moskow dan kemudian Peking.

Dengan slogan Nasakom, Bung Karno secara lambat tapi pasti menjadi diktator. Orang-orang PKI seperti Aidit menjadi pendukung politik paling setia.

Merefleksikan satu episode dalam sejarah kelam bangsa ini, kiranya tokoh-tokoh nasionalis, NU dan komunis saat ini mewaspadai peringatan Jas Merah Bung Karno itu.

Sebagai gagasan, Nasakom ternyata hanya ilusi Bung Karno. Terbukti kemudian Bung Karno jatuh dan yang menang adalah kapitalisme Barat.

Lebih dua dekade kemudian, saat keruntuhan Tembok Berlin, Fukuyama mengatakan keruntuhan USSR sebagai The End of History.

Memasuki milenium kedua, saat Fareed Zakarya mensinyalir kemunduran AS dan meramalkan sebuah Post American World, kita justru menyaksikan kebangkitan China.

Saat dunia dihantam pandemi Covid-19, dan China dan Eropa mulai dihantam krisis energi dan hutang, di Afghanistan justru muncul Pemerintahan Islam Afghanistan setelah berhasil mengusir AS dari bumi Khurasan itu.

Jadi, sejarah memang belum berakhir dan sejarah tetap memberi pelajaran penting bagi mereka yang beriman. Orang-orang beriman diserukan untuk bertaqwa yaitu merenungkan sejarah demi menyambut masa depan.

Maka jadilah Musa dan sahabat-sahabatnya, jangan menjadi Fir’aun, taipan Qarun, Kiai Bal’am dan teknokrat Haman.

Bung Karno tokoh besar, banyak yang bisa diambil pelajaran darinya.


Daniel Mohammad Rosyid

Rosyid College of Arts,
Gunung Anyar, 31/10/2021

Tags: Bung Karnojas merahNahdlatul Ulama
Previous Post

Kiai Marzuqi: Ada Kelompok yang Hilangkan Hadis

Next Post

Undangan Resepsi Pernikahan Boleh Diabaikan?

Syarif Abdurrahman

Syarif Abdurrahman

Santri Pondok Pesantren Tebuireng.

Next Post
Resepsi pernikahan santri

Undangan Resepsi Pernikahan Boleh Diabaikan?

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No Result
View All Result

Pos-pos Terbaru

  • Jalanan dan Kaitannya dengan Karakter
  • Santri Ikuti Seleksi CBT MQKN 2025, Tujuh Kode Ujian Catat Skor Sempurna
  • Serangan Iran Dinilai Jadi Babak Baru dalam Sejarah Israel
  • Ferry Irwandi: Logical Fallacy Argumen Gus Ulil
  • Gus Ulil Sebut Platform X sebagai Medan Penting dalam Perang Narasi Global

Komentar Terbaru

  • Yayat.hendrayana pada Surat Yasin dan Amalan Segala Hajat
  • Universitas Islam Sultan Agung pada Pentingnya Bahtsul Masail sebagai Ruh Pesantren
  • Thowiroh pada Dauroh Badlan Al-Masruriyy Cetak Santri Bisa Bahasa Arab 2 Bulan
  • Dodi Sobari pada Dauroh Badlan Al-Masruriyy Cetak Santri Bisa Bahasa Arab 2 Bulan
  • Tri Setyowati pada Ijazah Wirid dari Kiai Abdul Wahab Hasbullah
  • About
  • Kontak
  • Privacy & Policy
  • Terms and Conditions
  • Disclaimer
  • Redaksi
  • Pedoman Media

© 2021 Tebuireng Initiatives - Berkarya Untuk Bangsa by Tebuireng

No Result
View All Result
  • Tebuireng
  • News
  • Keislaman
  • Pesantren
  • Kebangsaan
  • Galeri
  • Kolom Pakar
  • Politik

© 2021 Tebuireng Initiatives - Berkarya Untuk Bangsa by Tebuireng